MAKALAH
MENGENAL DAKWAH NABI MUHAMMAD SAW DAN PARA
SAHABATNYA
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Sejarah Kebudayaan Islam
Dosen Pengampu : Dr. Muslih, MA
Disusun
Oleh:
Muhammad Ihsan NIM:
123911218
Najih Marzuki NIM:
123911221
Murofiatun NIM:
123911219
Mustofina NIM:
123911220
PENDIDIKAN
GURU MADRASAH IBTIDAIYAH
FAKULTAS
TARBIYAH
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG
2013
MENGENAL
DAKWAH NABI MUHAMMAD SAW DAN PARA SAHABATNYA
A. PENDAHULUAN
Seiring
pesatnya perkembangan zaman terutama dalam bidang teknologi, manusia dituntut
untuk selangkah lebih maju dalam menghadapi situasi tersebut, akibat dari itu
banyak dari mereka melupakan sejarah terutama Sejarah Kebudayaan Islam yang
sering disebut SKI, dengan demikian sangat penting mengetahui sejarah terutama
Sejarah Kebudayaan Islam.
Makalah yang sederhana ini akan kami paparkan beberapa pokok
bahasan yang menitik beratkan pada dakwah Nabi Muhammad SAW dan para
Sahabatnya. Serta makalah ini merupakan salah satu media untuk manyelaminya.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan pokok bahasan di atas, maka makalah
ini mengangkat 3 permasalahan, yaitu:
1.
Bagaimana
gambaran singkat dakwah Nabi Muhammad SAW beserta para sahabatnya;
2.
Seperti
apa Nabi Muhammad serta para sahabanya hijrah ke Habasyah dan Thaif;dan
3.
Bagaimana
memahami peristiwa Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad SAW.
C. PEMBAHASAN
Sebagaimana diketahui Islam tumbuh kembang
pesat tidak dengan sendirinya melainkan karena perjuangan serta kesabaran dari
Nabi Muhammad SAW serta para sahabatnya yang selalu menemani beliau.
1.
Gambaran
singkat dakwah Nabi Muhammad SAW beserta para sahabatnya
Makkah merupakan pusat agama Bangsa Arab. Di
sana ada peribadatan terhadap ka’bah dan penyembahan terhadap berhala yang
disucikan seluruh bangsa arab pada masa jahiliyah. Keadaan mereka pada waktu
itu sangat jauh dari kebenaran.
Pada awal mula Nabi Muhammad SAW melakukan
dakwah, yang menjadikn sasaran dakwahnya adalah orang-orang terdekat beliau,
yaitu anggota keluarga beliau dan sahabat-sahabat karib beliau. Orang-orang
yang pertama kali masuk Islam disebut As-Sabiqunal-Awwalun (yang
terdahulu dan yang pertama-tama masuk Islam, mereka adalah:
a.
Istri beliau,
ummul Mukminin Khadijah binti Khuwalid;
b.
Pembantu
beliau yaitu Zaid bin Haritsah;
c.
Ali bin
Abi Thalib, sepupu Nabi Muhammad SAW;
d.
Abu
Bakar, sahabat Nabi Muhammad SAW;
e.
Usman
bin Affan, sahabat Abu Bakar;
f.
Zubair
bin Awwam, sahabat Abu Bakar;
g.
Abdurrohman
bin Auf, sahabat Abu Bakar;
h.
Sa’ad
bin Abi Waqqas, sahabat Abu Bakar;
i.
Tulhah
bin Ubaidillah, sahabat Abu Bakar;
j.
Abu
Ubaidah bin Jarrah, sahabat Abu Bakar;
k.
Arqam
bin Abil Arqam, sahabat Abu Bakar;
l.
Zaid bin
Harisah, anak angkat Nabi Muhammad SAW;
m. Ummu Aiman, pengasuh Nabi Muhammad SAW;
Mereka masuk Islam secara sembuny-sembunyi
tanpa diketahui orang-orang kafir makkah. Pada waktu itu jika tiba waktu
sholat, Nabi Muhammad SAW pergi ke tempat terpencil lalu secara
sembunyi-sembunyi mengerjakan sholat agar tidak diketahui kaumnya.
Selama tiga tahun dakwah masih dilakukan secara
sembunyi-sembunyi dan perorangan. Selama jangka waktu tersebut telah terbentuk
sekelompok orang-orang mukmin yang senantiasa menguatkan hubungan persaudaraan
dan saling bahu-membahu. Sampai akhirnya turun wahyu yang mengharuskan Nabi
Muhammad SAW menampakkan dakwah kepada kaumnya secara terang-terangan. Langkah
pertama yang dilakukan Nabi Muhammad SAW adalah dengan mengundang Bani Hasyim,
selain itu Rasulullah juga melakukan kaderisasi secara intensif kepada sejumlah
sahabatnya. Dalam sejarah disebutkan Nabi Muhammad SAW menggelar pertemuan
rutin di Darul Arqam untuk mengikat para kader dengan pimpinan mereka
yakni dari Nabi Muhammad SAW sendiri.
Dalam pertemuan itu setiap sahabat yang datang
ke Darul Arqam menceritakan apa yang ia alami. Secara teknis Nabi
Muhammad SAW melakukan pola pendekatan secara intensif dalam rangka mencetak
kader-kader dakwah yang handal, diantaranya :
a.
Nabi
Muhammad SAW menumbuhkan suasana perkenalan antar para sahabat agar hubungan
antar mereka kian terikat;
b.
Nabi Muhammad SAW menerapkan pola tafaqqub
wa ri’ayah, selalu mencari informasi tentang para sahabat dan memperhatikan
mereka.
Dalam upaya untuk menghadang dakwah Nabi
Muhammad SAW orang-orang musyrik menggunakan berbagai cara guna menanggalkan
dan menghentikan dakwah Nabi.
Salah satu contoh tentang kesabaran Nabi
Muhammad SAW dalam menghadapi tipu muslihat dan rayuan para kaum musyrik untuk
menghentikan dakwahnya adalah ketika beliau menolak tawaran mereka dengan
berkata, “Demi Alloh! sekalipun mereka meletakkan matahari di tangan kanan dan
bulan di tangan kiri saya, saya tetap tidak akan berhenti”. Selama ini, kaum
Quraisy masih bersikap hormat kepada beliau, tetapi ketika melihat seluruh
tawaran damai mereka gagal, mereka pun mengubah sikap dan tekad mencegah
perluasan Islam dengan segala daya. Karean itu, kaum Quraisy memutuskan untuk
melakukan pencemoohan, penyiksaan dan penindasan terhadap Nabi Muhammad SAW.
Walaupun demikian Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya tetap tabah dan sabar
dalam menghadapi siksaan dan cemoohan orang musyrik. Adapun faktor-faktor yang
mempengaruhi antara lain:
a.
Iman
kepada Alloh dan mengetahui-Nya dengan sebenar-benarnya pengetahuan;
b.
Nabi
Muhammad SAW sebagai sosok pemimpin yang bias menyatukan hati manusia;
c.
Rasa tanggung
jawab;
d.
Iman
kepada hari akhirat;
e.
Al-Qur’an;dan
f.
Kabar
gembira tentang datangnya keberhasilan.
2.
Hijrah
ke Habasyah dan Thaif
a.
Hijrah
ke Habasyah
Pada permulaan diangkatnya beliau menjadi Nabi,
Nabi Muhammad SAW harus menderita penganiayan dan permusuhan dari kaumnya
sendiri yaitu bangsa Qurasy yang berkuasa, yang merupakan satu kelompok kecil
yang berkuasa dan mempertahankan sistem persukuan yang menghasilkan banyak
kekayaan dari hasil mengurus para peziarah ke Baitulloh. Tetapi dengan
berkembangnya agama baru (Islam), kaum Quraisy melihat kekuasaan dan pengaruh
mereka cepat hilang, karena Islam mau membongkar dan menghancurkan seluruh
sistem kesukuan Arabia yang ada dan membangun suatu masyrakat baru yang didasarkan
atas ajaran tauhid dan pengertian persaudaraan yang universal.
Namun kaum Quraisy yang congkak dan
keningratan, mereka mulai mengorganisasi penganiayaan dan penyiksaan, bahkan
sampai-sampai ada yang dibunuh, disiksa dan semacamnya. Karena melihat para
sahabatnya menderita penyiksaan yang kejam, Nabi Muhammad SAW menasehati
sebagian sahabat untuk hijrah atau bermigrasi ke Abesinia (Ethiopia) atau
dahulu dikenal dengan Habasyah.
“Tempat
itu diperintah seorang raja dan tak ada orang yang dianiaya disitu. Itu bumi
jujur; sampai nanti Alloh membukakan jalan buat kita semua” kata Nabi
Muhammad SAW kepada para sahabatnya.
Hijrah ke Habasyah ini adalah hijrah yang
pertama kali bagi umat Islam. Terdiri dari dua belas orang laki-laki dan empat
orang wanita:
1) Sayyidina Ustman bin Affan, sebagai pimpinan
rombonngan;
2) Sayyidah Ruqoyyah;
3) Putri Nabi Muhammad SAW;
4) Zubair ibnu Al-Awwam;
5) Abdul Rohman ibnu ‘Auf;
6) Abu Salamah beserta istrinya;
7) Ummu Salamah
8) Ja’far ibnu Abi Thalib;dan Ibnu Madz’un,
menurut riwayat adalah pemimpin rombongan.
Patut diperhatikan mengapa Nabi Muhammad SAW
tidak menunjuk ke tempat lain. Karena hijrahnya para sahabat Nabi Muhammad SAW
ke Habasyah akan menimbulkan banyak pertanyaan, bagaimana mungkin Nabi Muhammad
SAW dapat tenang membiarkan para sahabatnya pergi ke Habasyah, padahal agama
penduduk tersebut adalah Nasrani, agama ahli kitab. Tetapi sungguhpun begitu
Nabi Muhammad SAW yakin dan tenang sekali karena inti ajaran Islam bersih dan murni,
kemurniannya belum ternodakan.
Di masa itu, perjalanan laut merupakan
perjalana yang sangat sulit, terlebih lagi di dalam rombongan terdapat wanita
dan anak-anak. Jeddah pada waktu itu merupakan pelabuhan dagang yang maju. Dan
kebetulan sekali disaat kaum muslimin tiba ada dua kapal dagang yang siap
bertolak ke Habasyah. Mereka yang sangat khawatir dikejar oleh kaum kafir
Qurisy kemudian mereka langsung naik kapal dengan tergesa-gesa, dengan membayar
setengah dinar. Sesampainya di Habsyah, mereka di tempatkan dipenampungan
kerajaan Habsyah dan mereka disuruh untuk mengirim perwakilannya menghadap
penguasa Habsyah yaitu Raja Najasyi, akhirnya kaum muslimin mengutus Ustman ibn
Affan yang akan mewakili mereka berbicara kepada raja Najasyi.
Adapun kaum kafir Quraisy yang tidak berhasil
mengejar kaum muslimin di Jeddah, mereka merencakan siasat lain, yaitu dengan
mengirim dua orang utusan kepada Raja Najasyi untuk menghasut raja agar
menyerahkan rombongan kaum muslimin kepada mereka. Kedua orang tersbut adalah
‘Amru bin ‘Ash dan Abdullah bin Abi Rabi’a, kepada raja kedua utusan tersebut
mempersembahkan hadiah dengan maksud supaya memperlancar usaha mereka untuk
menghasut sang raja.
“Paduka Raja”, kata mereka
“mereka yang datang ke negeri paduka ini
adalah budak-budak kami yang tidak tau malu. Mereka meninggalkan agama
bangsanya dan tidak pula menganut agama paduka; mereka membawa yang agama yang
mereka ciptakan sendiri, yang tidak kami kenal dan tidak juga paduka. Kami diutus
kepada paduka oleh pemimpin-pemimpin masyarakat mereka, oleh orang-orang tua,
paman mereka dan keluarga mereka sendiri, supaya paduka sudi mengembalikan
orang-orang itu kepada mereka. Mereka lebih mengetahui betapa orang-orang itu
mencemarkan dan memaki-maki”.
Namun Raja Najasyi tidak serta merta
mengindahkan permintaan mereka, lalu dipanggilnya kaum muslimin dan ditanya
oleh Raja Najasyi.
“Agama apa ini yang sampai membuat tuan-tuan
meninggalkan masyarakat tuan-tuan sendiri, tetapi tidak juga tuan-tuan menganut
agama ku atau agama lain”, tanya Najasyi. Kebetulan yang pada waktu itu
yang diajak bicara Ja’far bin Abi Thalib. “Paduka Raja”, katanya, “ketika
itu kami masyarakat bodoh, kami menyembah berhala, bangkaipun kami makan,
segala kejahataan kami lakukan, memutuskan hubungan dengan kerabat, dengan
tetanggapun kami tidak baik; yang kuat menindas yang lemah. Demikian keadaan
kami, sampai Alloh mengutus seorang Rasul dari kalangan kami yang sudah kami
kenal asal-usulnya, beliau jujur, dapat dipercaya serta bersih pula hati dan
fikirannya. Beliau mengajak kami menyembah kepada Alloh Yang Maha Esa, dan
meninggalkan batu-batu, patung-patung yang selama itu kami dan nenek-nenek
moyang kami menyembahnya. Beliau mengajarkan kami untuk tidak berdusta untuk
berlaku jujur, mengadakan hubungan keluarga dan tetangga yang baik, menyudahi
pertumpahan darah dan perbuatan terlarang lainnya. Beliau melarang kami melakukan
segala kejahatan dan menggunakan kata-kata dusta, memakan harta anak yatim
piatu atau mencemarkan wanita-wanita yang bersih. Beliau minta kami menyembah
Alloh dan tidak mempersekutukanNya. Selanjutnya menyuruh kami melakukan sholat,
zakat dan puasa [lalu disebutnya beberapa ketentuan Islam]. Kami pun
membenarkannya. Kami turut segala yang diperintahkan Alloh. Yang kami sembah
Alloh tuhan yang ESA. Segala yang diharamkan kami jauhi dan yang dihalalkan
kami lakukan. Karena itulah, masyarakat kami memusuhi, menyiksa dan menghasut,
supaya kami meninggalkan agama kami dan kembali menyembah berhala; supaya kami
membenarkan segala keburukan yang pernah kami lakukan dulu. Oleh karena mereka
memaksa, menganiaya dan menekan kamiberada di dekat tuan. Tuan jugalah yang
menjadi pilihan kami. Senang sekali kami berada di dekat tuan, dengan harapan
disini tidak ada penganiayaan”.
“adakah ajaran Tuhan yang dibawanya itu yang
dapat tuan-tuan bacakan kepada kami?”, Tanya raja itu lagi.
“ya”, jawab Ja’far; lalu ia membacakan
surat 19: 29-33
Setelah mendengar bahwa keterangan itu
membenarkan apa yang tersebut dalam injil.
Najasyi lalu berkata “kata-kata ini dan yang
dibawa oleh dan yang dibawa oleh Musa, keluar dari sumber cahaya yang sama.
Tuan-tuan (kepada kedua utusan Quraisy) pergilah. Kami tidak akan menyerakan
mereka kepada tuan-tuan!”.
Keesokan harinya ‘Amr bin ‘Ash kembali
menghadap Raja dengan mengatakan bahwa kaum muslimin mengeluarkan tuduhan yang
luar bias terhadap Isa anak Maryam. Panggillah mereka dan tanyakan apa yang
mereka katakan. setalah mereka datang,
Ja’far berkata “tentang dia pendapat kami
seperti yang dikatakan Nabi kami; ‘Dia adalah hamba Alloh dan utusanNya, ruhNya
dan FirmanNya yang disapaikan kepada Siti Maryam”.
Kemudian Raja Najasyi mengambil sebatang
tongkat dan menggoreskannya di tanah.
Dan dengan gembira ia berkata, “Antara agama
tuan-tuan dan agama kami sebenarnya tidak lebih dari garis ini”.
Kaum muslimin hijrah ke Habasyah selama 3 bulan
lebih sedikit, yaitu dibulan Rajab s/d Ramadhan. Di sana mereka merasa aman dan
tenteram. Ketika kemudian disampaikan kepada mereka bahwa permusuhan pihak
Quraisy sudah berangsur reda, mereka lalu kembali ke Makkah untuk pertama
kalinya dan Nabi Muhammad SAW pun masih di Makkah. Akan tetapi berita itu tidak
benar, kemudian mereka pun kembali lagi ke Habasyah untuk kedua kalinya,
peristiwa ini disebut dengan Hijrah ke Habasyah II.
b.
Hijrah
ke Thaif
Setelah
umat Islam, keluarga Bani Hasyim dan keluarga Bani Abdul Muthalib bebas dari
pemboikotan dan pengasingan, maka kesengsaraan, kemiskinan dan kelaparan
melanda mereka. Selang beberapa bulan berikutnya, dua orang pelindung Nabi,
Khadijah binti Khuwalid dan Abu Thalib bin Abdul Muthalib mendahului beliau ke
alam baka.
Khadijah
istri Nabi Muhammad Saw, meninggal dalam usia 65 tahun, pada tahun kesepuluh
kenabian dan telah mengarungi bahtera rumah tangga bersama Nabi selama dua
puluh lima tahun. Dari pernikahannya, Allah mengaruniakan enam orang anak yang
terdiri dari dua orang laki-laki yaitu, Abdullah dan Qasim serta empat orang
puteri, yaitu Ruqayah, Zaenab, Ummu Kulsum dan Fatimah, dimakamkan di Ma’la di
kota Makkah.
Khadijah
istri yang setia, orang yang mula pertama mengikuti ajaran Rasulullah, telah
menyokong perjuangan dan dakwah Islamiyah dengan segala jiwa, raga dan harta,
dan selalu memberikan kesejahteraan serta ketentraman pada diri Nabi Muhammad SAW
dalam rumah tangga. Kepergian beliau membuat hati Nabi berduka cita, maka
sepeninggal beliau, Nabi selalu mengunjungi keluarga dan kerabat beliau untuk
bersilaturahmi dan mengenang jasa Khadijah.
Selang
beberapa hari, Abu Thalib paman Nabi, wafat dalam usia 80 tahun. Beliau telah
mengasuh Nabi sejak umur delapan tahun. Segala kasih sayang telah dicurahkan,
beliau telah menikahkannya dengan Khadijah binti Khuwailid, bahkan setelah
menjadi rasul, beliaulah sebagai pelindungnya. Ketika Abu Lahab menyuruh
menangkap Nabi Muhammad SAW pada pertemuan keluarga besar Quraisy, Abu Thalib
tampil sebagai pembela. Begitu pula waktu perutusan Kafir Quraisy mendatangi
Nabi, Abu Thalib yang selalu menghadapi mereka.
Abu
Thalib seorang tokoh Quraisy yang disegani, kewibawaan beliau menjadi pelindung
Rasulullah, namun beliau tak sempat mengucapkan dua kalimat syahadat, sehingga
beliau meninggal dalam keadaan Kafir.
Wafatnya
kedua pelindung Nabi, menjadikan hati beliau sangat duka cita, sehingga tahun
kesepuluh kenabian dinamakan “Amul Huzni” artinya tahun
kesedihan.
Sepeninggal
Khadijah dan Abu Thalib, sebagai pelindung dan penasihat Nabi Muhammad SAW,
kafir Quraisy semakin berkuasa mengancam dan menganiaya Nabi, serta agar beliau
menghentikan dakwahnya. Abu Lahab, Hakim bin Ash dan Utbah bin Muit adalah
tetangga dekat Nabi Muhammad SAW. Mereka selalu melempari kotoran dan najis ke
halaman rumah Nabi dan juga jalan yang menuju rumah beliau. Ketika Nabi keluar
rumah, dengan segera mereka melempari kotoran dan najis, bahkan ketika Nabi
menunaikan sholat.
Istri
Abu Lahab selalu meletakkan duri atau pecahan-pecahan di muka pintu Nabi,
sehingga dapat melukai dan mengganggu beliau keluar rumah. Pernah ketika Nabi
sedang memberi pelajaran kepada sahabat-sahabat tentang Agama Islam di masjid,
kaum kafir Quraisy jadi marah. Nabi dan sahabat-sahabat beliau mereka pukul.
Karena
itu, dibuatlah rencana akan menjalankan seruan agama Islam keluar kota makkah,
dengan harapan akan dapat menemukan tempat lain yang sesuai untuk dijadikan
pusat dakwah. Nabi mulai mengunjungi beberapa negeri sambil memperkenalkan diri
pokok-pokok agama Islam kepada penduduk.
Akan
tetapi, Nabi senantiasa juga menemui kesengsaraan dan kesulitan-kesulitan.
Sering kali beliau mendengar penduduk negeri-negeri itu mengejek. Akhirnya
sampailah Nabi bersama Zaid bin Tsabit di negeri Thaif. Negeri Thaif terkenal
berhawa sejuk dan keramahan penduduknya terhadap tamu yang datang.
Di
Thaif Nabi menyeru orang-orang terkemuka di kota itu agar menyembah kepada
Allah SWT. Penduduk Thaif menolak sambil mengusir kedatangan Nabi. Mereka
mencaci maki, mempersorakkan dan melempari Nabi dengan batu.
Untuk
membersihkan darah luka yang mengalir, Nabi berteduh di kebun anggur, kemudian
malaikat Jibril datang dan menjumpainya memohon agar beliau mengijinkan untuk
menghimpit penduduk negeri Thaif dengan dua buah gunung. Nabi menolak dan
berdo’a: Allahummah diqaumi fainnahum la ya’lamun. Artinya: “Ya, Allah
berikanlah petunjuk kepada kaumku, sesungguhnya mereka tidak mengetahui”.
Dari
kejauhan, Addas tukang kebun datang membawakan setangkai anggur untuk diberikan
kepada Nabi dan tuannya. Ketika Nabi memakan, beliau membaca Bismillah. Mendengar
bacaan itu Addas terheran karena apa yang diucapkan Nabi sama dengan apa yang
ia baca dan dia belum pernah mendengar penduduk negeri itu membacanya.
Nabi
bertanya tentang tanah asal usul dan Agama Addas. Ia menjawab “Tanah asalnya
ialah tempat kelahiran Nabi Yunus dan agamanya Nasrani”. Nabi
membacakan kisah Nabi Yunus yang tertera dalam Al-Qur’an, terharu Addas
mendengarnya, lalu ia menyatakan dirinya sebagai pengikut Nabi Muhammad Saw.
3.
Memahami
peristiwa Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad SAW.
Kata “Isra’” berasal dari asal kata : Sin,
Ra, Harful Mu’tal, merupakan bab yang berbeda sekali, yang hamper-hampir
kedua kata ini tidak bias dianalogikan dalam sebuah perumpamaan. Al-Sura
artinya berjalan malam. Dikatakan saraita dan asraita kamu
berjalan. Sebagaimana syairu yang berbunyi : Hayyu al-Nadiroh rabbah
al-Hudri – Asrat ilaika wa lam takun tarsi. Artinya : Hayyun Nadirah ratu
malam berjalan malam kepadamu dan kamu belum berjalan. Pengertian Isra’ menurut
istilah adalah perjalanan Nabi Muhammad SAW, diwaktu malam dari Masjid al-Haram
(Masjid al-Haram) Makkah ke Masjid al-Aqsa di Palestina, bertepatan malam 27
Rajab satu tahun sebelum Hijrahnya Nabi.
Sedangkan kata “Mi’raj” menurut bahasa
berasal dari akar kata : ‘Araja; terdiri dari Ain, Ra, dan Jim.
Memiliki kaidah, pertama, menunjukkan pada kecenderungan; kedua,
menunjukkan bilangan;dan keriga, menunjukkan pada ketinggian (naik). Al-‘Uruj
artinya al-Irtiqa’u (naik). Dikatakan ‘Araja ya’ ruju ‘urujan wa
ma’rojan wal ma’roj artinya tempat naik, sebagaimana Alloh berfirman :
Malaikat dan ruh naik kepada-Nya. Ada yang mengatakan : Hatta iza ma
al-syamsu hammat bi ‘araj. Ada yang mengatakan maksud syair tersebut pada
saat ingin terbenam matahari. Dan jika sekiranya itu benar maka itu bukan
ringkasan dari tafsir dan sesungguhnya makna yang dimaksud adalah hilang
seakan-akan naik ke langit atau naik dan adapun yang menguatkan syair tersebut
denganb syair yang berbunyi : “wa ‘araja al-lail buruj al-Syamsi”
artinya: naiknya malam, tenggelamnya matahari. Ini merupakan perumpamaan yang
benar. Pengertian Mi’raj menurut istilah aadlah naiknya Nabi Muhammad SAW dari
Masjidil al-Aqsha ke langit sampai ke Sidrat al-Muntaha, terus sampai ke tempat
yang paling tinggi untuk menghadap kepada Alloh pada malam 27 Rajab. Mi’raj adalah
kelanjutan dari Isra’ yang dikerjakan oleh Rasulullah SAW dan kedua-duanya
dalam waktu semalam.
Jadi Isra’ Mi’raj adalah perjalanan Nabi pada
malam hari dari Masjid al-Haram ke Masjid al-Aqsa kemudian dilanjutkan ke
Sidrat al-Muntaha guna menghadap kepada Alloh SWT.
D. KESIMPULAN
Makkah merupakan pusat agama Bangsa Arab. Di
sana Rasulullah SAW mulai mengibarkan bendera Islam untuk menghilangkan
kejahiliyahan pada zaman itu, dengan jalan dakwah yang pada waktu periode
Makkah berjalan kira-kira tiga belas tahun. Awal mula beliau mengenalkan Islam
yaitu pertama kali kepada anggota kelaurga dan sahabat karib beliau.
Dakwah pertama kali dilakukan secara
sembunyi-sembunyi dan secara perorangan, bahkan mereka melakukan proses
beribadah pun dengan sembunyi, sampai pada akhirnya turun wahyu, awal surat
Al-Muddatstsir. Untuk berdakwan secara terang-terangan.
Dakwah tidak hanya di Makkah saja, di Madinah
pun masuk dalam area Dakwah beliau, dakwah di sana berjalan kira-kira seuluh
tahun penuh. Ada beberapa faktor yang menyebabkan Rasulullah dan para
sahabatnya tabah dan sabar dalam berdakwah, diantaranya: (1) iman kepada Alloh
dan mengetahuiNya dengan sebenar-benarnya pengetahuan; (2) Nabi Muhammad SAW
sebagai sosok pemimpin yang bisa menyejukkan hati; (3) rasa tanggung jawab; (4)
iman kepada hari akhirat; (5) Al-Qur’an; (6) kabar gemdan bira tentag datangnya
keberhasilan.
Begitu juga peristiwa hisrah Nabi Muhammad SAW
Kehabasyah dan thaif juga termasuk perjalanan dakwah beliau dan para
sahabatnya.
Isra’ Mi’raj adalah perjalanan Nabi pada malam
hari dari Masjid al-Haram ke Masjid al-Aqsa kemudian dilanjutkan ke Sidrat
al-Muntaha guna menghadap kepada Alloh SWT.
E. PENUTUP
Dengan ini kami akhiri pembentangan suatu
khazanah Islam yang unggul ini dengan harapan ianya menjadi wasilah bagi
mencerminkan segelintir isi kandungan yang terkandung didalam ilmu yang besar
ini. Semoga makalah ini menjadi
alat bagi mendatangkan kefahaman
kepada ajaran Tasawuf.
DAFTAR
PUSTAKA
www.wikipedia.org
Al-Mubarak, 2005, Syafiyyurrahman. Sirah
Nabawiyah. Pent. Kathur Suhardi. Jakarta: Pusat Al Kautsra.
Al-Husaini,
Al-Hamid. 2000. Membangun Peradaban Sejarah Nabi Muhammad SAW. Bandung:
Pustaka Hidayah.