HUBUNGAN
TASAWUF DENGAN ILMU KALAM, FILSAFAT, ILMU FIQH, ILMU JIWA AGAMA
MAKALAH
Disusun guna memenuhi tugas
Mata Kuliah : AKHLAQ
Dosen Pengampu : Bp. Rosidi, S.Pd.I., M.Ag
Disusun oleh :
Masykur (123911216)
Siti Rofi’ah (123911284)
Siti Nur Hidayah (123911299)
Siti Khotijah (123911287)
Heni Isnawati (123911213)
FAKULTAS
TARBIYAH
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
Hubungan Ilmu Tasawuf dengan Ilmu Kalam, Ilmu Filsafat, Ilmu Fiqih dan
Ilmu Jiwa
I.
PENDAHULUAN
Ilmu
tasawuf merupakan rumusan tentang teoritis terhadap wahyu-wahyu yang berkenaan
dengan hubungan antara tuhan dengan manusia dan apa yang harus dilakukan oleh
manusia agar dapat berhubungan sedekat mungkin dengan tuhan baik dengan
pensucian jiwa dan latihan-latihan spritual. Sedangkan ilmu kalam merupakan
disiplin ilmu keislaman yang banyak mengedepankan pembicaraan tetang persoalan
tentang akidah dan adapun filsafat adalah rumusan teoritis terhadap wahyu
tersebut bagai manusia mengenai keberadaan (esensi), proses dan sebagainya,
Seperti proses penciptaan alam dan manusia. Sedangkan ilmu jiwa adalah ilmu
yang membahas tentang gejala-gejala dan aktivitas kejiwaan manusia.
Maka
dalam hal ini ilmu tasawuf tentunya mempunyai hubungan-hubungan yang terkait
dengan ilmu-ilmu keislaman lainnya, baik dari segi tujuan, konsep dan
kontribusi ilmu tasawuf terhadap ilmu-ilmu tersebut dan begitu sebaliknya
bagaimana kontribusi ilmu kioslaman yang lain terhadap ilmu tasawuf.
Maka
dalam makalah kami ini kami telah membahas hubungan ilmu tasawuf dengan
beberapa ilmu keislaman lainnya, diantaranya: Ilmu kalam, ilmu filsafat, ilmu
jiwa, dan ilmu fikih. Dengan tujuan agar kita lebih mampu mengkorelasikan
ilmu-ilmu tersebut dan bisa membandingbandingkannya.
II. RUMUSAN
MASALAH
A. Bagaimanakah Ilmu dalam pandangan kaum
sufi itu?
B. Bagaimanakah hubungan ilmu tasawuf
dengan ilmu Kalam itu?
C. Bagaimanakah hubungan ilmu tasawuf
dengan ilmu Filsafat itu?
D. Bagaimanakah hubungan ilmu tasawuf
dengan ilmu Fiqih itu ?
E.
Bagaimanakah
hubungan ilmu tasawuf dengan Ilmu Jiwa Agama itu ?
III. PEMBAHASAN
A.
Ilmu dalam pandangan kaum sufi
Istilah
"tasawuf"(sufism), yang telah sangat populer digunakan selama
berabad-abad dan sering dengan bermacam-macam arti, berasal dari tiga huruf
Arab, sha, wau dan fa. Banyak
pendapat tentang alasan atas asalnya dari sha
wa fa. Ada yang berpendapat, kata itu berasal dari shafa yang berarti kesucian atau bersih.
Sebagian
berpendapat bahwa kata itu berasal dari kata shaf yang berarti baris atau deret, yang menunjukkan kaum Muslim
awal yang berdiri di baris pertama dalam salat atau dalam perang suci. Sebagian
lainnya lagi berpendapat bahwa kata itu berasal dari kata shuffah yang berarti serambi masjid Nabawi di Madinah yang
ditempati oleh para sahabat-sahabat nabi yang miskin dari golongan Muhajirin.
Ada pula yang menganggap bahwa kata tasawuf berasal dari shuf yang berarti bulu domba, yang menunjukkan bahwa orang-orang
yang tertarik pada pengetahuan batin kurang memperdulikan penampilan
lahiriahnya dan sering memakai jubah yang terbuat dari bulu domba yang kasar
sebagai simbol kesederhanaan.[1]
Ada
sebagian orang yang mulai menyebut dirinya sufi, atau menggunakan istilah
serupa lainnya yang berhubungan dengan tasawuf, yang berarti bahwa mereka
mengikuti jalan penyucian diri, penyucian "hati", dan pembenahan
kualitas watak dan perilaku mereka untuk mencapai maqam (kedudukan) orang-orang yang menyembah Allah seakan-akan
mereka melihat Dia, dengan mengetahui bahwa sekalipun mereka tidak melihat Dia,
Dia melihat mereka. Inilah makna istilah tasawuf sepanjang zaman dalam konteks
Islam.
Imam
Junaid dari Baghdad (910 M.) mendefinisikan tasawuf sebagai "mengambil
setiap sifat mulia dan meninggalkan setiap sifat rendah". Syekh Abul Hasan
asy-Syadzili (1258 M.) syekh sufi besar dari Afrika Utara mendefinisikan
tasawuf sebagai "praktik dan latihan diri melalui cinta yang dalam dan
ibadah untuk mengembalikan diri kepada jalan Tuhan". Syekh Ahmad Zorruq
(1494 M.)dari Maroko mendefinisikan tasawuf sebagai berikut: Ilmu yang dengannya
dapat memperbaiki hati dan menjadikannya semata-mata bagi Allah, dengan
menggunakan pengetahuan tentang jalan Islam, khususnya fiqih dan pengetahuan
yang berkaitan, untuk memperbaiki amal dan menjaganya dalam batas-batas syariat
Islam agar kebijaksanaan menjadi nyata. Ia menambahkan, "Fondasi tasawuf
ialah pengetahuan tentang tauhid, dan setelah itu memerlukan manisnya keyakinan
dan kepastian; apabila tidak demikian maka tidak akan dapat mengadakan
penyembuhan 'hati'."
Menurut
Syekh Ibn Ajiba (1809 M): Tasawuf adalah suatu ilmu yang mempelajari bagaimana
berperilaku supaya berada dalam kehadiran Tuhan yang Maha ada melalui penyucian
batin dan mempermanisnya dengan amal baik. Jalan tasawuf dimulai sebagai suatu
ilmu, tengahnya adalah amal. dan akhirnva adalah karunia Ilahi.
Ilmu tasawuf
bertujuan untuk memperoleh hubungan langsung dan disadari dengan Tuhan,
sehingga disadari benar bahwa seseorang berada di hadirat Tuhan dan intisari
dari itu adalah kesadaran akan adanya komunikasi dan dialog antara roh manusia
dengan Tuhan dengan cara mengasingkan diri dan berkontemplasi. Kesadaran dekat
dengan Tuhan itu dapat mengambil bentuk ittihad atau menyatu dengan Tuhan.
Dalam ajaran Tasawuf, seorang sufi tidak begitu saja dapat dekat dengan Tuhan,
melainkan terlebih dahulu ia harus menempuh maqamat.
Mengenai
jumlah maqomat yang harus di tempuh sufi bebrbeda-beda, Abu Nasr al-Sarraj
menyebutkan tujuh maqomat yaitu tobat,
wara, zuhud, kefakiran, kesabaran, tawakkal, dan kerelaan hati. Dalam perjalananya seorang shufi harus mengalami
istilah hal (state). Hal atau ahwal
yaitu sikap rohaniah yang dianugrahkan Tuhan kepada manusia tanpa diusahakan
olehnya, seperti rasa takut (al- khauf),
ikhlas, rasa berteman, gembira hati, dan syukur. Jalan selanjutnya adalah fana' atau lebur dalam realitas mutlak
(Allah). Manusia merasa kekal abadi dalam realitas yang Tertinggi, bahkan
meleburkan kepada-Nya. Maksudnya, menghancurkan atau mensinarkan diri agar
dapat bersatu dengan Tuhan.
Menurut
Taftazani seseorang yang bertasawuf mempunyai beberapa ciri yaitu:
Peningkatan
moral, seorang sufi memiliki nilai-nilai
moral dengan tujuan membersihkan jiwa. Yaitu dengan akhlak dan budi pekerti
yang baik berdasarkan kasih dan cinta kepada Allah, oleh karena itu, maka
tasawuf sangat mengutamakan adab/ nilai baik dalam berhubungan dengan sesama
manusia dan terutama dengan Tuhan (zuhud,
qonaah, thaat, istiqomah, mahabbah, ikhlas, ubudiyah, dll). Sirna (fana) dalam realitas mutlak (Allah).
Manusia merasa kekal abadi dalam realitas yang Tertinggi, bahkan meleburkan
kepada-Nya. Maksudnya, menghancurkan atau mensinarkan diri agar dapat bersatu
dengan Tuhan. Dan Ketenteraman dan kebahagiaan.
Sumber Ajaran
Tasawuf : Sumber ajaran tasawuf adalah
al-Qur'an dan Hadits yang di dalamnya terdapat ajaran yang dapat membawa kepada
timbulnya tasawuf. Paham bahwa Tuhan dekat dengan manusia, yang merupakan
ajaran dasarnya dapat dijelaskan dalam Al-Qur'an Surat al-Baqoroh ayat 186:
#sÎ)ur
y7s9r'y
Ï$t6Ïã
ÓÍh_tã
ÎoTÎ*sù
ë=Ìs%
(
Ü=Å_é&
nouqôãy
Æí#¤$!$#
#sÎ)
Èb$tãy
(
(#qç6ÉftGó¡uù=sù
Í<
(#qãZÏB÷sãø9ur
Î1
öNßg¯=yès9
crßä©öt
ÇÊÑÏÈ
“dan apabila hamba-hamba-Ku
bertanya kepadamu tentang Aku, Maka (jawablah), bahwasanya aku adalah dekat.
aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, Maka
hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman
kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.” (QS. Al-Baqoroh: 186
B.
Hubungan Ilmu Tasawuf Dengan Ilmu Kalam
Ilmu kalam merupakan merupakan disiplin keilmuan yang banyak
mengedepankan tentang persoalan-persoalan kalam tuhan. Persoalan kalam ini
biasanya mengarah pada perbincangan yang mendalam dengan dasar-dasar argumentasi,baik
rasional(aqliyah) maupun naqliyah.ilmu kalam sering menempatkan diri pada
pendekatan aqliyah dan naqliyah tetapi dengan metode argumentasi yang
dialektik.jika pembicaraan kalam tuhan berkisar pada keyakinan-keyakinan yang
harus di pegang oleh umat islam,ilmu ini lebih spesifik mengambil bentuk
sendiri dengan istilah imu tauhid dan ilmu aqaid.[2]
Pembicaraan materi-materi yang tercakup dalam ilmu kalam terkesan tidak
menyentuh dzauq (rasa rohaniyah). Namun ilmu kalam atau ilmu tauhid tidak menjelaskan
bagaimanakah seorang hamba dapat merasakan langsung Allah mendengar dan
melihat,bagaimana pula perasaan hati seorang ketika membaca Al-Qur’an,lalu
bagaimana seseorang bahwa sesuatu yang tercipta merupakan pengaruh dari qudroh
(kekuasaan) allah.[3]
C.
Hubungan Ilmu Tasawuf Dengan Ilmu Filsafat
Ilmu tasawuf
yang berkembang di dunia Islam tidak dapat dinafikkan sebagai sumbangan
pemikiran kefilsafatan. Hal ini dapat di lihat misalnya dalam kajian-kajian
tasawuf yang berbicara tentang jiwa,memeang harus diakui bahwa terminologi jiwa
dan roh banyak di kaji dalam pemikiran-pemikiran filsafat. Sekian banyak
intelektual muslim ternama yang mengkaji tentang jiwa dan roh,diantaranya
Al-Kindi,Al-Farabi,Ibnu sina dan Al-Ghazali.[4]
Biasanya Tasawuf dan filsafah selalu dipandang berlawanan. Ada juga
anggapan bahwa pencarian jalan Tasawuf mengharuskan pencelaan filsafat, tidak
hanya berupa timbal balik dan saling mempengaruhi, bahkan asimilasi (perpaduan)
dan hubungan ini sama sekali tidak terbatas pada kebencian dan permusuhan.
Tasawuf adalah pencarian jalan ruhani, kebersatuan dengan kebenaran mutlak dan
pengetahuan mistik menurut jalan dan sunnah. Sedangkan filsafah tidak
dimaksudkan hanya filsafah peripatetic yang rasionalistik, tetapi seluruh
mazhab intelektual dalam kultur Islam yang telah berusaha mencapai pengetahuan
mengenai sebab awal melalui daya intelek. Filsafat terdiri dari filsafat
diskursif (bahtsi) maupun intelek intuitif (dzawqi).[5]
D.
Hubungan Ilmu Tasawuf Dengan Ilmu Fiqih
Sebagian
besar pembahasan kitab fiqh selalu di aawali dengan pembahasan thaharah (tata cara bersuci),kemudian
baru menginjak persoalan lainnya. Namun,pembahasan ilmu fiqh tidak langsung
terkait dengan pembicaraan nilai-nilai rohaniyah,padahal,thaharah akan
terasa lebih bermakna jika disertai pemahaman rohaniyah.[6]
Ilmu tasawuf
dapat memberikan corak batin terhadap ilmu fiqh,corak batin yang di maksud
adalah ikhlas dan khusyuk berikut jalannya masing-masing.bahkan ilmu ini mampu
menumbuhkan kesiapan manusia untuk melaksanakan hukum-hukum fiqh karena
pelaksanaan kewajiban manusia tidak akan sempurna tanpa perjalanan rohaninya[7]
Tasawuf dan
fiqh adalah dua disiplin ilmu yang saling melengkapi,keduanya saling berkaitan
dan saling menyempurnakan,jika terjadi pertentangan antara keduanya,berarti
terjadi kesalahan atau pertentangan. Maksudnya,boleh jadi seorang sufi berjalan
tanpa fiqh atau menjauhi fiqh,atau seorang ahli fiqh tidak mengamalkan ilmunya[8]
Tasawuf
adalah pencarian jalan ruhani, kebersatuan dengan kebenaran mutlak dan
pengetahuan mistik menurut jalan dan sunnah. Sedangkan filsafah tidak
dimaksudkan hanya filsafah peripatetic yang rasionalistik, tetapi seluruh
mazhab intelektual dalam kultur Islam yang telah berusaha mencapai pengetahuan
mengenai sebab awal melalui daya intelek. Filsafat terdiri dari filsafat
diskursif (bahtsi) maupun intelek intuitif (dzawqi).
E.
Hubungan Ilmu Tasawuf Dengan Ilmu Jiwa Agama
Ilmu
jiwa (psikologi) adalah ilmu yang mempelajari tentang perilaku dan proses
mental yang terjadi pada manusia. Dengan kata lain, ilmu ini meneliti tentang
peranan yang dimainkan dalam perilaku manusia. Psikologi meneliti tentang suara
hati (dhamir), kemauan (iradah), daya ingat, hafalan, prasangka
(waham), dan
kecenderungan-kecenderungan (awathif)
manusia. Itu semua menjadi lapangan kerja jiwa yang menggerakkan perilaku
manusia.[9]
Ilmu
jiwa mengarahkan pembahasan pada aspek batin yang di dalam Qur’an diungkapkan
dengan istilah insan. Dimana istilah ini berkaitan erat dengan kegiatan manusia
yaitu kegiatan belajar, tentang musuhnya, penggunaan waktunya, beban amanah
yang dipikulkan, konsekuensi usaha perbuatannya, keterkaitan dengan moral dan
akhlak, kepemimpinannya, ibadahnya dan kehidupannya di akhirat.
Quraish
Shihab mengemukakan bahwa secara nyata terlihat dan sekaligus kita akui bahwa
terdapat manusia yang berkelakuan baik dan sebaliknya. Berarti manusia memiliki
kedua potensi tersebut. Beliau mengutip ayat yang berbunyi:
çm»oY÷yydur
ÈûøïyôÚ¨Z9$#
ÇÊÉÈ
Artinya : “dan Kami telah menunjukkan
kepadanya dua jalan” (QS. Al-Balad, 90: 10)
Semua
praktek dan amalan-amalan dalam tasawuf adalah merupakan latihan rohani dan
latihan jiwa untuk melakukan pendakian spritual kerah yang lebih baik dan lebih
sempurna. Dengan demikian, amalan-amalan tasawuf tersebut adalah bertujuan
untuk mencari ketenangan jiwa dan keberhasilan ahli agar lebih kokoh dalam
menempuh liku-liku problem hidup yang beraneka ragam serta untuk mencari
hakekat kebenaran yang dapat mengatur segala-galanya dengan baik.
Manusia
sebagai makhluk Allah memiliki jasmani dan rohani. Salah satu unsur rohani
manusia adalah hati (Qalbu) disamping hawa nafsu. Karena itu penyakit yang
dapat menimpa mansia ada dua macam, yaitu penyakit jasmani dan penyakit rohani
atau jiwa atau qalbu.
Di
dalam beberapa ayat Al-Qur’an dikatakan bahwa di dalam hati manusia itu ada
penyakit, Antara lain penyakit jiwa manusia itu adalah iri, dengki, takabur,
resah, gelisah, khawatir, stress dan berbagai penyakit jiwa lainnya.[10]
Dengan
tasawuf manusia akan dapat menghindarkan diri dari penyakit kejiwaan
(psikologis) berupa prilaku memperturutkan hawa nafsu keduniaan, seperti: iri,
dengki, takabbur, resah, gelisah, khawatir, stress dan berbagai penyakit jiwa
lainnya.
Tasawuf
berusaha untuk melakukan kontak batin dengan tuhan bahwa berusaha untuk berada
dihadirat Tuhan, sudah pasti akan memberikan ketentraman batin dan kemerdekaan
jiwa dari segala pengaruh penyakit jiwa.
Dengan
demikian antara tasawuf dengan ilmu jiwa memiliki hubungan yang erat karena
salah satu tujuan praktis dari ilmu jiwa adalah agar manusia memiliki
ketenangan hati, ketentraman jiwa dan terhindar dari penyakit-penyakit
psikologis seperti dengki, sombong, serakah, takabbur dan sebagainya.
Tasawuf
juga selalu membicarakan persoalan yang berkisar pada jiwa manusia. Hanya saja,
jiwa yang dimaksud adalah jiwa manusia muslim, yang tentunya tidak lepas dari
sentuhan-sentuhan keislaman. Dari sinilah tasawuf kelihatan identik dengan
unsur kejiwaan manusia muslim.
Mengingat
adanya hubungan dan relevansi yang sangat erat antara spritualitas (tasawuf)
dan ilmu jiwa, terutama ilmu kesehatan mental, kajian tasawuf tidak terlepas
dari kajian tentang kajian kejiwaan manusia itu sendiri.
Dalam
pembahasan tasawuf dibicarakan tentang hubungan jiwa dengan badan. Tujuan yang
dikehendaki dari uraian tentang hubungan antara jiwa dan badan dalam tasawuf
adalah terciptanya keserasian antara keduanya. Pembahasan tentang jiwa dan
badan ini dikonsepsikan para sufi dalam rangka melihat sejauh mana hubungan
perilaku yang diperaktekkan manusia dengan dorongan yang dimunculkan jiwanya
sehingga perbuatan itu dapat terjadi. Dari sini baru muncul kategori-kategori
perbuatan manusia, apakah dikategorikan sebagai perbuatan buruk atau perbuatan
baik. Jika perbuatan yang ditampilkan seseorang adalah perbuatan baik, ia
disebut orang yang berakhlak baik. Sebaliknya, jika perbuatan yang ditampilkan
jelek ia disebut sebagai orang yang berakhlak buruk.
Dalam
pandangan kaum sufi, akhlak dan sifat seseorang tergantung pada jenis jiwa yang
berkuasa pada dirinya. Jika yang berkuasa atas dirinya adalah nafsu-nafsu
hewani atau nabati, prilaku yang tampil adalah prilaku hewani dan nabati pula.
Sebaliknya, jika yang berkuasa adalah nafsu insani, yang tampil adalah prilaku
insani pula. Kalau para sufi menekankan unsur kejiwaan dalam konsepsi tentang
manusia, berarti bahwa hakikat zat, dan inti kehidupan manusia terletak pada unsur
spritual dan kejiwaannya
Ditekankannya
unsur jiwa dalam konsepsi tasawuf tidaklah berarti bahwa para sufi mengabaikan
unsur jasmani manusia. Unsur ini juga mereka pentingkan karena rohani sangat
memerlukan jasmani dalam melaksanakan kewajibannya beribadah kepada Allah dan
menjadi khalifah-Nya dibumi.[11]
Dengan demikian, pada aspek lain psikologi
juga kita temukan masih menggunakan teori dan metodologi psikologi modern. Dan
sedangkan tasawuf lepas sama sekali dari teori dan metodologi psikologi modern.
Inilah yang membedakan antara tasawuf dengan psikologi Islam. Namun pada sisi
lain tasawuf juga memberi kontribusi besar dalam pengembangan Psikologi Islam,
karena tasawuf merupakan bidang kajian Islam yang membahas jiwa dan gejala
kejiwaan.
Unsur
Islam dalam psikologi Islam akan banyak berasal dari tasawuf. Dan hanya sedikit
berbeda antara tasawuf dengan ilmu kejiwaan adalahdari metode sistem
pandangannya terhadap mempelajari kejiwaan manusia. Jika kita lihat tasawuf
melihat manusia dari sisi internalnya artinya langsung mempelajari isi dan
kondisi hati ataupun kejiwaan manusia bagaimana seharusnya. Sedangkan ilmu jiwa
ataupun yang sering dikenal dengan psikologi mempelajari dan mendeskripsikan
kejiwaan manusia dari eksternal manusia yaitu dengan mempelajari hal-hal yang
tampak dari sikap dan prilaku manusia apa adanya karena menurutnya dari
mempelajari prilakunya kita dapat menggambarkan bagaimana kondisi kejiwaannya.
IV. PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari
uraian diatas kami dapat mengambil suatu kesimpulan bahwa ilmu tasawuf adalah
suatu ilmu yang sangat penting dimiliki manusia karena dengan ilmu tasawuf jiwa
kita lebih tenang dan damai. Dan bertasawuf bukanlah harus dengan bertarikat
tapi hakikat ilmu tasawuf adalah pembinaan jiwa kerohanian sehingga bisa
berhubungan dengan P0[‘Allah sedekat mungkin.
Maka
dengan begitu kita semua bisa bertasawuf walaupun apapun berprofesinya, karena
inti tasawuf adalah terisinya jiwa dengan akhlak yang baik dan kesucian jasmani
dan rohani dari akhlak yang tercela. Untuk itu menurut kami orang yang bisa
menjaga dirinya dari kedua hal tersebut juga sudah dinamakan hidup bertasawuf.
B.
Kritik dan Saran
Demikianlah
makalah yang dapat penulis sajikan. Penulis menyadari bahwa masih terdapat
banyak kesalahan dan kekurangtelitian atas pembuatan makalah ini. Oleh karena
itu, kritik dan saran yang kontruktif sangat penulis butuhkan. Semoga makalah
ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amiin.
DAFTAR
PUSTAKA
Al-Ghazali.
Al-Maqhad Al-asna fi syarh al-asma Allah Al-husna.terj.ilyas hasan.bandung:mizan .1996
Anwar, Rasihon,
dan Dr. Mukhtar Solihin, M. Ag, Ilmu Tasawuf, Bandung: Pustaka Setia, 2006.
Anton Bakker dan Ahmad Haris Zubair, Metodologi Penelitian Filsafat,
Kanisius, Yogyakarta, 1994
Bahesty dan Bahonar, Dasar Pemikiran Filsafat Islam dalam
al-Qur'an, Risalah Masa, Jakarta, 1991
Djiwandono, Sri Esti Wuryani, Psikologi Pendidikan, Jakarta : Grasindo, 2002.hal 27
M. Shihab Quraish, Membumikan
Al-Qur’an: fungsi dan peran wahyu dalam kehidupam masyarakat, Cet. XVI, (Bandung: Penerbit
Mizan, 1997)
Taftazani, Abu
al-Wafa’ al-Ghanimi, Sufi dari Zaman ke Zaman, Pustaka, Bandung, 1985
terj. Ahmad Rofi’ Usmani dari Madkhal
Ila al-Tashawwuf al-Islam
-http://irpanharahap.blogspot.com/2011/07/hubungan-tasawuf-dengan-ilmu-lainnya.html
http://irpanharahap.blogspot.com/2011/07/hubungan-tasawuf-dengan-ilmu-lainnya.
http://irpanharahap.blogspot.com/2011/07/hubungan-tasawuf-dengan-ilmu-lainnya.
html-http://irpanharahap.blogspot.com/2011/07/hubungan-tasawuf-dengan-ilmu-lainnya.html
http://www.jadilah.com/2011/11/hubungan-ilmu-kalam-tasawuf-dan.html
http://www.cliquers-transetter.blogspot.com/2012/02/makalah-tentang-hubungan-tasawuf-dengan.html
al Qur’an digital
http://www.jadilah.com/2011/11/hubungan-ilmu-kalam-tasawuf-dan.html
http://www.cliquers-transetter.blogspot.com/2012/02/makalah-tentang-hubungan-tasawuf-dengan.html
[5] Bahesty dan Bahonar, Dasar Pemikiran Filsafat Islam dalam
al-Qur'an, Risalah Masa, Jakarta, 1991
[6] Al-Ghazali. Al-Maqhad
Al-asna fi syarh al-asma Allah Al-husna.terj.ilyas hasan.bandung:mizan .1996. hlm.73-74
[10] M. Shihab
Quraish, Membumikan Al-Qur’an: fungsi dan
peran wahyu dalam kehidupam masyarakat,
Cet. XVI, (Bandung: Penerbit Mizan, 1997)
[11] Taftazani, Abu
al-Wafa’ al-Ghanimi, Sufi dari Zaman ke Zaman, Pustaka, Bandung, 1985
terj. Ahmad Rofi’ Usmani dari Madkhal
Ila al-Tashawwuf al-Islam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Apa komentar dan masukan anda dengan blog ini ?