Pages

Minggu, 21 Juli 2013


PERKEMBANGAN TASAWUF DI INDONESIA
Makalah ini dibuat guna memenuhi tugas Akhlak
Dosen Pengampu : Rosidi, M.S.I

 









Disusun oleh kelompok III
1.   Fatkhur rohman                       (123911211)
2.   Evi Ernawati                (123911210)
3.   Nur Farikhoh               (123911223)
4.   Siti Choiriyyah             (123911282)
5.   Siti Pujiyanti                (123911283)
6.   Sugiarti                                    (123911290)


FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2013
PENDAHULUAN
Tradisi ilmu-ilmu keislaman warisan masa lalu yang tersimpan dalam kitab-kitab yang ada di Indonesia terkenal dengan kitab kuning, yang merupakan hasil pemikiran para ulama besar pada abad pertengahan yakni zaman kebesaran peradaban Baghdad dan Cordova masa silam. Pada zaman itu pikiran dan peradaban di dominasi oleh Yunani purba yang mengandalkan renungan spekulatif, mengandalkan ketajaman logika. Maka pusat kegiatan pemikiran para ulama masa lalu adalah penafsiran untuk merumuskan ajaran-ajaran islam yang seharusnya menurut pemahaman para ulama masa ituterhadap al-Qur’an dan sunnah Rasulullah. Kegitan ini menghasilkan bangunan madzab-madzab agung baik dalam lapangan ilmu Akidah(ilmu kalam), ilmu Fiqh, ataupun ilmu Tasawuf. Pertumbuhan kota dan urbanisasi di Indonesia menyebabkan kecenderungan kepada spiritualisme perkotaan  dalam hal ini sufisme perkotaan.
Adapun rumus permasalahan yang akan kami bahas adalah:
1.   Pengertian Tasawuf
2.   Dasar Tasawuf
3.   Tujuan Tasawuf
4.   Pembagian Tasawuf
5.   Proses Tasawuf
6.   Perkembangan Tasawuf dan Islamisasi di Indonesia
7.   Tokoh-tokoh Tasawuf di Indonesia
Harapan kami makalah ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan tentang perkembangan tasawuf di Indonesia.
1
                                                                                               
PEMBAHASAN
A.  Pengertian Tasawuf
Arti tasawuf masih menjadi perdebatan para ulama. Ada beberapa kata yang diduga asal kata tasawuf yaitu:
1.   Ahli suffah yaitu julukan yang diberikan kepada sebagian fakir kaum muslimin pada masa Nabi SAW dan pada masa khulafa’ al-Rasyidin, mereka tidak mempunyai rumah untuk berteduh sehingga mereka tidur di emperan masjid.[1]
2.   Al-Shifa’ yang berarti bersih atau jernih.
3.   Shof yang berarti barisan( yang pertama dalam shalat)
4.   Ash-Shofawaanihi yaitu jenis tanaman sayuran.
5.   Shuf artinya bulu domba.
6.   Tasawuf berasal dari bahasa Yunani, theosophi(theo=tuhan;sophos=hikmat)  
Dari ke enam pengertian tadi yang paling mendekati adalah  kata Shuf. Alasannya menurut historis bahwa pakaian wol kasar banyak dipakai oleh para zahid pada abad pertama dan kedua Hijriyah. Alasan yang kedua bahwa kata al-shufi yang merupakan sebutan bagi para pelaku tasawuf, adalah nisbat dari kata as-shuf bukan dari kata yang lain. Seandainya kata al-shufi berasal dari kata shaf pasti akan menjadi al-shaff, seandainya berasal dari kata al-shifa’ pasti akan menjadi al-shifa’i dan seterusnya. Sedangkan secara istilah tasawuf adalah kesadaran fitrah yang mendorong jiwa yang jujur untuk berjuang keras(mujahadah) agar bisa berhubungan dengan wujud mutlak(Tuhan).[2] Menurut pengertian di atas tasawuf terdiri dari 3 unsur yaitu yang pertama, unsur kesadaran fitrah yang disebut dengan al-Bidayah, yang kedua unsur perjuangan keras yang disebut al-mujahadah, yang ketiga, unsure berhubungan dengan Tuhan yang disebut dengan al-madzaqat(rasa).
B. Dasar Tasawuf
Kebanyakan para sufi  mendasarkan laku tasawufnya pada Hadits Qudsi yang artinya sebagai berikut:
Dari Abi Hurairah berkata, Rasulullah telah bersabda,”Sesungguhnya Allah telah berfirman, siapa saja yang memusuhi kekasihku maka Aku benar-benar mengijinkan dia untuk diperangi, dan tidak ada sesuatu yang dilakukan  oleh hamba-Ku untuk mendekati Aku yang lebih aku cintai daripada apa yang telah aku wajibkan kepadanya, dan hamba-Ku tidak henti-hentinya mendekati Aku dengan amalan sunnah hingga Aku mencintainya, maka ketika Aku telah mencintainya maka Aku adalah pendengarannya yang ia gunakan untuk mendengar, penglihatannya yang ia gunakan untuk melihat, tangannya yang ia gunakan untuk memukul, kakinya yang ia gunakan untuk berjalan dan sekiranya ia meminta padaKu pasti akan Aku beri dari sekiranya ia minta perlindungan pasti akan Aku lindungi”.[3]
Hadits di atas menjelaskan tentang proses mahabbah(cinta) pada Allah, kedudukan orang yang mencintai dan dicintai Allah. Orang yang dicintai Allah akan dilindungi dan mendapat pembelaaan yang luar biasa dari Allah.
C. Tujuan Tasawuf
Tujuan tasawuf berbeda-beda antara ulama yang satu dengan yang lain. Menurut para shufi sunny yakni para shufi yang terikat ketat oleh tradisi sunnah Nabi SAW dan sahabatnya membatasi tujuan tasawuf hanya pada hubungan dekat dengan Allah. Sedangkan para shufi filosof tidak membatasi hubungan antara manusia dan Allah.
D. Pembagian Tasawuf
Dilihat dari tujuan mempelajarinya, dibagi menjadi tasawuf amaly atau akhlaky dan tasawuf nadlari(teoritis). Bila tujuan utama semata-mata untuk diamalkan maka tasawuf amali yang biasanya berisi tentang konsep dan pedoman bagaimana meningkatkan nilai-nilai ruhaniah sehingga mengantarkan pada kedekatan diri pada Allah. Apabila tujuan utamanya hanya sekedar kajian ilmiah dan sebagai teori saja maka disebut tasawuf nadlari yang berisi tentang teori-teori yang dapat meningkatkan wawasan ketasawufan.
Dilihat dari orisinalitas ajaran, tasawuf di bagi menjadi tasawuf sunny dan tasawuf falsafi. Tasawuf sunny adalah tasawuf yang masih asli karena sesuai dengan tradisi (sunah) Nabi SAW dan sahabatnya. Sedangkan tasawuf falsafi sudah tercampur dengan pemikiran filsafat. Dilihat dari layak atau tidaknya sebagai dasar, tasawuf di bagi menjadi tasawuf normatif dan tasawuf historis. Tasawuf normative adalah dasar-dasar tasawuf baik berupa tindakan maupun perkataan yang bisa dijadikan patokan bertasawuf bagi kaum muslim. Tasawuf historis adalah tindakan maupun  pemikiran tasawuf yang dilakukan oleh tokoh muslim dalam sejarah muslim, seperti tasawuf  Rabiah al-Adawiyah, tasawuf Abu Manshur al-Halaj dan sebagainya. Tasawuf ini dianggap sebagai tasawuf buatan karena sebagai produk sejarah dan tidak bisa dijadikan dasar bagi kaum muslim.
E. Proses Tasawuf
Untuk membentuk sikap merasa perlu untuk berada sedekat kepada Allah memerlukan proses internal dalam diri seseorang. Pertama, ilmu( kognisi) yaitu pengetahuan dan keyakinan akan sifat-sifat kesempurnaan Allah yang ada di dalam al-Asma’ al-Husna. Allah yang memiliki kesempurnaan, yang memberi pahala dan yang menyiksa. Kepada Allah semua makhluk tergantung dan sifat-sifat lainya yang harus diyakini oleh orang beriman. Kedua, al-Ahwal (afeksi), yaitu sikap batin dalam melihat sifat-sifat kesempurnaan Allah, baik sifat perkasaan dan kekuasaan maupun sifat kelembutan dan kasih sayang setelah mengenal dan menyakini sifat-sifat Allah, seseorang mungkin timbul perasaan cinta atau perasaan takut yang keduanya ini bisa melahirkan tindakan yang positif. Ketiga, al-Amal (konasi) yaitu kecenderungan untuk  bertindak sebagai perwujudan dari rasa cinta atau takutnya kepada Allah.
F. Perkembangan Tasawuf dan Islamisasi di Indonesia
Penyebaran islam yang berkembang secara spektakuler di Negara-negara Asia Tenggara berkat peranan dan kontribusi tokoh-tokoh tasawuf adalah kenyataan yang diakui oleh hampir mayoritas sejarawan dan peneliti. Hal ini disebabkan oleh sifat-sifat dan sikap kaum sufi yang lebih kompromis dan kasih sayang. Menurut Abu Al-‘Ala Al-Afifi, kehidupan spiritual pada dasarnya bukan hal baru bagi islam, melainkan sudah terlebih dahulu hidup dan berkembang di setiap negeri yang dimasuki islam.[4] Jika islam pada hakekatnya agama yang terbuka dan tidak mempersoalkan etnis, ras, bahasa, dan letak geografis, tasawuf islam telah membuka wawasan lebih luas bagi keterbukaan yang meliputi agama lain. Maka dengan mudah tasawuf masuk ke Indonesia. Keberhasilan mereka terutama ditentukan oleh pergaulan dengan kelompok-kelompok masyarakat dari rakyat kecil dan keteladanan yang melambangkan puncak kesalehan dan ketaqwaan dengan memberikan pelayanan-pelayanan sosial, sumbangan, dan bantuan dalam rangka kebersamaan dan rasa persaudaraan murni. Dengan keteladanan ini, penduduk menjadi simpati dan memeluk islam serta mengakibatkan tersebarnya Islam di seluruh penjuru Indonesia dan hamper punahnya animisme.
Berikut beberapa pandangan tentang masuknya tasawuf di Indonesia: 
Pertama, hasil-hasil Muktamar tasawuf yang diadakan di Pekalongan 1960 dan yang di hadiri sejumlah ulama dan pejabat menegaskan bahwa tarekat masuk ke Indonesia untuk pertama kali pada abad ke -1 H/7M.[5]
Kedua,  Orientalis Snouck Hurgronje menyatakan bahwa meski tasawuf berperan nyata dalam proses islamisasi di Indonesia, ajaran-ajarannya tidak lebih dari sekedar bid’ah dan dongeng-dongeng yang tidak ada kaitannya sama sekali dengan syariat. Tasawuf, demikian Snouck lebih lanjut, di hormati umat Islam Indonesia karena kepercayaan-kepercayaan sisa-sisa Hinduisme masih melekat sehingga menjadi faktor penentu bagi keberhasilan kaum sufi dalam proses Islamisasi di Indonesia.[6]
Pandangan ini di perkuat oleh seorang penulis Indonesia, Supardi, yang berpendapat bahwa proses Islamisasi di Indonesia berhasil bekat jasa pedagang-pedagang Arab dan India serta segolongan da’i yang cenderung menerima ajaran-ajaran yang penuh bid’ah dan dongeng-dongeng sebagai upaya menyesuaikan ajaran-ajaran islam dengan kepercayaan-kepercayaan Hindu-Budha di Jawa.[7]
G.Tokoh-tohoh Tasawuf di Indoneia1. Tokoh tasawuf di Pulau Jawa
Di akhir abad XV Masehi, tepatnya pada tahun 1479 M., berdirilah kerajaan islam yang pertama di Pulau Jawa (di Demak,Jawa Tengah), dengan Rajanya yang pertama adalah Raden Patah., maka tercatat dalam sejarah bahwa semenjak itu pula tersebar ajaran tasawuf di Pulau Jawa. Penyebaran agama Islam di Pulau Jawa, tidak terlepas dari usaha para wali yang dikenal dengan nama “ Wali Songo” , dengan menggunakan pendekatan mistik, yang didalamnya diisi ajran tasawuf. Adapun wali songo di Pulau Jawa adalah:
a)   Sunan malik Ibrahim di Gresik;
b)   Sunan Ampel di Ampel (Surabaya);
c)   Sunan Giri di Giri dekat Gresik;
d)   Sunan Bonang, putra Sunan  Ampel di Bonang dekat Rembang;
e)   Sunan Kudus di Kudus;
f)    Sunan Kalijaga dekat Demak;
g)   Sunan Gunungjati dekat Cirebon;
h)   Syekh Siti Jenar di Demak.
Para wali songo sangat ahli dalam menentukan taktik dan strategi, ketika mula-mula menyebarkan dakwahnya. Sehingga pendekatan mistik(tasawuf) yang dipilihnya untuk mengislamkan masyarakat di Pulau Jawa, karena di ketahui bahwa penduduk  Pulau tersebut di latar belakangi oleh kepercayaan agama Hindu dan Budha yang inti ajarannya kehidupan mistik. Pada tahap awal dakwah para wali, tidak terlalu memperketat penurnian ajaran islam, karena merupakan suatu taktik dan strategi dakwahnya, tetapi pada tahap-tahap berikutnya, baru pemurrnian itu dilakukan. Sehingga kalau di saat sekarang ini, masih sering terlihat ada pencampurbauran ajaran Islam dengan ajaran agama lain di kalangan orang-orang Islam di Pulau Jawa, maka hal itu bukan kesalahan para wali, tetapi pasti ada pengaruh lain yang menyebabkannya.
2. Tokoh Tasawuf di Pulau Sumatra
Ulama-ulama sufi yang sangat berpengaruh di Sumatra antara lain:
a)   Syekh Hamzah Pansuri
Beliau dikenal sebagai ulama sufi yang beraliran Falsafi yang berpaham Wihdatul wujud. Ia juga ahli dalam ilmu Fiqih yang bermadzab Syi’ah di karenakan sangat menguasai bahasa Persia sebagai bahasa penganut paham Syi’ah, di samping bahasa Arab dan Melayu. Karena penguasaannya dalam bahasa Persia, maka ia banyak memiliki kitab taswuf dari negeri tersebut yang beraliran Falsafi, dan kitab-kitabfiqih yang bermadzahab syi’ah.
b)   Syekh Syamsuddin bin Abdillah As-Sumatraaniy; wafat tahun 1039 H/1630 M
Beliau adalah seorang keturunan ulama ,ayahnya bernama Abdullah as-Sumatri, dan mendapat pendidikan kesufian dari Syekh Hamzah Pansuri. Syamsuddin Sumatrani dikenal dengan nama Syamsuddin Pasai. Ia pernah belajar Ilmu Tasawuf pada syekh Hamzah Pansuri dan Sunan bonang di Jawa.Dia lebih giat menulis buku tasawuf daripada gurunya (Hamzah Pansuri), dan keberhasilannya karena ditunjang oleh dana yang memadai. Dan di antara karya-karyanya adalah:
1.      Jawaahirul Haqaaiq;
2.      Tanbiihuth Thullaab Fi-Ma'arifati Malikil Wahhaab;
3.      Risaalatul Bayyinatil Mulaahazbatil Muwahhidiin 'Alal Muhtadiy Fi-Dzikrillah;
4.      Kitab al-Halaqah dan Nur al-Daqaiq;
5.      Sirr al-'Arifin;
6.      Mir'at al-Iman;
7.      Dzikr al-Da'irah Qausai al-Adna;
8.      Mir'at al-Qulub;
9.      Syarah Mir'at al- Qulub;
10.  Kitab Ushul al-Tahqiq dan lain-lain:
Pokok-pokok ajarannya:
Tentang Allah, Syamsuddin Sumatrani mengajarkan bahwa Allah itu Esa adanya, Qadim, dan Baqa.
Tentang Penciptaan. Menggambarkan tentang penciptaan dari Dzat yang mutlak.
Tentang manusia ia berpendapat bahwa manusia seolah-olah semacam objek ketika Tuhan menzahirkan sifatnya. Semua sifat-sifat yang dimiliki oleh manusia ini hanyalah sekedar penggambaran sifat-sifat Tuhan dan tidak bearti bahwa sifat-sifat Tuhan itu sama dengan sifat yang dimiliki manusia.
c)   Syekh Abdur Rauf bin Ali Al-Fansuri
Nama lengkap Abdurauf Singkel- dalam ejaan Arab-adalah 'Abd ar-Rauf bin 'Ali al-Jawiyy al- Fansuriyy as- sinkilyy, selanjutnya disebut Abdurauf. Beliau adalah seorang Melayu dari Fansur, Sinkil (Singkel) di wilayah pantai barat Laut Aceh. Ia salah seorang penyebar Tarekah Syattaryah di Sumatera, dan termasuk dalam urutan silsilah Tarekah tersebut. Karena itu, ia berhak menyandang gelar Khalifah atau Mursyid dalam Tarekah itu. Beliau sangat berpengaruh dalam bidang Tasawuf, karena kesungguhan murid-miuridnya menyebarkan ajarannya melalui Tarekah Syattariyah; antara lain Syekh Burhanuddin Ulakan, yang melanjutkan upaya gurunya untuk menyebarkan ajaranya, sehingga ajaran tersebut banyak penganutnya, terutama sekalian di Sumatera Barat.
d)   Syekh Abdus Shamad Al-Falimbani
Ia termasuk seorang Shufi, putra dari seorang Ulama Tasawuf yang terkemuka di zamannya, bernama Syekh Abdul Jaiil bin Abdil Wahhab bin Syekh Ahmad Al-Mahdan Al- Yaman. Dari beberapa ungkapannya, ia sering mengatakan; seorang Shufi tidak boleh belajar dan berdzikir saja, tetapi ia harus tampil membela agama Islam dengan perjuangan pisik. Karena itu, ia gugur di medan peperangan ketika ia turut memimpin pasukan Muslim melawan Siam (Muanthai) yang hendak melenyapkan agama Islam.
Mengenai kitab karangannya yang memuat ajaran Tasawuf antara lain:
a.       Shiraatul Muriid Fi-Bayaan Kalimatir Tauhid;
b.      Hidaayatus Saalikiin
c.       Siyaarus Saalikin (empat jilid);
d.      Urwatul Wutsqaa;
e.       Nashiihatul Muslim Wa-Tadzkratul Mu'minin Fi-Sabilillah;
f.       Ratiib Syekh abdish Shamaad Al-Falimbaaniy.
3. Tokoh Tasawuf di Pulau Kalimantan.
Salah seorang Shufi yang terkemuka di Kalimantan Barat adalah Syekh Ahmad Khatib As-Sambasi. Beliau dipandang gurunya sebagai murid yang menguasai Ilmu Fiqih, Ilmu Hadits, dan Ilmu Tasawuf serta penghafal Al-Qur'an.
Selain itu ada tokoh dari Kalimantan Selatan yang merupakan tokoh tasawuf adalah Muhammad Nafis Al-Banjari, yang terkenal dengan bukunya Al-Durr al--Nafis fi Bayan Wahdat al-Af'al al-Asma'wa al-Sifat wa al-Dzat al-Taqdis, yang beredar di Nusantara. Muhammad Nafis menekankan pentingnya kepatuahan kepada syariat baik lahir maupun batin untuk mencapai tahap kasyf, mustahil bagi seseorang mencapai tahap itu tanpa menguatkan daya spiritualnya dengan cara menjalankan ibadah-ibadah dan kewajiban-kewajiban lain yang diterapkan dalam syariat.
4.Tokoh Tasawuf di Pulau Sulawesi.
Syekh Yusuf Tajul Khalwati Al-Makassari; lahir 8 Syawal 1036 H.(3 juli 1629 M). Ia termasuk penganut ajaran Tasawuf yang beraliran sunni, yang bermukim di Goa (Sulawesi Selatan). Beliau merupakan seorang ulama yang luar biasa, selain seorang sufi ia juga seorang mujadid dalam sejarah Islam Nusantara. Tasawufnya tidak menjauhkan dari masalah-maslah keduniawian, ajaran dan amalan-amalannya menunjukkan aktivitas berjangkau luas.
Konsep utama tasawuf al- Makassari adalah pemurnian kepercayaan (aqidah) pada keesaan Tuhan .Ciri yang menonjol dari teologi al-Makassari mengenai keesaan Tuhan adalah usahanya untuk mendamaikan sifat-sifat Tuhan yang tampaknya saling bertentangan.


KESIMPULAN
Tasawuf mempunyai perkembangan tersendiri dalam sejarahnya. Tasawuf berasal dari gerakan Zuhud yang selanjutnya berkembang menjadi Tasawuf. Tasawuf merupakan Ilmu untuk mengetahui cara mensucikan hati dan mensucikan akhlak juga menjaga jiwa dan raga untuk mencapai kebahagiaan yang kekal. Proses Islamisasi masuk ke Indonesia berkat jasa pedagang-pedagang Arab dan India. Banyak tokoh-tokoh Tasawuf baik dari Pulau Jawa, Sumatera maupun Kalimantan yang berusaha menyebarkan ilmu - ilmu Tasawuf kepada masyarakat Indonesia. Meraka juga menghasilkan banyak karya baik berupa buku, prosa maupun kitab yang juga masih banyak digunakan hingga saat ini. Penyebaran Islam pertama kali di Indonesia tidak dilepaskan dari Tasawuf . Kenyataannya, Islam datang ke Indonesia terutama dalam bentuk Tasawuf. Para penyabar utama Islam adalah kaum sufi. Ditangan para sufi pemahaman dan pengamalan agama Islam beralih ke arah ekstrim kerohanian. Tasawuf sebagai suatu ajaran mistik, karena penguasaan  ilmu gaib dan makrifat pada Zat Tuhan adalah kebesaran yang segala-galanya. Maka dunia dan apa saja selain Allah adalah hijab (takbir) yang memburamkan serta mengotori hati manusia . Tasawuf mempunyai daya tarik yang luar biasa bagi para pengagum yang mempercayai penghayatan mistis sebagai suatu kebenaran yang Haqqul Yaqin. Yakni dengan Tasawuf mereka bisa mencapai hidup yang sempurna menguasai ilmu serba gaib dan daya linuwih yang dinamakan keramat atau laduniah.
Demikian makalah ini kami susun dengan keterbatasan ilmu dan pengetahuan yang kami miliki. Kami menerima saran dan kritik dari dosen pembimbing dan rekan-rekan untuk menyempurnakan makalah kami. Semoga makalah ini bermanfaat untuk semua.



DAFTAR PUSTAKA

Nasirudin.2010. Pendidikan Tasawuf. Semarang : Rasail Media Group.
Shihab,Alwi.2009. Akar Tasawuf di Indonesia. Jakarta : Pustaka Iman.
Simun.1996. Tasawuf dan Perkembangannya Dalam Islam. Jakarta : Rajawali pers.
Sholikin, Muhammad.2004. Tasawuf Aktual Menuju Insan Kamil. Semarang : Pustaka Nuun.
Mahjudin. 1991. Kuliah Akhlaq - Tasawuf . Jakarta : Kalam Mulia.
Mulyati, Sri,Hj. 2006. Tasawuf Nusantara.Jakarta : Kencana


[1] Abd al-Rahman Badawi, Tarih al-Tashawwuf al-Islamy Min al-Bidayah Hatta Nihayah al-Qarn al-Tsany, Kuwait Wakalah al-Mathbu’at,1975,hal.8  
[2] Ibrahim Basyuni, Nasy’ah al-Tashawwuf al-Islamy, Dar al-Ma’arif,Makkah,hal.17
[3] Abi Abdillah Muhammad bin Ismail al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, al-Juz al-Rabi’, Indonesia, Dar Ihya al-Kutub al-arabiyah, hal.129
[4] Abu Al-‘Ala Al-Afifi, Al-tashawwuf Al-Tsaurah Al-Ruhiyyah fi Al-Islam, Kairo: Dar Al-Ma’arif,1963, hal.15
[5] Abu Bakar Aceh, H., Pengantar Ilmu Tarekat, Jakarta: 1966, hal.409
[6] Hurgronje, Snouck, op. cit., hal.43
[7] Supardi, S.,”Islam Indonesia”, Majalah Prisma, edisi khusus, Jakarta: 1978, hal.77

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Apa komentar dan masukan anda dengan blog ini ?

Followers