Pages

Minggu, 21 Juli 2013

fiqih faroid


BAB I
PENDAHULUAN

A.           Latar Belakang
Proses perjalanan kehidupan manusia adalah lahir, hidup dan mati. Semua tahap itu membawa pengaruh dan akibat hukum kepada lingkungannya, terutama ,dengan orang yang dekat dengannya. Baik dekat dalam arti nasab maupun dalam arti lingkungan.
Kelahiran membawa akibat timbulnya hak dan kewajiban bagi dirinya dan orang lain serta timbulnya hubungan hukum antara dia dengan orang tua, kerabat dan masyarakat lingkungannya.
Demikian juga dengan kematian seseorang membawa pengaruh dan akibat hukum kepada diri,keluarga, masyarakat dan lingkungan sekitarnya, selain itu kematian tersebut menimbulkan kewajiban orang lain bagi dirinya (si mayit) yang berhubungan dengan pengurusan jenazahnya. Dengan kematian timbul pula akibat hukum lain secara otomatis, yaitu adanya hubungan ilmu hukum yang menyangkut hak para keluarganya (ahli waris) terhadap seluruh harta peninggalannya.
Adanya kematian seseorang mengakibatkan timbulnya cabang ilmu hukum yang menyangkut bagaimanacara penyelesaian harta peninggalan kepada keluarganya yang dikenal dengan nama Hukum Waris. Dalam syari’at Islam ilmu tersebut dikenal dengan nama Ilmu Mawaris, Fiqih Mawaris, atau Faraid.
Dalam hukum waris tersebut ditentukanlah siapa-siapa yang menjadi ahli waris, siapa-siapayang berhak mendapatkan bagian harta warisan tersebut, berapa bagian mereka masing-masing bagaimana ketentuan pembagiannya serta diatur pula berbagai hal yang berhubungan dengan soal pembagian harta warisan.

B.            Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas, maka penulis dapat merumuskan beberapa permasalahan yang berkaitan dengan faraid yaitu
1.      Pengertian ilmu faraid, Harta pusaka, Ahli waris dan Sebab perolehannya
2.      Terhalangnya warisan, Ashobah, dan Furudl al- Muqadarah
3.      Hijab, Kaidah, Aul, Pusaka Rahim, dan Wasiat










BAB II
PEMBAHASAN

A.           Pengertian Ilmu Faraid
Faraid dari segi bahasa mempunyai maksud cukup banyak, antaranya yaitu menentukan,memastikan,menghalalkan dan mrewajibkan.Menurut istilah Faraid adalah pembagian harta seorang islam yang telah meninggal dunia. Adapun kata faraid dalam kontek kewarisan adalah bagian para waris.
Faraid dalam istilah mawaris dikhususkan untuk suatu bagian para ahli waris yang telah ditentukan besar kecilnya oleh syara. Sedangkan ilmu faraid oleh sebagian ulama maknanya ilmu fiqih yang berpautan dengan pembagian harta pusaka, pengetahuan tentang cara perhitungan yang dapat menyampaikan kepada pembagian harta pusaka, dan pengetahuan tentang bagian-bagian yang wajib dari harta peninggalan oleh setiap pemilik harta pusaka.
Sedangkan Menurut istilah Fiqih faraid adalah apa yang ditinggalkan orang mati berupa harta atau hak-hak yang karena kematiannya itu menjadi hak ahli warisnya. Jadi disebut ilmu  faraid karena dalam pembagian harta warisa telah ditentukan  siapa-siapa ahli waris yang berhak menerima warisan, siapa yang tidak berhak menerima, serta bagian-bagian tertentu yang diterimanya.

B.            Beberapa Hak Yang Bersangkutan Dengan Harta Pusaka
Apabila seorang muslim meninggal dunia dan meninggalkan harta benda, maka setelah manyat dikuburkan, keluarganya wajib mengelola harta peninggalannya dengan langkah-langkah berikut;
1.        Pertama, membiayai perawatan jenazahnya.
2.        Kedua, membayar zakatnya jika si mayat belum mengeluarkan zakat sebelum meninggal.
3.        Ketiga, membayar utang-utangnya apabila mayat meninggalkan utang.
4.        Keempat, membayarkan wasiatnya, jika mayat berwasiat sebelum meninggal dunia.
5.        Kelima, setelah dibayarkan semua, barulah harta peninggalan si mayat dibagi kepada ahli waris berdasarkan ketentuan hukum faraid  

C.           Sebab-Sebab Pusaka
Sebab-sebab memperoleh harta warisan seorang berhak memperoleh harta waris disebabkan oleh hal-hal berikut :
1.        Perkawinan, yaitu adanya ikatan yang sah antara laki-laki dan perempuan sebagai suami istri yang tidak terhalang oleh siapapun.
2.        Kekerabatan , yaitu hubungan nasab antara orang yang mewariskan danorang yang mewarisi yang disebeabkan oleh kelahiran. Hubungan ini tidak akanterputus karena yang menjadi sebab adanya seseorang tidak bisa dihilangkan.
3.        Memerdekakan dari perbudakan
4.        Ada hubungan sesama muslim(jika yang meninggal tidak mempunyai ahli waris),maka harta peninggalannya diserahkan ke baitul mal untuk umat islam dengan jalan pusaka

D.           Ahli Waris
Orang orang yang boleh (mungkin) mendapatkan pusaka dari seseorang yang meninggal dunia ada 25 orang,15 orang dari pihak laki-laki dan 10 orang dari pihak perempuan:
1.        Dari pihak laki-laki
a.      Anak laki-laki, dari yang meninggal.
b.      Anak laki-laki dari anak laki-laki(cucu) dari pihak laki-laki
c.      Bapak yang meninggal
d.     Datuk (kakek) dari pihak bapak.
e.      Saudara laki-laki seibu dan sebapak
f.       Saudara laki-laki sebapak saja
g.      Saudara laki-laki seibu saja
h.      Anak laki-laki dari saudara laki-laki yang seibu-sebapak
i.        Anak laki-laki dari saudara laki-laki  yang sebapak saja
j.        Saudara laki-laki bapak (paman) dari pihak bapak yang seibu-sebapak
k.      Saudara laki-laki bapak (paman) yang sebapak saja
l.        Anak laki-laki dari paman yang seibu sebapak
m.    Anak laki-laki dari paman yang sebapak saja
n.      Suami
o.      Laki-laki yang memerdekakan mayat

2.        Dari pihak perempuan
a.      Anak perempuan
b.      Cucu perempuan dari anak laki-laki.
c.      Ibu
d.     Ibu dari pihak bapak
e.      Ibu dari ibu  terus keatas  pihak ibu  sebelum berselang laki-laki
f.       Saudara perempuan yang seibu-sebapak
g.      Saudara perempuan  yang sebapak
h.      Saudara perempuan yang ibu
i.        Istri
j.        Perempuan yang memerdekakan simayat
Jika 10 orang tersebut diatas ada semuanya, maka yang dapat mewarisi dari mereka itu hanya 5 orang saja yaitu
1.      Istri
2.      Anak perempuan
3.      Anak perempuan dari anak laki-laki
4.      Ibu
5.      Saudara perempuan yang seibu-sebapak

E.            Terhalangnya Warisan
Sebab-sebab terhalangnya warisan
1.        Hamba: seorang hamba tidak mendapat pusaka dari keluarganya yang meninggal dunia selama ia masih bersifat hamba. Sebagaimana firman Allah dalam surat an-Nahl ayat 75:
عبدامملوكالايقدرعلى شيئ 
Artinya : “Hamba yang dimiliki tidak mempunyai kekuasaan atas suatu apa pun.”
(Q.S An-Nahl :75)
2.        Pembunuh: orang yang membunuh keluarganya tidak mendapat pusaka dari keluarganya yang dibunuhnya itu. Sebagaimana hadist nabi yang diriwayatkan oleh imam Nasa’i.
رواه النسائ)لايرث القاتل من المقتول شيئا
Artinya : “Yang membunuh tidak mewarisi dari yang dibunuhnya.”(HR. Nasa’i)

3.        Murtad; Ahli waris keluar dari Agama Islam. Sebagaimana hadist nabi Muhammad SAW
عن ابي بردةقال بعثني رسول الله صلى الله عليه وسلم الى رجل عرس باءمراةابيه فاءمرنى ان اضرب عنقه واخمس ماله وكان مرتدا
Artinya : “Diriwayatkan dari Abu Bardah, ia Berkata: “Saya telah diutus oleh Rosulullah SAW. Kepada seorang laki-laki yang kawin dengan istri bapaknya. Nabi besar SAW menyuruh supaya saya membunuh laki-laki tersebut dan membagi hartanya sebagai harta rampasan, sedangkan laki-laki tersebut murtad.”
4.        Kafir; ahli waris bukan muslim.
لايرث المسلم الكافرولاالكافرالمسلم.  (رواه الجماعه)
Artinya : “Tidak mewarisi orang islam akan orang yang bukan Islam, demikian pula yang bukan Islam tidak pula mewarisi orang Islam (HR. Jama’ah).”

F.            Ashobah :
Pengertian Ashobah yaitu ahli waris yang mendapat bagian warisannya tidak ditentukan,  yaitu setelah diambil oleh ahli waris yang termasuk dzawil furudh.
Ashobah terbagi menjadi tiga bagian yaitu Ashobah binafsihi, ashobah bighoirihi dan ashobah ma’a ghoirihi
1.        Asobah Binafsihi
Asobah bin Nafsi adalah ahli warits yang mendapatkan bagian ashobah dengan sendirinya. Bukan karena adanya muassib atau mumattsil, ataupun karena adanya anak perempuan atau cucu perempuan.
Di antara ahli warits yang mendapatkan bagian Asobah Binafsihi yaitu:
a.      Anak laki-laki
b.      Cucu laki-laki
c.      Bapak
d.     Kakek
e.      Saudara laki-laki sekandung
f.       Saudara laki-laki sebapak
g.      Anak saudara laki-laki skg
h.      Anak saudara laki-laki sbp
i.        Paman sekandung
j.        Paman sebapak
k.      Anak paman sekandung
l.        Anak paman sebapak
Keterangan:
Bapak mendapatkan Asobah Binafsihi dengan syarat tidak ada anak laki-laki, anak perempuan, cucu laki-laki, cucu perempuan (faro warits).


Hukum bagian ahli warits yang mendapatkan asobah binafsihi diantaranya:
a.       Bila menyendiri maka dia berhak mengambil semua harta warits.
b.      Mengambil sisa harta waritsan apabila pembagian hartanya sudah dibagikan kepada ahli warits yang mendapatkan bagian tertentu dari harta itu.
عن ابي هريرة رضي الله عنه قال : الحقوالفرائض باهلها فمابقي فهولاولى رجل دكر        متفق عليه
Artinya:
"Serahkanlah waritsan itu kepada ahlinya adapun sisanya kepada ahli warits laki-laki yang terdekat." (Muttafaqun ‘Alaihi).
c.       Terputus apabila harta yang dibagikan itu kehabisan oleh ahli warits yang lain.
Dengan dalil di atas sudah jelas bahwa ahli warits laki-laki berhak mendapatkan sisa dari harta waritsan.



2.        Asobah bigoirihi
       Asobah Bigoirihi adalah asobah dengan yang lainnya yang mendapatkan Asobah Bigoirihi yaitu:
a.      Anak laki-laki dengan anak perempuan
b.      Cucu laki-laki dengan cucu perempuan
c.       Saudara laki-laki dengan saudara perempuan
Ketentuan bagi yang mendapatkan asobah bigoirihi:
Bagi anak laki-laki bagiannya adalah dua kali bagian anak perempuan.

3.        Asobah Ma’a Ghairihi
Asobah ma’a goirihi adalah asobah bersama yang lainnya. Adapun yang berhak mendapatkan bagian asobah ma’a goirihi yaitu
a.       Saudara perempuan dengan anak atau cucu perempuan.
Ketentuan bagi yang mendapatkan Asobah ma’a goirihi:
Mengambil sisa-sisa ahli warits yang lain.

G.           Furudhul Muqaddarah (ketentuan kadar bagian masing-masing)
Furudul muqaddarah  atau ketentuan bagian ahli waris ada beberapa macam. Terkadang, ketentuan itu bisa berubah-ubah karena suatu sebab. Berikut ketentuan-ketentuan bagian ahli waris dan pembahasannya.
1.        Yang mendapat bagian setengah (1/2) adalah :
a.      Anak perempuan tunggal.
b.      Cucu perempuan tunggal tunggal dari anak Laki-laki.
c.      Saudara perempuan sekandung sebapak (jika sekandung tidak ada).
d.     Suami jika istri yang meninggal tidak mempunyai anak.
2.        Yang mendapat bagian seperempat (1/4) adalah :
a.      Suami jika istri yang meninggal punya anak
b.      Istri jika suami yang meninggal tidak mempunyai anak.
3.        Yang mendapatkan bagian seperdelapan (1/8) adalah ;
a.      Istri jika suami yang meninggal mempunyai anak

4.        Yang mendapat bagian dua pertiga (2/3) adalah ;
a.      Dua anak perempuan atau lebih jika tidak anak laki-laki
b.     Dua cucu atau lebih dari anak laki-laki  jika tidak ada anak perempuan
c.      Dua saudara perempuan sekandung atau lebih
d.     Dua saudara perempuan atau lebih yang sebapak jika yang sekandung tidak ada
5.        Yang mendapat bagian sepertiga (1/3) adalah ;
a.     Ibu jika yang meninggal tidak mempunyai anak atau saudara perempuan
b.     Dua saudara perempuan atau lebih jika yang meninggal tidak mempunyai anak atau orang tua
6.        Yang mendapat bagian seperenam (1/6) adalah ;
a.     Ibu jika anak atau cucu dari anak laki-laki, atau tidak ada dua saudara atau lebih, sekandung atau seribu saja
b.    Bapak jika ada anak atau cucu dari anak laki-laki (baik laki-lakimaupun perempuan).
c.     Nenek jika ibu tidak ada
d.    Cucu perempuan dari pihak laki-laki
e.     Datuk beserta anak atau cucu laki-laki jika bapak tidak ada
f.     Saudara yang seibu,baik laki-laki maupun perampuan
g.    Saudara perempuan yang sebapak saja

H.           Hijab (sebab-sebab tidak mendapat warisan)
Hijab adalah penghapusan hak waris seseorang, baik penghapusan sama sekali ataupun pengurangan bagian harta warisan karena ada ahli waris yang lebih dekat pertaliaannya ( hubungannya ) dengan orang yang meninggal.
Oleh karena itu hijab terbagi menjadi dua macam, antara lain yaitu:
1.      حِجَابْ حِرْمَانِ (hijab hirman) yaitu penghapusan seluruh bagian , karena ada ahli waris yang lebih dekat hubungannya dengan orang yang meninggal itu. Contoh cucu laki-laki dari anak laki-laki, tidak mendapat bagian selama ada anak laki-laki.

2.      حِجَابْ نُقْصَانْ (hijab nuqshon) yaitu pengurangan bagian dari harta warisan, karena ada ahli waris lain yang bersama-sama dengan dia. Contoh : ibu mendapat 1/3 bagian, tetapi yang meninggal itu mempunyai anak atau cucu atau beberapa saudara, maka bagian ibu berubah menjadi 1/6.
Dengan demikian ada ahli waris yang terhalang (tidak mendapat bagian) yang disebut  مَحْجُوْبٌ حِرْمَانِ (mahjub hirman), ada ahli waris yang hanya bergeser atau berkurang bagiannya yang disebut  مَحْجُوْبٌ نُقْصَانْ (mahjub nuqshan) Ahli waris  yang terakhir ini tidak akan terhalang meskipun semua ahli waris ada, mereka tetap akan mendapat bagian harta warisan meskipun dapat berkurang. Mereka adalah ahli waris dekat yang disebut  الاَقْرَبُوْنَ  (Al Aqrabun) mereka terdiri dari : Suami atau istri, Anak laki-laki dan anak perempuan, Ayah dan ibu.

I.              Kaidah Berhitung
Pada uraian di muka sudah diterangkan tentang ketentuan bagian masing-masing ahli waris. Di antara mereka ada yang mendapat ½ , ¼, 1/8, 1/3, 2/3 dan 1/6. Kita lihat bahwa semua bilangan tersebut adalah bilangan pecahan.
Cara pelaksanaan pembagian warisannya adalah dengan cara menetukan dan mengidentifikasi ahli waris yang ada. Kemudian menetukan di antara mereka yang termasuk :
1.       Ahli warisnya yang meninggal;
2.       Ahli waris yang terhalang karena sebab-sebab tertentu, seperti membunuh, perbedaan agama, dan menjadi budak.
3.       Ahli waris yang terhalang oleh ahli waris yang lebih dekat hubungannya dengan yang meninggal;
4.       Ahli waris yang berhak mendapatkan warisan.
Cara pelaksanaan pembagian :  jika seorang mendapat bagian 1/3 dan mendapat bagian ½, maka pertama-tama kita harus mencari KPK ( Kelipatan Persekutuan Terkecil) dari bilangan tersebut. KPK dari kedua bilangan tersebut adalah 6, yaitu bilangan yang dapat dibagi dengan angka 3 dan 2
Untuk menentukan ahli waris yang mendapatkan harta warisan, maka harus diketahui siapa ahli waris yang terhalang (terhijab), siapa yang mendapat bagian tertentu, siapa yang menjadi ashabah, berapa KPK/AM nya.       
     
Contoh 1
Seseorang meninggal dunia, meninggalkan ahli waris yang terdiri atas suami, bapak, dan seorang anak perempuan. Harta warisan yang harus dibagikan adalah uang sejumlah Rp. 20.000.000,00. Hitunglah bagian masing-masing ahli waris :

Langkah 1
Ahli Waris
Bagian
Keterangan
Suami
1/4
Karena ada anak
Anak Perempuan
1/2
Karena tunggal
Bapak
Ashabah
Karena tidak ada anak laki-laki


KPK/Asal Masalahnya = 4

 Langkah 2
Ahli Waris
Bagian
AM = 4
Jumlah Bagian
Suami
1/4
¼ x 4
1
Anak Perempuan
1/2
½ x 4
2
Bapak
Ashabah
Ashabah/sisa
4 – 3 = 1
 Langkah 3
Ahli Waris
Bagian
Jumlah bagian
Suami
¼ x Rp. 20.000.000,00
Rp.   5.000.000,00
Anak Perempuan
½ x Rp. 20.000.000,00
Rp. 10.000.000,00
Bapak
¼ x Rp. 20.000.000,00
Rp.   5.000.000,00
Jumlah
Rp. 20.000.000,00

J.             Pembagian ‘Aul
Secara bahasa ‘aul (عول) bermakna ‘naik’ atau ‘meluap’.  Al ‘aul bisa juga berarti ‘bertambah’ atau “ menaikkan jumlah bagian ahli waris terhadap Asal Masalah “.
Sedangkan definisi ‘aul menurut istilah fuqaha yaitu bertambahnya jumlah bagian –bagian, disebabkan kurang pendapatan yang harus diterima oleh ahli waris, sehingga jumlah bagian semuannya berlebih dari Asal Masalahnya atau KPK. ‘Aul terjadi saat makin banyaknya ashabul furud sehingga harta yang dibagikan habis. Padahal masih ada diantara para ahli waris yang belum menerima bagian. Dalam keadaan tersebut kita harus menaikkan atau menambah pokok masalahnya sehingga seluruh harta waris dapat mencukupi jumlah ashabul furud yang ada, meskipun bagian mereka menjadi berkurang.
‘Aul dalam pembagian warisan adalah cara mengatasi kesulitan pembagian warisan jika asal masalah yang dilambangkan angka pembilang lebih kecil dari jumlah penyebutnya. Penyelesaian masalah ini adalah dengan membulatkan angka pembilangnya.
Contoh kasus 1: 
Seseorang meninggal dengan Ahli waris, terdiri dari suami dan dua sdr. Perempuan kandung, dengan harta peninggalan 14.400.000,00. Berapa bagian masing-masing ahli waris ?

Langkah 1
NO
Ahli Waris
Bagian
AM = 6
1.
2.
Suami
2 Sdr. Perempuan sekandung
½ ( tidak ada anak)
2/3 ( tidak ada anak)
½  x  6    = 3     
2/3 x 6    = 4     

Jumlah
              =  7  bagian  


Langkah 2
NO
Ahli Waris
Bagian
Jumlah Bagian
1.
2.
Suami
2 Sdr. Perempuan sekandung
3/7 x Rp. 1.400.000,00
4/7 x Rp. 1.400.000,00
Rp.   600.000,00
Rp.   800.000,00
Jumlah
 Rp.1.400.000,00         

Pada contoh di atas dapat dilihat bahwa jumlah pembilang adalah 7 ( jumlah angka bagian ahli waris ), lebih besar dari jumlah penyebut yaitu 6 ( yang menjadi angka jumlah  harta peninggalan /menjadi AM). Oleh karena itu angka 6 di’aul menjadi 7, sehingga bagian masing-masing ahli waris sbb :

1.       Suami dari 3/6 menjadi 3/7 x jumlah harta
2.       Dua sdr. perempuan sekandung 4/6 menjadi 3/7 x jumlah harta

K.           PUSAKA RAHIM
Pusaka Rahim adalah saudara dari orang yang meninggal yang tidak termasuk dalam ahli waris. Jika harta waris tidak habis dibagi maka ahli waris tersebut mendapat kembali sebagian harta yang tersisa sesuai dengan perbandingan masing-masing sampai habis terbagi (kecuali suami istri dimana mereka tidak berhak memperoleh haknya lagi)
Jika ahli waris lain tidak ada (yang ada Cuma suami istri) maka sisa harta atau sisa salah seorang suami atau istri , diberikan kepada Rahim, jika ternyata rahim tidak ada diberikan ke baitul mal.

L.             Wasiat
Wasiat adalah pesan tentang suatu  kebaikan yang akan dilaksanakan setelah orang yang berwasiat itu meninggal dunia. Misal orang yang menjelang mati berpesan terhadap orang lain (bukan ahli warisnya), bahwa ia (orang lain) itu akan mendapat sebagaian harta peninggalannya. Pelaksanaannya setelah yang berwasiat itu meninggal dunia, sebelum membagikan harta peninggalan kepada ahli warisnya. Wasiat tidak boleh ditujukan kepada orang yang termasuk ahli waris, hadits nabi :
عَنْ اَبِى أُمَمَةَ : سَمِعْتُ ص.م يَقُوْلُ إِنَّ اللهَ قَدْ اَعْطَى كُلَّ ذِى حَقِّ حَقَّهُ فَلاَ وَصِيَّةَ لِوَارِثِ  (رواه الخمسة إلا النساء)
Artinya : Dari Abu Umamah, beliau berkata, saya telah mendengar Nabi bersabda, “Sesungguhnya Allah SWT telah menentukan hak tiap-tiap ahli waris, maka tidak ada hak wasiat”

Wasiat hukumnya sunah, apabila tidak lebih dari sepertiga harta, tetapi bagi yang masih mempunyai kewajiban yang belum terpenuhi, umpamanya mempunyai hutang yang belum dibayar, atau zakat yang belum ditunaikan, maka wasiat wasiat mengenai hal-hal yang demikian hukumnya wajib.
Wasiat hanya ditujukan kepada orang yang bukan ahli waris, sedangkan kepada ahli waris tidak syah kecuali apabila direlakan oleh ahli waris yang lainnya sesudah meninggalnya yang berwasiat. Sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur’an bahwa harta warisan dibagikan setelah pelaksaaan wasiat.
“Sesudah dibayar wasiat yang diwasiatkannya.” (QS. An Nisa/4 : 11)
مَا حَقُّ إِمْرِى مُسْلِمٍ لَهُ شَيْئٌ يُرِيْدُ اَنْ يُوْصِيَ فِيْهِ يَبِيْتُ لَيْلَتَيْنِ إِلاَّ وَوَصِيَّتُهُ مَكْتُوْبَةٌ عِنْدَهُ
Artinya :“Tidak ada seorang muslim yang mempunyai sesuatu, yang pantas diwasiatkan sampai dua malam, melainkan hendaknya diwasiatnya tertulis di sisi kepalanya (HR. Saikhani dan lainnya)

Seyogyanya berwasiat itu dilakukan dan disaksikan sekurang-kurangnya oleh dua orang saksi yang adil, agar beres dikemudian hari. Wasiat dapat dibatalkan oleh orang yang berwasiat sebelum ia meninggal dunia.
  






BAB III
PENUTUP

A.          KESIMPULAN          
Ilmu faraid merupakan salah satu displin ilmu didalam islam yang sangat utama dipelajari. Dengan menguasai ilmu faraid,maka insyaallah kita dapat mencegah perselisihan dalam pembagian harta warisan,sehingga orang yang mempelajarinya akan mempunyai kedudukan yang tinggi dan mendapatkan pahala yang benar-benar disisi allah swt. Didalam membagi warisan kita harus membaginya secara adil berdasarkan syariat islam yang telah disampaikan melalui al-quran, sunnah rasulnya serta ijma para ulama.oleh karena itu kita harus berhati-hati dalam membagi harta warisan jangan sampai orang yang berhak untuk mendapatkan hak waris menurut syariat islam menjadi tidak mendapat hak warisnya. Dan sebaliknya malah orang yang tidak berhak menjadi mendapatkan harta warisan
Harta yang dibahagikan kepada ahli waris adalah baki harta yang ditinggalkan setelah ditolak segala pembiayaan pengurusan jenazah, hutang pewaris (zakat, nazar, dll) dan wasiat yang dibenarkan oleh syarak (tidak melebihi 1/3 dari jumlah harta). Bentuk harta yang boleh dibahagikan secara Faraid ialah:
1.        Tanah
2.        Bangunan (rumah)
3.        Barang kemas (emas, perak dll)
4.        Insurans dan Wang tunai (sama ada dilaburkan atau tidak)
5.        Binatang ternakan seperti kambing, lembu, unta, kerbau dll.
Jalan untuk melakukan pembahagian pusaka ialah dengan terlebih dahulu meneliti siapakah di antara waris yang berhak menerima pusaka dengan jalan Ashabul-Furud, kemudian dicari siapakah yang Mahjud, barulah bakinya diberikan kepada yang berhak menerima Asabah.
 
B.           SARAN
Demikian makalah yang dapat kami susun ,semoga apa yang ada didalamnya bermanfaat bagi semua pembaca dan khususnya pemakalah. Kritik dan saran yang membangun senantiasa kami nantikan demi kesempurnana makalah kami,kurang lebihnya kami pemakalah mohon maaf atas kesalahan yang ada dan akhirnya kami ucapka banyak terimakasih.


KITAB AL - FARAID

MAKALAH
Disusun Guna memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Fiqih
Dosen Pengampu : H. Amin Farih, M. Ag


 










Disusun Oleh :

1.          SITI KHOTIJAH           NIM : 123911287
2.          SUCI EKA MARYATI  NIM : 123911288




PROGRAM DMS SI PGMI FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Apa komentar dan masukan anda dengan blog ini ?

Followers