Pages

Minggu, 21 Juli 2013

kitab shalat


KITAB AL-SHALAT

Makalah
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah: Fiqih
Dosen Pengampu : H. Amin Farih, M. Ag.




Disusun oleh :
1.     Mustofina                   (123911220)
2.     Najih Marzuki (123911221)
3.     Noor Qomariah          (123911222)


PROGRAM  DUAL  MODE  SISTEM  (S1)
IAIN WALISONGO SEMARANG
TAHUN 2013
BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Shalat merupakan penghambaan dan kebutuhan diri kepada Allah. Dari sini maka shalat dapat dijadikan media permohonan ataupun pertolongan dalam menyingkirkan segala bentuk kesulitan yang ditemui manusia dalam perjalanan hidupnya.
Selain shalat, dzikir juga mempunyai pengaruh kuat terhadap diri seorang hamba. Dengan dzikir, maka manusia akan lebih mengingat Tuhan atas segala apa yang telah di anugrahkan kepadanya.
Berikut ini makalah yang membahas tentang shalat, dzikir dan disertai dengan macam-macam sujud yang seharusnya dipelajarai dan diamalkan oleh setiap kaum muslimin.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud shalat fardhu, dan kapan waktunya?
2.      Apa syarat wajib dan syarat sahnya shalat, serta bagaimana penjelasan kiblat ke ka’bah?
3.      Apa saja yang menjadi rukun shalat, sunah shalat, dan  mubtilat al-shalat?
4.      Sujud dibagi menjadi berapa dan apa saja yang termasuk shalat jama’ qasar?
5.      Bagaimana penjelasan tentang shaalat jum’at dan zikir?
6.      Apa saja yang termasuk shalat sunah, dan kapan waktu yang dilarang shalat serta bagaimanakah shalat khauf itu?











BAB II
PEMBAHASAN

1.      Salat Fardhu dan Waktunya
Shalat menurut arti bahasa adalah do’a, sedangkan menurut terminologi syara’ adalah sekumpulan ucapan dan perbuatan yang diawali dengan takbir, dan diakhiri dengan salam. Sedangkan yang dimaksud dengan shalat fardhu adalah yang shalat yang wajib dikerjakan oleh umat muslim yang jumlahnya ada lima waktu (shlat zhuhur, shalat ashar, shalat maghrib, salat isya’, dan shalat subuh).
Waktu merupakan penyebab dhahir diwajibkannya shalat, sedangkan penyebab hakikinya adalah perintah atau ketetapan dari Allah SWT. Shalat fardhu mempunyai waktu pelaksanaan sendiri-sendiri, mulai dari shalat zhuhur hingga subuh. Berikut ini penjelasan tentang waktu shalat fardhu:
سُئِلَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم عَنْ وَقْتِ الصَّلَوَاتِ، فَقَالَ: وَقْتُ صَلاَةِ الْفَجْرِ مَا لَمْ يَطْلُعْ قَرْنُ الشَّمْسِ الْأَوَّلِ، وَوَقْتُ صَلاَةِ الظُّهْرِ إِذَا زَالَتِ الشَّمْسُ عَنْ بَطْنِ السَّمَاءِ مَا لَمْ يَحْضُرِ الْعَصْرُ، وَوَقْتُ صَلاَةِ الْعَصْرِ مَا لَمْ تَصْفَرَّ الشَّمْسُ وَيَسْقُطْ قَرْنُهَا الْأَوَّلُ، وَوَقْتُ صَلاَةِ الْمَغْرِبِ إِذَا غَابَتِ الشَّمْسُ مَا لَمْ يَسْقُطِ الشَّفَقُ، وَوَقْتُ صَلاَةِ الْعِشَاءِ إِلَى نِصْفِ اللَّيْلِ
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya tentang waktu shalat (yang lima), beliau pun menjawab, “Waktu shalat fajar adalah selama belum terbit sisi matahari yang awal. Waktu shalat zhuhur apabila matahari telah tergelincir dari perut (bagian tengah) langit selama belum datang waktu Ashar. Waktu shalat ashar selama matahari belum menguning dan sebelum jatuh (tenggelam) sisinya yang awal. Waktu shalat maghrib adalah bila matahari telah tenggelam selama belum jatuh syafaq1. Dan waktu shalat isya adalah sampai tengah malam.” (HR. Muslim no. 1388)

a.       Subuh
Dari terbit fajar shodiq sampai terbenanmya matahari.
Description: Description: Description: Description: Description: Description: Description: Description: Description: F:\sbh.jpg
b.      Dzuhur
Pada saat matahari tergelincir dari pertengahan langit (pada saat panjang bayangan kurang dari panjang benda)
Description: Description: Description: Description: Description: Description: Description: Description: Description: F:\dhr.jpg
c.       Ashar
Pada saat panjang bayangan lebih dari panjang benda.
Description: Description: Description: Description: Description: Description: Description: Description: Description: F:\ashr.jpg
d.      Maghrib
Saat tenggelamnya matahari hingga hilangnya syafaq (awan merah)
Description: Description: Description: Description: Description: Description: Description: Description: Description: F:\grb.jpg





e.       Isya’
Mulai hilangnya mega merah sampai terbit fajar
Description: Description: Description: Description: Description: Description: Description: Description: Description: F:\waktushalat (1).jpg

2.      Syarat Wajib, Sahnya Salat, dan Kiblat Ke Ka’bah
1)      Syarat wajib shalat
v  Islam
v  Berakal
v  Suci dari haid dan nifas
v  Sampainya dakwah
v  Mampu melaksanakan
v  Baligh
2)      Syarat sahnya shalat
v  Suci dari dua hadats (hadats kecil dan hadats besar)
v  Suci dari najis (badan, pakaian, tempat shalat)
v  Menutup aurat
v  Mengahdap kiblat
v  Yakin sudah masuk waktu shalat
3)      Kiblat ke ka’bah
Hal ini merujuk pada ketetapanAl-Qur’an, sunnah, dan kesepakatan ulama (ijma’). Allah berfirman :
ôs% 3ttR |==s)s? y7Îgô_ur Îû Ïä!$yJ¡¡9$# ( y7¨YuŠÏj9uqãYn=sù \'s#ö7Ï% $yg9|Êös? 4 ÉeAuqsù y7ygô_ur tôÜx© ÏÉfó¡yJø9$# ÏQ#tysø9$# 4 ß]øŠymur $tB óOçFZä. (#q9uqsù öNä3ydqã_ãr ¼çntôÜx© 3 ¨bÎ)ur tûïÏ%©!$# (#qè?ré& |=»tGÅ3ø9$# tbqßJn=÷èus9 çm¯Rr& ,ysø9$# `ÏB öNÎgÎn/§ 3 $tBur ª!$# @@Ïÿ»tóÎ/ $£Jtã tbqè=yJ÷ètƒ ÇÊÍÍÈ  
“Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, Maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. dan dimana saja kamu berada, Palingkanlah mukamu ke arahnya. dan Sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al kitab (Taurat dan Injil) memang mengetahui, bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari Tuhannya; dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan.” (QS. Al-Baqarah:144)
Para ulama’ juga sepakat bahwa menghadap ka’bah ketika mampu dan dalam keadaan aman adalah hal yang harus dilakukan dan dijadikan sebagai sandaran sahnya shalat. Hal ini berlaku jika posisinya dekat dengan ka’bah, dimana fisik ka’bah dapat dilihat. Sedangkan jika jauh dari ka’bah, maka pendapat yang lebih unggul adalah pendapat yang dikatakan oleh mayoritas ulama’ bahwa yang dituntut adalah menghadap ke arah ka’bah bukan menghadap ke bentuk fisik ka’bah.

3.      Rukun Shalat, Sunah Shalat, dan  Mubtilat Al-Shalat
1.      Rukun Shalat
Kata arkan adalah bentuk plural dari kata rukn, menurut arti bahasa berarti sisi yang kuat. Sedangkan menurut terminologi rukn berarti sesuatu yang menjadi bagian dari sesuatu yang lain dan keabsahannya tergantung pada sesuatu tersebut. Rukun shalat dapat diringkas sebagai berikut:
a.       Niat                                  
b.      Takbiratul ihram
c.       Berdiri tegak jika mampu
d.      Membaca surat Al-Fatikhah pada tiap-tiap raka’at
e.       Ruku’ dengan tuma’ninah
f.       I’tidal dengan tuma’ninah
g.      Sujud dua kali dengan tuma’ninah
h.      Duduk antara dua sujud dengan tuma’ninah
i.        Duduk tasyahud akhir dengan tuma’ninah
j.        Membaca tasyahud akhir
k.      Membaca shalawat Nabi pada tasyahud akhir
l.        Membaca salam yang pertama
m.    Tertib

2.      Sunah Shalat
Shalat memiliki beberapa kesunahan yang sebaiknya dipelihara dan diperhatikan oleh pelaku shalat, agar shalatnya menjadi lebih sempurna dan berbuah pahala. Sunah-sunah tersebut antara lain: mengangkat kedua tangan ketika takbiaratul ihram; meletakkan tangan kanan diatas tangan kiri ketika bersedekap; memebca do’a iftitah; memabaca ta’awudz; memebca amin; memebaca surat Al-Qur’an pada dua raka’at pertama; mengeraskan bacaan fatihah dan surat pada rakaat pertama dan kedua; membaca takbir ketika gerakan naik turun; membaca tasbih ketika ruku’ dan sujud; membaca samia’llahuliman hamidah, dan rabbana lakual hamdu…; meletakkan telapak tangan di atas paha ketika tasyahud awal dan akhir; duduk iftirasy; duduk tawaru (bersimpuh) pada waktu tasyahud akhir; membca salam kedua; memalingkan muka kekanan dan kekiri ketika salam.

3.      Mubtilat Al-Shalat
Shalat dinyatakan batal apabila mushalli melakukan hal-hal yang mengeluarkan dari statusnya sebagai ibadah yang menjadi media pendekatan diri kepada Allah SWT. Dibawah ini beberapa hal yang membatalkan shalat antara lain:
1.      Berbicara dengan sengaja serta mengetahui keharamannya dan bukan untuk membenarkan kesalahan shalat
عَنْ زَيْدِ بْنِ أَرْقَمَ قَالَ كُنَّا نَتَكَلَّمُ فِي الصَّلَاةِ يُكَلِّمُ الرَّجُلُ صَاحِبَهُ وَهُوَ إِلَى جَنْبِهِ فِي الصَّلَاةِ حَتَّى نَزَلَتْ وَقُومُوا لِلَّهِ قَانِتِينَ فَأُمِرْنَا بِالسُّكُوتِ (وَنُهِينَا عَنْ الْكَلَامِ )
Dari Zaid bin Arqam, dia berkata: “Dahulu kami berbicara di dalam shalat. Seseorang berbicara kepada kawannya yang ada di sampingnya di dalam shalat, sehingga turun (ayat, Red): ‘Berdirilah untuk Allah (dalam shalatmu) dengan khusyu' (Al Baqarah:238, Red). (Kemudian kami diperintahkan diam dan dilarang berbicara).” [HR Bukhari, no. 1.200; Nasa’i (3/18); tambahan dalam kurung riwayat Muslim, no. 539; Tirmidzi,no.4003;Abu-Dawud,-no.936].

2.      Makan dan minum dengan sengaja
Ibnul Mundzir t berkata: “Ulama (telah) sepakat, barangsiapa makan atau minum di dalam shalat fardhu (wajib) dengan sengaja, dia wajib mengulangi (shalat).” (Al Ijma’, 40). Demikian juga di dalam shalat tathawwu’ (sunah) menurut mayoritas ulama, karena yang membatalkan (shalat) fardhu juga membatalkan (shalat) tathawwu’.
3.      Melakukan banyak gerakan yang jika dilihat orang lain dari kejauhan maka akan timbul suatu keyakinan bahwa orang tersebut tidak dalam keadaan shalat.
4.      Pelaku shalat berpaling dari kiblat, meningglakan salah satu rukunnya tanpa adanya udzur, mendahului imam satu rukun secara sengaja dengan tidak membenarkan posisinya.

عَنْ خَالِدٍ عَنْ بَعْضِ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَأَى رَجُلًا يُصَلِّي وَفِي ظَهْرِ قَدَمِهِ لُمْعَةٌ قَدْرُ الدِّرْهَمِ لَمْ يُصِبْهَا الْمَاءُ فَأَمَرَهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يُعِيدَ الْوُضُوءَ وَالصَّلَاةَ
Dari Khalid, dari sebagian sahabat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam melihat seorang laki-laki sedang melakukan shalat, sedangkan pada luar telapak kakinya terdapat bagian kering seukuran uang dirham yang tidak terkena air (wudhu’), maka Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkannya untuk mengulangi wudhu dan shalatnya. [HR Abu Dawud, no. 175; Ibnu Majah, no. 399; dishahihkan oleh Syaikh Al Albani].

4.      Sujud dan Shalat Jama’ Qasar
1.      Sujud dibagi menjadi tiga, yakni sujud tilawah, sujud syukur, dan sujud sahwi. Dibawah ini merupakan keterangan dari masing-masing sujud:
a.          Sujud Tilawah
Sujud tilawah adalah sujud yang dilakukan ketika seseorang membaca atau mendengar ayat sajdah, disunahkan untuk bertakbir lalu bersujud satu kali, kemudian bertakbir lagi untuk bangun dari sujudnya itu. Hukum melaksanakn sujud tilawah adalah sunah. Didalam Al-Qur’an ada 15 tempat untuk sujud tilawah, di antaranya: (Al-A’raf: 206, Ar-Ra’d: 15, An-Nahl: 49, Al-Isra’: 107, Maryam: 58, Al-Haj: 18, Al-Haj: 77, Al-Furqan: 60, An-Nmal: 25, As-Sajdah: 15, Shad: 24, Fushilat: 37, Al-Insyiqaq: 21, Al-Alaq: 19, An-Najm: 62).
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ أَنَّ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا قَرَأَ ابْنُ آدَمَ السَّجْدَةَ اِعْتَزَلَ الشَّيْطَانُ يَبْكِي يَقُوْلُ يَا وَيْلَهُ أُمِرَ ابْنُ آدَمَ بِالسُّجُوْدِ فَسَجَدَ فَلَهُ اْلجَنَّةُ وَأُمِرْتُ بِالسُّجُوْدِ فَعَصَيْتُ فَلِي النَّارُ. [رواه أحمد ومسلم وابن ماجه].
Artinya: “Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra., ia berkata: Rasulullah saw bersabda: Apabila seseorang membaca ayat sajdah lalu ia sujud, maka menyingkirlah syaithan dengan menangis berkata: Sungguh celaka, manusia diperintah sujud lalu ia sujud, maka baginya surga. Sedangkan aku diperintah sujud tetapi aku membangkang, maka bagiku neraka.” [HR. Ahmad, Muslim, dan Ibnu Majah].
عَنْ ابْنِ عُمَرَ أَنَّهُ قَالَ رُبَّمَا قَرَأَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْقُرْآنَ فَيَمُرُّ بِالسَّجْدَةِ فَيَسْجُدُ بِنَا حَتَّى ازْدَحَمْنَا عِنْدَهُ حَتَّى مَا يَجِدُ أَحَدُنَا مَكَانًا لِيَسْجُدَ فِيْهِ فِي غَيْرِ صَلاَةٍ. [رواه مسلم].
Artinya: “Diriwayatkan dari Ibnu Umar ra., ia berkata: Pernah Nabi saw membaca al-Qur’an lalu bertemu dengan ayat sajdah, kami bersama-sama beliau sujud, sehingga kami berdesak-desakan di sekitarnya, sehingga di antara kami ada yang tidak mendapatkan tempat sujud. Hal ini bukan di dalam shalat.” [HR. Muslim].

b.      Sujud Syukur
Sujud syukur dilakukan ketika seseorang mendapatkan nikmat atau terhindar dari sesuatu bahaya. Dalam sujud syukur tidak terdapat sebuah hadits pun yang menjelaskan bahwa untuk melakukannya disyaratkan berwudhu terlebih dahulu, suci pakaian atau tempat. Demikianlah pendapat Imam Yahya dan Abu Thalib.
عَنْ أَبِي بَكْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا جَاءَهُ أَمْرَ يَسُرُّهُ خَرَّ سَاجِدًا ِللهِ. [رواه الخمسة إلا النسائى].
Artinya: “Diriwayatkan dari Abu Bakrah ra., bahwasanya Nabi saw apabila datang sesuatu yang menggemberikan kepadanya ia tunduk dalam keadaan bersujud kepada Allah.” [HR. lima Imam Hadits kecuali an-Nasaa’i].
عَنْ اْلبَرَّاءِ بْنِ عَازِبٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَعَثَ عَلِيًّا إِلَى الْيَمَنِ - فَذَكَرَ الْحَدِيْثُ - قَالَ فَكَتَبَ عَلِيٌّ بِإِسْلاَمِهِمْ فَلَمَّا قَرَأَ رَسُوْلُ اللهِ الْكِتَابَ خَرَّ سَاجِدًا شُكْرًا  ِللهِ تَعَالَى عَلَى ذَلِكَ. [رواه البيهقي وأصله في البخاري].
Artinya: “Diriwayatkan dari Al-Baraa’ bin ‘Azib ra., bahwasanya Nabi saw telah mengutus Ali ke Yaman, - maka tersebut dalam hadits, - ia berkata: Maka Ali menulis surat (kepada Nabi saw) yang memberitakan tentang masuk Islamnya penduduk Yaman. Maka tatkala Rasulullah saw membaca surat itu, beliau tersungkur dalam keadaan sujud sebagai tanda syukur kepada Allah atas peristiwa itu.” [HR. al-Baihaqi dan asalnya dari al-Bukhari].
c.       Sujud Sahwi
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إذَا نُودِىَ بِالأَذَانِ أَدْبَرَ الشَّيْطَانُ لَهُ ضُرَاطٌ حَتَّى لاَ يَسْمَعَ الأَذَانَ فَإِذَا قُضِىَ الأَذَانُ أَقْبَلَ فَإِذَا ثُوِّبَ بِهَا أَدْبَرَ فَإِذَا قُضِىَ التَّثْوِيبُ أَقْبَلَ يَخْطُرُ بَيْنَ الْمَرْءِ وَنَفْسِهِ يَقُولُ اذْكُرْ كَذَا اذْكُرْ كَذَا. لِمَا لَمْ يَكُنْ يَذْكُرُ حَتَّى يَظَلَّ الرَّجُلُ إِنْ يَدْرِى كَمْ صَلَّى فَإِذَا لَمْ يَدْرِ أَحَدُكُمْ كَمْ صَلَّى فَلْيَسْجُدْ سَجْدَتَيْنِ وَهُوَ جَالِسٌ
Artinya : Apabila adzan dikumandangkan, maka setan berpaling sambil kentut hingga dia tidak mendengar adzan tersebut. Apabila adzan selesai dikumandangkan, maka ia pun kembali. Apabila dikumandangkan iqomah, setan pun berpaling lagi. Apabila iqamah selesai dikumandangkan, setan pun kembali, ia akan melintas di antara seseorang dan nafsunya. Dia berkata, “Ingatlah demikian, ingatlah demikian untuk sesuatu yang sebelumnya dia tidak mengingatnya, hingga laki-laki tersebut senantiasa tidak mengetahui berapa rakaat dia shalat. Apabila salah seorang dari kalian tidak mengetahui berapa rakaat dia shalat, hendaklah dia bersujud dua kali dalam keadaan duduk.” (HR. Bukhari no. 1231 dan Muslim no. 389)
Sujud sahwi dilakukan ketika seseorang lupa didalam shalat. Sujud sahwi diperintahkan dalam keadaan-keadaan berikut:
v  Apabila melakukan salam sebelum sempurna shalatnya
v  Apabila kelebihan raka’at dalam shalat
v  Lupa dalam tasyahud awal atau lupa mengerjakan salah satu sunah-sunah shalat
v  Di waktu ragu-ragu dalam shalat
2.      Shalat Jama’ Qashar
a.       Shalat qashar
Rasulullah SAW bersabda:

 من حديث عائشة: [فرضت الصلاة ركعتين ركعتين، فأقرت صلاة السفر، وزيد   في صلاة الحضر] أخرجه الشيخان في الصحيحين

Dari 'Aisyah ra berkata : "Awal diwajibkan shalat adalah dua rakaat, kemudian ditetapkan bagi shalat safar dan disempurnakan ( 4 rakaat) bagi shalat hadhar (tidak safar)"(Muttafaqun 'alaihi)
Bagi orang yang dalam perjalanan, dibolehkan menyingkat shalat wajib yang empat raka’at menjadi dua raka’at dengan syarat sebgai berikut:
v   Jarak temuh perjalanan 16 farsah atau 138 km, sedangkan menurut Abd. Rahman Al-Jazairi dalam Kitab Fiqih ‘Ala Madzahibil arba’ah, dinyatakan 16 farsah = 81 km
Rasulullah SAW bersabda:
-      Artinya: Dari Yahya bin Yazid al-Hana'i berkata, saya bertanya pada Anas bin Malik tentang jarak shalat Qashar ? "Anas menjawab:" Adalah Rasulullah SAW jika keluar menempuh jarak 3 mil atau 3 farsakh beliau shalat dua rakaat" (HR Muslim)
-      Dari Ibnu Abbas berkata, Rasulullah SAW bersabda:" Wahai penduduk Mekkah janganlah kalian mengqashar shalat kurang dari 4 burd dari Mekah ke Asfaan" (HR at-Tabrani, ad-Daruqutni, hadis mauquf)
-      "Dari Ibnu Syaibah dari arah yang lain berkata:" Qashar shalat dalam jarak perjalanan sehari semalam"
-      "Adalah Ibnu Umar ra dan Ibnu Abbas ra mengqashar shalat dan buka puasa pada perjalanan menepun jarak 4 burd yaitu 16 farsakh".
v   Bepergian bukan untuk  maksiat
v   Yang boleh di qashar hanya shalat yang empat raka’at
v   Niat mengqashar pada waktu takbaratul ihram
v   Tidak makmum pada orang yang musafir
b.      Shalat Jama’
عَنْ مُعَاذِ بْنِ جَبَلٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ فِي غَزْوَةِ تَبُوكَ إِذَا زَاغَتْ الشَّمْسُ قَبْلَ أَنْ يَرْتَحِلَ جَمَعَ بَيْنَ الظُّهْرِ وَالْعَصْرِ وَإِنْ يَرْتَحِلْ قَبْلَ أَنْ تَزِيغَ الشَّمْسُ أَخَّرَ الظُّهْرَ حَتَّى يَنْزِلَ لِلْعَصْرِ وَفِي الْمَغْرِبِ مِثْلُ ذَلِكَ إِنْ غَابَتْ الشَّمْسُ قَبْلَ أَنْ يَرْتَحِلَ جَمَعَ بَيْنَ الْمَغْرِبِ وَالْعِشَاءِ وَإِنْ يَرْتَحِلْ قَبْلَ أَنْ تَغِيبَ الشَّمْسُ أَخَّرَ الْمَغْرِبَ حَتَّى يَنْزِلَ لِلْعِشَاءِ ثُمَّ جَمَعَ بَيْنَهُمَا

Artinya: Dari Muadz bin Jabal:"Bahwa Rasulullah SAW pada saat perang Tabuk, jika matahari telah condong dan belum berangkat maka menjama' shalat antara Dluhur dan Ashar. Dan jika sudah dalam perjalanan sebelum matahari condong, maka mengakhirkan shalat Dluhur sampai berhenti untuk shalat Ashar. Dan pada waktu shalat Maghrib sama juga, jika matahari telah tenggelam sebelum berangkat maka menjama' antara Maghrib dan 'Isya. Tetapi jika sudah berangkat sebelum matahari matahari tenggelam maka mengakhirkan waktu shalat Maghrib sampai berhenti untuk shalat Isya, kemudian menjama' keduanya" (HR Abu Dawud dan at-Tirmidzi).

Shalat jama’ ialah shalat yang dikumpulkan didalam satu waktu,  misalnya dzuhur dengan ashar; maghrib dengan isya’.
Cara melaksanakan shalat jama’ ada dua macam:
v   Shalat jama’ taqdim
Jika shalat dzuhur dengan ashar dikerjakan pada waktu dhuhur; atau maghrib dengan isya’ dikerjakan waktu maghrib, dengan syarat: dikerjakan dengan tertib, niat jama’ taqdim dilakukan pada waktu awal shalat, berurutan antara keduanya; yakni tidak boleh disela dengan shalat sunah ataupun perbuatan yang lainnya.
v   Shalat jama’ ta’khir
Jika shalat dzuhur dan ashar dilakukan pada waktu ashar; atau maghrib dan isya’ dikerjakan waktu isya’, dengan syarat: niat jama’ ta’khir dilakukan pada shalt yang pertama;

5.      Shalat Jum’at dan Zikir
a.      Shalat Jum’at
1.      Sejarah Shalat Jum’at
Permulaan sejarah shalat Jum'at pertama kali adalah ketika muncul perintah dari Allah SWT kepada Nabi Muhammad, ketika beliau masih berada di kota Mekkah dan sedang dalam persiapan untuk melakukan hijrah atau perjalanan ke kota Madinnah.Dinukil dari Fiqih Islami wa Adillatuhu, disebutkan bahwa shalat Jum'ah sudah
diwajibkan ketika Nabi Shalallahu 'Alaihi wa Sallam berada di Makkah, sebelum terjadi Hijrah. Seperti yang diriwayatkan oleh Daruquthni dari Ibnu Abbas Radhiyallahu 'Anh: “Nabi Shalallahu 'Alaihi wa Sallam diizinkan untuk melaksanakan Shalat Jum'at sebelum melaksanakan Hijrah.
Akan tetapi, kaum Muslimin tidak bisa berkumpul di Makkah, maka Nabi Shalallahu 'Alaihi wa Sallam menulis surat kepada Mush'ab bin Umair yang berada di Madinah: 'Amma ba'du, perhatikanlah pada hari ketika orang-orang Yahudi mengumumkan untuk membaca kitab Zabur di hari Sabath-nya! Kumpulkanlah wanita-wanita dan anak-anak kalian! Jika siang telah condong separuhnya, di tengah siang hari Jum'at, mendekatlah kepada Allah dengan dua raka'at.
Pada masa itu masih terjadi sengketa dengan kaum Quraisy (yang belum mengakui bahwa Nabi Muhammad adalah Rosulullah), maka perintah tersebut tidak bisa dilakukan. Sebab sebagaimana yang telah diuraikan di atas, bila salah satu syarat sahnya pelaksanaan shalat Jum'at adalah harus dilakukan dengan berjamaah. Padahal ketika itu sangat sulit untuk mengumpulkan umat Islam secara bersama-sama di satu tempat dan pada waktu yang sama pula dalam keadaan yang tidak aman. Namun, meski tidak bisa melaksanakan shalat Jum'at, Nabi Muhammad masih sempat mengutus salah seorang sahabatnya yang bernama Mush’ah bin Umair bin Hasyim yang tinggal di kota Madinnah, agar dia mengajarkan Al-Qur'an pada penduduk kota itu. Pada saat inilah sejarah shalat Jum'at dimulai. Karena selain mengajarkan Al-Qur'an, sahabat setia Nabi tersebut juga meminta ijin pada beliau untuk menyelenggarakan ibadah shalat Jum'at. Dan, Rasul dengan senang hati mengijinkannya. Jadi, Mush'ah bin Umair bin Hasyim adalah orang yang pertama kali melakukan ibadah ini.
Sementara, Nabi Muhammad sendiri baru bisa melakukan shalat Jum'at, ketika dia sudah berada di kota Madinnah. Pada waktu itu, beliau ada di suatu daerah yang bernama Quba' dan menemui sahabat dekatnya yang lain yang bernama Bani 'Amr bin 'Auf. Peristiwa ini terjadi pada hari Senin pada 12 bulan Rabi'ul Awwal. Kemudian tiga hari sesudahnya, yaitu hari Kamis, Nabi mendirikan sebuah masjid. Mesjid yang pertama didirikan oleh Nabi adalah Mesjid Quba. Keesokannya, pada hari Jum'at, Nabi Muhammad bertemu lagi dengan sahabatnya itu di kota Madinnah yang akan mengadakan shalat Jum'at di sebuah lembah yang telah dijadikan masjid dan tempatnya tidak begitu jauh dari mereka berdua. Mengetahui hal tersebut, maka Nabi Muhammad memutuskan untuk ikut melakukan shalat Jum'at sekaligus berkhutbah sebelum pelaksanaan shalat. Inilah khutbah pertama yang dilakukan oleh Rasul, ketika berada di kota Madinnah. Begitulah sekilas sejarah shalat Jum'at menurut catatan dan bukti-bukti yang ada.
Jum'at pertama yang dilakukan Rasul SAW adalah di Wadi Ranuna, sekitar satu kilometer dari Masjid Quba, atau kurang lebih empat kilometer dari Madinah al-Munawwarah. Di sana kini berdiri sebuah masjid yang diberi nama Masjid Jum'at. Tentu saja, dalam shalat Jum'at itu diselenggarakan khutbah Jum'at yang disampaikan Rasul SAW kepada kaum Muslim. Apa isi khutbah Rasul SAW pada saat itu? Hanafi al-Mahlawi dalam bukunya Al-Amakin al-Masyhurah Fi Hayati Muhammad (Tempat-tempat bersejarah yang dikunjungi Rasul SAW), isi khutbah itu adalah sebagai berikut;
"Segala puji bagi Allah, kepada-Nya aku memohon pertolongan, ampunan, dan petunjuk. Aku beriman kepada Allah dan tidak kufur kepada-Nya. Aku bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah, dan tidak ada sekutu bagi-Nya. Dan, aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan Allah. Dia telah mengutusnya dengan petunjuk dan agama yang benar, dengan cahaya dan pelajaran, setelah lama tidak ada rasul yang diutus, minimnyua ilmu, dan banyaknya kesesatan pada manusia di kala zaman menjelang akhir dan ajal kian dekat.
Barang siapa yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya, sesungguhnya ia telah mendapatkan petunjuk. Dan, barang siapa yang bermaksiat kepada Allah dan Rasul-Nya, sesungguhnya ia telah melampaui batas dan tersesat dengan kesesatan yang sangat jauh. Aku berwasiat kepada kalian untuk bertakwa kepada Allah. Itulah wasiat terbaik bagi seorang Muslim. Dan, seorang Muslim hendaknya selalu ingat akhirat dan menyeru kepada ketakwaan kepada Allah. Berhati-hatilah terhadap yang diperingatkan Allah. Sebab, itulah peringatan yang tiada tandingannya. Sesungguhnya ketakwaan kepada Allah yang dilaksanakan karena takut kepada-Nya, ia akan memperoleh pertolongan Allah atas segala urusan akhirat.
"Barang siapa yang selalu memperbaiki hubungan dirinya dengan Allah, baik di kala sendiri maupun di tengah keramaian, dan ia melakukan itu tidak lain kecuali hanya mengharapkan rida Allah, maka baginya kesuksesan di dunia dan tabungan pahala setelah mati, yaitu ketika setiap orang membutuhkan balasan atas apa yang telah dilakukannya. Dan, jika ia tidak melakukan semua itu, pastilah ia berharap agar masanya menjadi lebih panjang. Allah memperingatkan kamu akan siksa-Nya. dan Allah Mahasayang kepada hamba-hamba-Nya." (QS Ali Imran [3]: 30).
Dialah Zat yang benar firman-Nya, melaksanakan janji-Nya, dan semua itu tidak pernah teringkari. Allah berfirman, "Keputusan di sisi-Ku tidak dapat diubah, dan Aku sekali-kali tidak menganiaya hamba-hamba-Ku." (QS Qaf [50]: 29).
Karenanya, bertakwalah kalian kepada Allah dalam urusan sekarang maupun yang akan datang, dalam kerahasiaan maupun terang-terangan. "Sesungguhnya barang siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan menghapus kesalahan-kesalahannya dan akan melipatgandakan pahala baginya." (QS At-Thalaq [65]: 5). "Barang siapa bertakwa kepada Allah, sungguh ia telah memperoleh kemenangan yang besar." (QS Al-Ahzab [33]: 71).
Sesungguhnya ketakwaan kepada Allah menghindarkan dari kemarahan, hukuman, dan murka-Nya. Takwa kepada Allah akan membuat wajah bersinar terang, membuat Allah rida, dan meninggikan derajat. Lakukanlah dengan sepenuh kemampuan kalian, dan jangan sampai kurang di sisi Allah.
Dia telah mengajarkan kepada kalian dalam kitab-Nya dan membentangkan jalan-Nya, untuk mengetahui siapa yang benar dan untuk mengetahui siapa yang dusta. (QS Al-Ankabut [29]: 3).
Maka, berbuat baiklah, sebagaimana Dia berbuat baik kepada kalian, dan musuhilah musuh-musuh-Nya. Berjihadlah di jalan Allah dengan sebenar-benarnya jihad. Dia telah memilih dan menamakan kalian sebagai Muslim. (QS Al-Hajj [22]: 78). Agar orang yang binasa itu binasanya dengan keterangan yang nyata dan agar orang yang hidup itu hidupnya dengan keterangan yang nyata. (QS Al-Anfal [8]: 42).
Tiada daya upaya, kecuali hanya dengan kekuatan Allah. Karenanya, perbanyaklah mengingat Allah, dan beramallah untuk kehidupan setelah mati. Sesungguhnya orang yang membangun hubungan baik dengan Allah, Allah pun akan membuat baik hubungan orang itu dengan manusia lainnya. Karena Allah yang memberi ketetapan kepada manusia, sedang manusia tidak mampu memberi ketetapan kepada-Nya. Dia menguasai manusia, sedang manusia tidak bisa menguasai-Nya. Allah itu Maha Agung. Tiada daya dan kekuatan selain dengan kekuatan Allah Yang Mahatinggi dan Mahaagung."
Demikianlah isi khutbah Rasul SAW sebagaimana disebutkan dalam Tarikh Thabari, Tafsir al-Qurthubi, Subul al-Huda wa ar-Rasyad, dan Al-Bayan al-Muhammadi karya Dr Mustafa Asy-Sya'kah.
Asy-Sya'kah menegaskan bahwa khutbah diatas merupakan khutbah Rasul SAW saat shalat Jum'at pertama di Wadi Ranuna. Penjelasan ini juga diperkuat dengan keterangan Ibnu Abbas RA yang diriwayatkan oleh Ibnu Katsir. Wallahu A'lam.
2.      Dasar hukum shalat jum’at
Rasulullah khabarkan dalam hadits-hadits Beliau, diantaranya:
خَيْرُ يَوْمٍ طَلَعَتْ عَلَيْهِ الشَّمْسُ يَوْمُ الْجُمُعَةِ فِيهِ خُلِقَ آدَمُ وَفِيهِ أُدْخِلَ الْجَنَّةَ وَفِيهِ أُخْرِجَ مِنْهَا وَلَا تَقُومُ السَّاعَةُ إِلَّا فِي يَوْمِ الْجُمُعَةِ
"Sebaik-baiknya hari yang matahari terbit padanya adalah hari Jum'at. Pada hari itu Adam diciptakan, masuk dan keluar dari syurga dan hari kiamat hanya akan terjadi pada hari Jum'at."
Pada hari Jum'at, Allah mensyari’atkan shalat Jum'at, sebagaimana dinyatakan dalam firmanNya :
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا إِذَا نُودِيَ لِلصَّلاَةِ مِن يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَى ذِكْرِ اللهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ ذَلِكُمْ خَيْرُُ لَّكُمْ إِن كُنتُمْ تَعْلَمُونَ
"Hai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat pada hari Jum'at, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui" [Al Jum'ah : 9].
فَإِذَا قُضِيَتِ الصَّلَاةُ فَانتَشِرُوا فِي الْأَرْضِ وَابْتَغُوا مِن فَضْلِ اللَّهِ وَاذْكُرُوا اللَّهَ كَثِيرًا لَّعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
"Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung". [Al Jum'ah : 10].
وَإِذَا رَأَوْا تِجَارَةً أَوْ لَهْوًا انفَضُّوا إِلَيْهَا وَتَرَكُوكَ قَائِمًا ۚ قُلْ مَا عِندَ اللَّهِ خَيْرٌ مِّنَ اللَّهْوِ وَمِنَ التِّجَارَةِ ۚ وَاللَّهُ خَيْرُ الرَّازِقِينَ
"Dan apabila mereka melihat perniagaan atau permainan, mereka bubar untuk menuju kepadanya dan mereka tinggalkan kamu sedang berdiri (berkhotbah). Katakanlah: "Apa yang di sisi Allah lebih baik daripada permainan dan perniagaan", dan Allah Sebaik-baik Pemberi rezeki". [Al Jum'ah : 11].

Hukum shalat Jum'at adalah wajib dengan dasar Al Qur’an, Sunnah dan Ijma’. Adapun dalil dari Al Qur’an adalah firman Allah:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا إِذَا نُودِيَ لِلصَّلاَةِ مِن يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَى ذِكْرِ اللهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ ذَلِكُمْ خَيْرُُ لَّكُمْ إِن كُنتُمْ تَعْلَمُونَ
"Hai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat pada hari Jum'at, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui." [Al Jum'ah:9]
Dalam ayat ini Allah memerintahkan untuk menunaikannya, padahal perintah -dalam istilah ushul fiqh- menunjukkan kewajiban. Demikian juga larangan sibuk berjual beli setelah ada panggilan shalat, menunjukkan kewajibannya; sebab seandainya bukan karena wajib, tentu hal itu tidak dilarang.
Sedangkan dalil dari Sunnah, ialah sabda Rasulullah:
لَيَنْتَهِيَنَّ أَقْوَامٌ عَنْ وَدْعِهِمْ الْجُمُعَاتِ أَوْ لَيَخْتِمَنَّ اللَّهُ عَلَى قُلُوبِهِمْ ثُمَّ لَيَكُونُنَّ مِنْ الْغَافِلِينَ
"Hendaklah satu kaum berhenti dari meninggalkan shalat Jum'at, atau kalau tidak, maka Allah akan mencap hati-hati mereka, kemudian menjadikannya termasuk orang yang lalai."
Shalat jum’at hukumnya fardhu ‘ain bagi tiap-tiap muslim, mukallaf, laki-laki, sehat, dan mukim di tempat dilaksanakannya shalat jum’at.
Syarat-syarat sahnya melakukan shalat jum’at antara lain: tempat shalat jum’at harus tertentu, jumlah jama’ah minimal 40 orang, dilakukan ketika dzuhur, didahului 2 khutbah sebelum melaksanakan shalat jum’at.
Rukun khutbah antara lain: membaca al-hamdulillah dalam khutbah itu, membaca shalawat nabi dalam kedua khutbah, berwasiat taqwa kepada Allah dalam kedua khutbah, membaca ayat Al-Qur’an dalam salah satu khutbah, memohonkan maghfirah bagi sekalian mukminin pada khutbah kedua.
Syarat-syarat khutbah antara lain: isi rukun khutbah dapat didengar oleh 40 orang ahli jum’ah, berturut-turut antara khutbah pertama dan khutbah kedua, menutup auratnya, badan dan pakaian serta tempatnya suci dari hadats dan najis.
Sunah-sunah jum’at antara lain: mandi dan membersihkan tubuh, memakai pakaian putih, memotong kuku, memakai wamgi-wangian, memperbanyak bacaan Al-Qur’an dan dzikir, tenang waktu khatib membaca khutbah.

b.      Dzikir
Dzikir artinya mengingat, yakni mengingat akan dzat Allah yang telah memberikan kehidupan kepada makhluk. Hendaknya di setiap langkah manusia selalu diiringi dengan dzikir, terutama setelah melakukan shalat. Disunahkan bagi mushalli ketika selesai salam agar mengikuti petunjuk Rasulullah SAW, yaitu membaca dzikir-dzikir yang dilansir dalam oleh sejumlah hadits, diantaranya:
v    Hadits Tsauban yang menceritakan bahwa seuasai shalat, Rasulullah SAW beristighfar tiga kali lalu berdo’a:
اللّهمّ انت السّلام ومنك السّلام تباركت ذالجلال و الإكرام
Sebagaimana Hadits di bawah ini :
كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَسَلَّمَ إِذَا انْصَرَفَ مِنْ صَلاَتِهِ اسْتَغْفَرَ ثَلاَثًا وَقَالَ : اللَّهُمَّ أَنْتَ السَّلاَمُ وَمِنْكَ السَلاَمُ تَبَارَكْتَ يَا ذَا الْجَلاَلِ وَالْإِكْرَامِ
“Adalah Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam apabila selesai dari sholatnya, beliau istighfar (meminta ampun) tiga kali dan beliau membaca : “Allahumma Antas salam wa minkas Salam tabarakta ya dzal Jalali wal Ikram” (Wahai Allah Engkau adalah As-Salam[1] dan dari-Mulah keselamatan. Maha berkah Engkau wahai Pemilik Al-Jalal (keagungan) dan Al-Ikram (kemuliaan). (HSR. Muslim)

v    Dari Abdullah bin Zubair yang bercerita: seusai salam dari shalatnya Rasulullah berdzikir dengan suara keras
لاإله الااللّه وحده لاشريك له له الملك وله الحمد وهو على كلّ شيءقدير لا حول ولا قوّة إلاّ باالله لاإله إلاالله ولا نعبد إلاّ ايّاه له انّعمة وله افضل وله الثّناء الحسن لاإله إلاالله مخلصين له الدّين ولو كره الكافرون
v    Hadits narasi Abu Hurairah bahwasannya Nabi bersabda: Barang siapa tiap habis shalat bertasbih membaca subhanallah sebanyak 33 kali, Alhamdulillah 33 kali, dan takbir 33 kali, sehingga totalnya 99, kemudian sebagai penggenap 100 membaca:
لاإله الااللّه وحده لا شريك  له له الملك وله الحمد وهو على كلّ شيء قدير
maka akan diampuni dosa-dosanya, meskipun sebanyak buih di lautan.
6.      Shalat Sunah, Waktu Yang Dilarang Shalat dan Shalat Khauf
a.      Shalat Sunah
Shalat sunah disyariatkan untuk menambal kekurangan yang mungkin terdapat pada shalat-shalat fardhu. Shalat sunah juga mengandung keutamaan-keutamaan yang tidak terdapat pada ibadah-ibadah lain.
Shalat sunah terbagi atas dua macam, yaitu muthlaq dan muqayyad. Sunah muthlaq berarti seseorang hanya berniat shalat saja. Sedangkan sunah muqayyad dibagi lagi menjadi 2 macam, yakni yang disyariatkan sebagai shalat-shalat sunah  yang mengikuti shalat fardhu (sunah fajar, dzuhur, ashar, maghrib, dan isya), yang disyariatkan bukan sebagai shalat sunah yang mengikuti shalat fardhu (shalat qiyamul lail, shalat hajat, dan lain sebagainya).
b.      Waktu yang dilarang shalat
Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam menjelaskan alasan dilarangnya shalat pada waktu-waktu tersebut berdasarkan sabdanya kepada Amr bin ‘Abasah al-Sulami:
صَلِّ صَلَاةَ الصُّبْحِ ثُمَّ أَقْصِرْ عَنْ الصَّلَاةِ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ حَتَّى تَرْتَفِعَ فَإِنَّهَا تَطْلُعُ حِينَ تَطْلُعُ بَيْنَ قَرْنَيْ شَيْطَانٍ وَحِينَئِذٍ يَسْجُدُ لَهَا الْكُفَّارُ ثُمَّ صَلِّ فَإِنَّ الصَّلَاةَ مَشْهُودَةٌ مَحْضُورَةٌ حَتَّى يَسْتَقِلَّ الظِّلُّ بِالرُّمْحِ ثُمَّ أَقْصِرْ عَنْ الصَّلَاةِ فَإِنَّ حِينَئِذٍ تُسْجَرُ جَهَنَّمُ فَإِذَا أَقْبَلَ الْفَيْءُ فَصَلِّ فَإِنَّ الصَّلَاةَ مَشْهُودَةٌ مَحْضُورَةٌ حَتَّى تُصَلِّيَ الْعَصْرَ ثُمَّ أَقْصِرْ عَنْ الصَّلَاةِ حَتَّى تَغْرُبَ الشَّمْسُ فَإِنَّهَا تَغْرُبُ بَيْنَ قَرْنَيْ شَيْطَانٍ وَحِينَئِذٍ يَسْجُدُ لَهَا الْكُفَّارُ
Kerjakan shalat Shubuh, kemudian jangan  kerjakan shalat hingga matahari terbit dan meninggi. Karena (saat itu) matahari terbit di antara dua tanduk syetan dan saat itu pula orang-orang kafir bersujud kepadanya. Setelah itu silahkan mengerjakan shalat (sunnah) karena shalat itu disaksikan dan dihadiri (oleh Malaikat) sehingga bayangan tegak lurus (tengah hari). (Saat itu) jangan kerjakan shalat, karena neraka sedang dinyalakan. Jika bayangan telah condong, silahkan kerjakan shalat karena shalat disaksikan dan dihadiri (oleh Malaikat) sehingga engkau mengerjakan shalat ‘Ashar. Sesudah itu janganlah engkau mengerjakan shalat hingga matahari terbenam. Sesungguhnya matahari terbenam di antara dua tanduk syetan dan ketika itu orang-orang kafir bersujud kepadanya.” (HR. Muslim)
Dari hadits di atas dapat di simpulkan beberapa waktu di larang melaksanakan shalat yaitu sebagai berikut :
1)      Shalat setelah melakukan shalat subuh dan ashar
2)      Shalat pada waktu matahari terbit, tepat di tengah-tengah (istiwa’) dan pada saat terbenam
3)      Shalat setelah terbit fajar sebelum masuk waktu subuh
4)      Shalat sunah setelah iqamah
5)      Shalat pada saat khutbah jum’at

c.       Shalat khauf
Kaum muslimin disyariatkan meminta perlindungan kepada Allah ketika musuh datang untuk memerangi mereka atau ketika takut kepada binatang buas, kebakaran, tenggelam, ataupun hal lainnya dengan melakukan shalat khauf (karena takut). Firman Allah SWT:
#sŒÎ)ur |MZä. öNÍkŽÏù |MôJs%r'sù ãNßgs9 no4qn=¢Á9$# öNà)tFù=sù ×pxÿͬ!$sÛ Nåk÷]ÏiB y7tè¨B (#ÿrääzù'uø9ur öNåktJysÎ=ór& #sŒÎ*sù (#rßyÚy (#qçRqä3uŠù=sù `ÏB öNà6ͬ!#uur ÏNù'tGø9ur îpxÿͬ!$sÛ 2t÷zé& óOs9 (#q=|Áム(#q=|Áãù=sù y7yètB
“Dan apabila kamu berada di tengah-tengah mereka (sahabatmu) lalu kamu hendak mendirikan shalat bersama-sama mereka, Maka hendaklah segolongan dari mereka berdiri (shalat) besertamu dan menyandang senjata, kemudian apabila mereka (yang shalat besertamu) sujud (telah menyempurnakan serakaat)[344], Maka hendaklah mereka pindah dari belakangmu (untuk menghadapi musuh) dan hendaklah datang golongan yang kedua yang belum bersembahyang, lalu bersembahyanglah mereka denganmu” (QS. An-Nisa’: 102)
Al-Bukhari (902) telah meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas RA, dia berkata:
قَامَ النَّبِيَّ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَ قَامَ النَّاسُ مَعَهُ، فَكَبَّرَ وَكَبَّرُوا مَعَهُ، وَرَكَعَ نَاسٌ مِنْهُمْ، ثُمَّ سَجَدَ وَسَجَدُوا مَعَهُ، ثُمَّ قَامَ لِلثَّانِيَةِ فَقَامَ الَّذِيْن سَجَدُوا وَحَرَسُواِلاِخْوَانِهِمْ، وَاَتَتِ الطَائِفَةُ اْلاُخْرَى فَرَكَعُوْا وَسَجَدُوا مَعَهُ وَالنَّاسُكُلُّهُمْ فِى صَلاَةٍ، وَلَكِنْ يَحْرُسُ بَعْضُهُمْ بَعْضًا 
Nabi SAW berdiri, dan orang-orang berdiri bersama beliau. Maka beliau pun takbir, dan mereka pun takbir bersama beliau. Lalau ada beberapa orang dari mereka yang ikut ruku’. Selanjutnya Nabi sujud, dan (hanya) mereka inilah yang ikut sujud bersama beliau. Kemudian Nabi bangkit untuk rakaat kedua, maka bangkit pula mereka yang tadi ikut sujud lalu menjaga kawan-kawan mereka, sementara kelompok yang lain datang lalu ruku’ dan sujud bersama beliau. Sedang orang-orang itu seluruhnya berada dalam satu shalat, tetapi sebagian mereka menjaga sebagian lainnya.
Ibnu Mas’ud mengatakan: Rasulullah SAW melakukan shalat khauf, lalu para sahabat berdiri membentuk dua shaf. Satu shaf di belakang nabi dan satu shaf lagi mengahadap musuh.  Nabi shalat satu raka’at bersama shaf yang ada di belakangnya, kemudian mereka berdiri dan pergi, digantikanlah oleh orang-orang yang menghadap musuh tersebut., kemudian kelompok yang pertama datang lagi menggantikan posisi mereka, lalu Rasulullah salat satu raka’at bersama mereka kemudian salam. Kemudian mereka berdiri dan shalat sendiri satu raka’at, kemudian salam, lalu pergi dan digantikan orang-orang yang menghadap musuh. Mereka kembali lagi ke tempat mereka, lalu shalat sendiri satu raka’at, kemudian salam.














BAB III

PENUTUP

A.    Kesimpulan
Shalat merupakan pokok kewajiban bagi umat muslim, terutama shalat fardhu. Shalat fardhu dibagi menjadi lima yang telah dijelaskan pada makalah diatas. Shalat juga mempunyai rukkun dan syarat sebagai penyempurna ibadah seseorang. Apabila syarat dan rukunnya kurang, maka shalatnya pun tidak akan sempurna.
Selain shalat fardhu, terdapat shalt sunah yang berfungsi sebagai penambah pahala ataupun pelengkap dlam ibadah kita. Shalat sunah dibagi menjadi dua, yakni sunah muthlaq dan sunah muqayyad. Dimana setiap shalat sunah memiliki waktu dan keutamaan sendiri-sendiri dalam setiap pelaksanaannya.
B.     Saran
Akhirnya, makalah yang dapat kami susun. Semoga memberikan manfaat bagi kita semua, kritik dan saran membangun senantiasa kami nantikan demi kesempurnaan makalah ini.










DAFTAR PUSTAKA
Abdurraziq Mahir Mansur, 2007, mu’jizat shalat berjamaah, Yogyakarta: Mitra Pustaka.
Azzam Abdul Aziz Muhammad; dkk, 2010, Fiqh Ibadah, Jakarta: Amzah.
Nursyamsudin, 2009,  Fiqih, Jakarta: Depag RI.
Rifa’I Mohammad, 2012, Risalah Tuntuna Shalat Lengkap, Semarang: PT. Karya Toha Putra.
Sabiq Sayid, 2011, Fikih Sunnah 2, Bandung: PT. Al-Ma’arif.
An- Nawawi, Imam “ Syarah Shahih Muslil “ Semarang : Toha Putera

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Apa komentar dan masukan anda dengan blog ini ?

Followers