Pages

Minggu, 21 Juli 2013

taqlid dalam madzhab


TAQLID DALAM MADZHAB

MAKALAH
Disusun untuk memenuhi tugas
Mata Kuliah: Fiqih
Dosen Pengampu: H. Amin Farih, M.Ag


 






Oleh:




Disusun oleh:

Fatkhur Rohman      NIM 123911211
Evy Ernawati                        NIM 123911210



PROGRAM DUAL MODE SYSTEM
PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH
IAIN WALISONGO SEMARANG
2013

I. PENDAHULUAN
Pasca Rasulullah wafat, tiada lagi otoritas tunggal yang mampu menjawab segala permasalahan umat yang berkaitan dengan syari’at Islam.Meskipun para sahabat Nabi adalah manusia-manusia pilihan dan memahami tujuan pensyariatan, namun tingkat kemampuan para sahabat menangkap pesan al-Qur’an dan sabda Nabi beragam.Selain itu, tidak semua para sahabat mengetahui segala yang disabdakan Nabi.Faktor semakin luasnya wilayah Islam juga memunculkan problem sosial baru yang tidak ditemui saat Rasulullah masih hidup, padahal semua itu membutuhkan jawaban berdasar syari’at Islam.
Disaat gerakan ijtihad dan upaya perumusan undang-undang sudah berhenti. Semangat kebebasan dan kemerdekaan berpikir para ulama sudah mati. Mereka tidak lagi menjadikan Alquran dan Sunnah sebagai sumber utama, akan tetapi justru mereka sudah merasa puas dengan cara bertaqlid. Semua pengaruh yang mendatang itu menolak kemerdekaan berpikir dan menyeretnya kepada taqlid, menjadi pengikut Abu Hanifah, pengikut Malik, pengikut asy syafi’i atau pengikut Ahmad saja.
Sejarah timbulnya taqlid dalam tubuh umat Islam pertama kali terjadi pada awal abad ke-4 hijrah. Munculnya taqlid dipengaruhi oleh adanya mazhab dalam memahami ajaran-ajaran hukum Islam.Secara umumya, taqlid memang tidak mungkin dihindarkan. Maka dari sinilah muncul persoalan taqlid.

II.PEMBAHASAN
A.Pengertian dan Hukum Taqlid
a.   Pengertian Taqlid
Secarabahasa (lughowi) kata taqliid (تَقْلِيْدٌ) adalah mashdar dari qallada – yuqallidu (قَلَّدَ  يُقَلِّدُ). Secara bahasa, ia adalah bermakna :
وضع الشيء في العنق محيطاً به كالقلادة
”Meletakkan sesuatu di leher dengan melilitkannya seperti kalung”
Sedangkan menurut istilah adalah :
التّقليد هو الاْخذوالعملبقول المجتهد من غير معرفة دليله
“Taqlid adalah mengambil dan beramal dengan perkataan mujtahid dengansuatu perkataan tanpa mengetahui dalilnya”
Dari defenisi di atas terdapat dua unsur yang perlu diperhatikan dalam pembicaraan taqlid, yaitu:
a)     Menerima atau mengikuti suatu perkataan seseorang
b)     Perkataan tersebut tidak diketahui dasarnya, apakah ada dalam Al-Qur’an dan hadits tersebut.
Contoh taqlid: Seseorang yang mengikuti Umar bin Khattab dalam melaksanakan shalat tarawih 20 rakaat, tetapi dia tidak mengetahui alasan yang dijadikan dasar oleh Umar.
b.  Hukum Taqlid
      Para ulama membagi hukum taqlid menjadi tiga, yaitu:
1.      Taqlid yang haram
            Para ulama sepakat bahwa haram melakukan taqlid yang jenis ini. Jenis taqlid ini ada tiga macam, yaitu:
a)      Taqlid semata-mata mengikuti adat kebiasaan atau pendapat nenek moyang atau orang-orang dahulu kala yang bertentangan dengan al-Qur’an dan hadits. Contohnya, tradisi nenek moyang tirakatan selama tujuh malam di makam, dengan keyakinan bahwa hal itu akan mengabulkan semua keinginannya. Padahal perbuatan tersebut tidak sesuai dengan firman Allah, antara lain dalam surat al-Ahzab ayat 64-67:
¨bÎ) ©!$# z`yès9 tûï͍Ïÿ»s3ø9$# £tãr&ur öNçlm; #·ŽÏèy ÇÏÍÈ   tûïÏ$Î#»yz !$pkŽÏù #Yt/r& ( žw tbrßÅgs $wŠÏ9ur Ÿwur #ZŽÅÁtR ÇÏÎÈ   tPöqtƒ Ü=¯=s)è? öNßgèdqã_ãr Îû Í$¨Z9$# tbqä9qà)tƒ !$uZoKøn=»tƒ $oY÷èsÛr& ©!$# $uZ÷èsÛr&ur hwqߧ9$# ÇÏÏÈ   (#qä9$s%ur !$oY­/u !$¯RÎ) $uZ÷èsÛr& $uZs?yŠ$y $tRuä!#uŽy9ä.ur $tRq=|Êr'sù gŸxÎ6¡¡9$# ÇÏÐÈ  
 Artinya:
            “Sesungguhnya Allah melaknati orang-orang kafir, dan menyediakan bagi mereka api yang menyala-nyala.Mereka kekal di dalamnya, mereka tidak mendapat perlindungan dan tidak pula penolong. Di hari itu muka mereka dibolak-balik di dalam api neraka, mereka berkata: “Alangkah baiknya andai kami taat kepada Allah dan kepada Rasul. Dan mereka berkata: “Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami telah menaati pemimpin-pemimpin dan pembesar-pembesar kami, lalu menyesatkan kami”. (QS. Al-Ahzab: 64-67)
b)      Taqlid kepada perkataan atau pendapat seseorang, sedang yang bertaqlid mengetahui bahwa perkataan atau pendapat itu salah. Firman Allah dalam surat At-Taubah: 31:
(#ÿräsƒªB$# öNèdu$t6ômr& öNßguZ»t6÷dâur $\/$t/ör& `ÏiB Âcrߊ «!$# yxÅ¡yJø9$#ur šÆö/$# zNtƒötB !$tBur (#ÿrãÏBé& žwÎ) (#ÿrßç6÷èuÏ9 $Yg»s9Î) #YÏmºur ( Hw tm»s9Î) žwÎ) uqèd 4 ¼çmoY»ysö7ß $£Jtã šcqà2̍ô±ç ÇÌÊÈ  

   Artinya“Mereka menjadikan para tokoh agama dan rahib-rahibnya sebagai Tuhan selain Allah, dan menuhankan al-Masih anak Maryam, padahal mereka (tahu) hanya disuruh menyembah Tuhan yang satu, Tiada Tuhan selain-Nya.Maha Suci Dia dari segala apa yang mereka sekutukan”. (QS. At-Taubah: 31).
c)      Taqlid kepada orang atau sesuatu yang tidak diketahui kemampuan dan keahliannya, seperti menyembah berhala,  tetapi dia tidak mengetahui kemampuan, kekuasaan atau keahlian berhala itu.
      Sehubungan dengan taqlid yang diharamkan tiga macam di atas Ad Dahlawi mengatakan bahwa tidak boleh seorang awam bertaqlid kepada seorang ulama’ dengan anggapan bahwa ulama’ itu tidak mungkin salah atau dengan anggapan bahwa semua yang dikatakan ulama’ itu pasti benar serta enggan mengikuti perkataan atau pendapat orang lain sekalipun ada dalil yang membenarkan pendapat atau perkataan itu.
2.      Taqlid yang dibolehkan
Yaitu taqlid kepada mujtahid, dengan syarat bahwa yang bersangkutan selalu berusaha menyelidiki kebenaran masalah yang diikuti. Dengan kata lain, bahwa taqlid seperti ini sifatnya hanya sementara.
            Sehubungan dengan ini Ad Dahlawi berkata: Taqlid yang dibolehkan adalah taqlid dalam arti mengikuti pendapat seorang alim, karena belum nyata hukum Allah dan Rasul-NYA akan segera meninggalkan pendapat itu bila ternyata berlawanan dengan hukum Allah dan RasulNYA.
3.      Taqlid yang diwajibkan
Taqlid kepada orang yang perkataan, perbuatan, dan ketetapannya dijadikan hujjah, yakni Rasulullah Saw.
Imam Ghazali dalam Al-Mustashfa mengatakan:
العامي يجب عليه الاستفتاء واتباع العلماء

Artinya: Orang awam wajib meminta fatwa dan ikut pada (pendapat) ulama.

Ibnu Abdil Barr mengatakan dalam Jami' Bayanil Ilmi wa Fadhlihi mengatakan

العامة لا بد لها من تقليد علمائها عند النازلة تنزل بها؛ لأنها لا تتبين موقع الحجة، ولا تصل بعدم الفهم إلى علم ذلك؛ لأن العلم درجات لا سبيل منها إلى أعلاها إلا بنيل أسفلها، وهذا هو الحائل بين العامة وبين طلب الحجة"، .. "ولم تختلف العلماء أن العامة عليها تقليد علمائها، وأنهم المرادون بقوله -عز وجل-: فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ .

Arti ringkasan: Orang awam harus taklid pada ulama mereka karena orang awam tidak memiliki kapasitas keilmuan untuk memahami argumen tingkat tinggi inilah yang menjadi penghalang antara orang awam untuk mencapai argumen sendiri.
Ulama sepakat bahwa orang awam wajib taklid pada ulama mereka itulah yang dimaksud Allah dalam Quran QS An-Nahl :43                                     . 
وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ إِلا رِجَالا نُوحِي إِلَيْهِمْ فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لا تَعْلَمُونَ (النحل: 43

Artinya: “Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu, kecuali orang-orang lelaki yang Kami beri wahyu kepada mereka; maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui.” (Qs. An-Nahl: 43)

B. Taqlid dalam Masalah Aqidah.
Ibarat sebuah bangunan, aqidah adalah pondasi dari bangunan tersebut.Tegak dan kokohnya bangunan tergantung pada kuat dan lemahnya pondasi. Bila pondasi itu kuat, maka bangunan tersebut akan berdiri dengan kokoh dan kuat. Sebaliknya, bila pondasi bangunan tersebut rapuh, maka seluruh bangunan diatasnya akan sangat mudah untuk runtuh bahkan hancur. Demikian pula kehidupan seseorang, kokoh dan tegaknya kehidupan dirinya sangat tergantung dari kuat dan lemahnya aqidah yang ia miliki. Bila aqidahnya kuat dan kokoh, maka ia akan mampu mengarungi kehidupan ini dengan selamat dan kokoh. Ia tidak mudah diombang-ambingkan badai kehidupan duniawi. Ia akan tetap tegar di tengah goncangan derita dan kenestapaan. Sebaliknya, tatkala akidahnya lemah, maka ia akan sangat mudah ditimpa keluh kesah, dan ketidaksabaran.
Dalam kehidupan saat ini segala macam masalah bermunculan, salah satunya yaitu terkait masalah aqidah.Bahkan ada sebagian diantara masyarakat kita saat ini saking dangkalnya ilmu pengetahuan agama, akibat sistem pendidikan kita saat ini yang sekular (pemisahan agama dari kehidupan) yang membuat generasi kita menjadi jauh terhadap ilmu-ilmu agama.Sehingga mereka bertaqlid (mengikuti) siapa saja yang mereka anggap hebat atau banyak ilmunya tanpa mereka memikirkan terlebih dahulu apakah ajaran/keyakinan itu benar datang dari Allah dan Rasul atau tidak.Misalkan saja banyak aliran-aliran sesat yang pengikutnya sangat banyak.Nah maka dengan itu perlu kita sampaikan apakah boleh kita bertaqlid dalam masalah aqidah?
Taqlid dalam masalah aqidah tidak diperbolehkan, karena Allah mencela orang-orang yang bertaklid dalam aqidah sebagaimana firman Allah:
#sŒÎ)ur Ÿ@ŠÏ% ãNßgs9 (#qãèÎ7®?$# !$tB tAtRr& ª!$# (#qä9$s% ö@t/ ßìÎ6®KtR !$tB $uZøxÿø9r& Ïmøn=tã !$tRuä!$t/#uä 3 öqs9urr& šc%x. öNèdät!$t/#uä Ÿw šcqè=É)÷ètƒ $\«øx© Ÿwur tbrßtGôgtƒ ÇÊÐÉÈ   

“ Dan apabila dikatakan kepada mereka: ikutilah apa yang telah diturunkan Allah. Mereka menjawab (tidak), tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapat dari perbuatan nenek moyang kami. Apakah mereka akan mengikuti juga, walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu apapun dan tidak mendapat petunjuk? (TQS. al- Baqarah [2]: 170)
Allah juga berfirman dalam ayat lain:
#sŒÎ)ur Ÿ@Ï% óOçlm; (#öqs9$yès? 4n<Î) !$tB tAtRr& ª!$# n<Î)ur ÉAqߧ9$# (#qä9$s% $uZç6ó¡ym $tB $tRôy`ur Ïmøn=tã !$tRuä!$t/#uä 4 öqs9urr& tb%x. öNèdät!$t/#uä Ÿw tbqßJn=ôètƒ $\«øx© Ÿwur tbrßtGöku ÇÊÉÍÈ   
” Apabila dikatakan kepada mereka; Marilah mengikuti apa yang diturunkan oleh Allah dan mengikuti Rasul, mereka menjawab; Cukuplah untuk kami apa yang kami dapati bapak-bapak kami mengerjakannya. Dan apakah mereka akan mengikuti juga nenek moyang mereka walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui apa-apa dan tidak pula mendapat petunjuk? (QTS. al-Maidah [5]: 104)
Keimanan telah memastikan bahwa yang diimani tersebut memang benar-benar keyakinan dan tidak mungkin diubah lagi. Atas dasar itu, keimanan mutlak memerlukan proses ma’rifat terhadap apa yang wajib diimani. Proses ma’rifat yang bisa menghasilkan keyakinan pasti, harus didasarkan pada proses berfikir yang benar, jernih dan mendalam.Sabda Rasulullah SAW :قا ل العزيزى نقلا عن ابن حجر قا ل النبي صلى الله عليه وسلم الايمان معرفة بالقلب وقول با للسان وعمل بالاركان )رواه ابن ماجهوالطبرانى.                                               (

Artinya: “Iman itu adalah ma’rifat (mengetahui) dengan al-qalb (akal), diucapkan dengan lisan dan diamalkan dengan rukun-rukun tertentu.”(H.R.Ibn Majah, ath-Thabrany).
Hadits ini menjelaskan dengan sangat jelas, bahwa iman harus dimulai dengan proses ma’rifat, diucapkan dengan lisan, kemudian mengamalkan semua rukun-rukunnya. Oleh karena itu, keimanan seorang muslim harus dibangun berdasarkan proses berfikir mandiri, tidak sekedar ikut-ikutan (taqlid), atau mengikuti perasaan hati. Iman harus dibangun berdasarkan proses berfikir. Mayoritas ulama telah sepakat, bahwa taqlid dalam masalah aqidah hukumnya haram. Imam Ahmad dalam sebuah riwayat menyatakan: “Tanda kedangkalan ilmu seseorang adalah taqlid dalam masalah aqidah
”                                                    .
Tidak ragu lagi, keimanan yang kokoh dan tangguh hanya bisa didapatkan dengan melakukan proses berfikir yang benar, jernih dan mendalam. Keimanan yang tangguh telah meniadakan unsur ikut-ikutan (taqlid) dalam masalah aqidah. Sebab, keimanan yang diperoleh tidak dengan proses berfikir jernih dan mendalam, atau taqlid, sangat rentan dengan kesalahan-kesalahan. Bahkan ia bisa menjatuhkan seseorang dalam kesesatan, dan tahayul. Disisi lain, kita telah memahami bahwa keimanan adalah pembenaran yang bersifat pasti, tanpa ada sedikitpun keraguan. Walhasil, aqidah yang tangguh hanya bisa diperoleh dengan proses berfikir yang jernih dan mendalam.
                                                                                                                         
C. Taqlid dalam Masalah Syari’ah.                                                                                    
Syari’ah merupakan hukum Islam yang berdasar al-Qur'an dan hadits.Syari’ah meliputi syari’ah ibadah dan syari’ah muamalah.Dalam syari’ah ibadah taqlid diharamkan, karena menyangkut keimanan seseorang dan keimanan harus dimiliki seseorang dengan berfikir mandiri tidak sekedar ikut-ikutan.Dalam syari’ah muamalah, taqlid diperbolehkan asal yang bermanfaat bagi kemaslahatan umat                                                                                                .
Adapun beberapa manfaat dari sikap taqlid ini yang dapat kita fahmi dan maih dalam batas toleransi adalah:
1.    Memberikan kemudahan bagi kalangan awam terhadap pelaksanaan sebuah permasalahan syari’at, hal ini tentunya dengan melihat kondisi umat yang tidak memungkinkan untuk mempelajari lebih mendalam lagi terhadap syari’at (al-Qur’an dan hadits).
2.    Menghindari penyimpangan aktivitas syri’at di kalangan umat Islam awam apalagi hal tersebut dapat membawa mereka ke jalan kesesatan, dan tentu saja seorang ‘alim dalam hal ini bertanggungjawab terhadap apa yang telah disampaikannya.
Setidaknya 2 hal diatas dapat dijadikan sandaran bahwa sikap taqlid terdapat manfaat dalam pengamalannya. Kita tidak dapat membayangkan apa yang terjadi pada masyarakat awam, dengan kondisi yng tidak potensial untuk mendalami ilmu agama dan syari’at sedangkan mereka dituntut untuk menjalankan syri’at sebagai umat muslim. Dalam hal inilah taqlid membawa manfaat.

D.Klasifikasi Taqlid dalam Bermadzhab
                     
Klasifikasi taqlid ada dua macam, yaitu:
                                     
1.Taqlid Buta
                                                            
Taqlid buta artinya taqlid yang tidak mau menerima perubahan, andai kata sesuatu yang ditaqlidkan itu sudah jelas melanggar agama. Mereka berpendapat bahwa itulah yang benar, sedang yang lain itu salah semuanya. Taqlid yang begini dinamakan taqlid orang kafir, dan diharamkan dalam agama. Keterangan firman Allah mengatakan:
                             
وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ تَعَالَوْا إِلَى مَا أَنْزَلَ اللَّهُ وَإِلَى الرَّسُولِ قَالُوا حَسْبُنَا مَا وَجَدْنَا عَلَيْهِ آبَاءَنَا أَوَلَوْ كَانَ آبَاؤُهُمْ
لا يَعْلَمُونَ شَيْئًا وَلا يَهْتَدُونَ (المائد104                                  (Artinya: “Apabila dikatakan kepada mereka: "Marilah mengikuti apa yang diturunkan Allah dan mengikuti Rasul". Mereka menjawab: "Cukuplah untuk kami apa yang kami dapati bapak-bapak kami mengerjakannya". Dan apakah mereka akan mengikuti juga nenek moyang mereka walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui apa-apa dan tidak (pula) mendapat petunjuk?” (Qs. Al-Maidah: 104)                             
Ayat ini menunjukkan:
                                   
a.Bahwa orang kafir Makkah tidak mau diajak mengikuti agama yang telah diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad SAW, yaitu ber-Tuhan kepada Allah SWT.
                
b.Bahwa mereka tetap bertahan menganut i’tiqad yang dibawa oleh nenek moyang mereka, yaitu menyembah berhala, sesuai dengan keterangan ayat sebelum ayat ini.
                       
c.Bahwa bapak-bapak dan nenek-nenek moyang mereka tidak mendapat petunjuk dari Allah SWT.

           Taqlid buta sangat dilarang oleh agama karena tidak menerima kebenaran yang yang ada bahkan mereka berpegang teguh pada pendapat yang telah diikuti dulu walau itu salah. Dalam kitab Min Athyabil Minnah Fii Ilmil Mushtalah (1/81-82), karya Syaikh Abdul Muhsin Al ‘Abbad dan Syaikh ‘Abdul Karim Murad -hafizhahumallah- dinukil pemaparan seorang ulama yang prihatin akan banyaknya ulama di zaman beliau yang taqlid buta terhadap madzhab. Beliau adalah Syaikh Shalih bin Muhammad Al Fulani Al Madini (wafat tahun 1218 H) -rahimahullah-. Dalam kitabnya, Iqazhul Himam, beliau menceritakan betapa seorang ulama yang terjerumus dalam taqlid buta akan selalu mencari cara untuk membela pendapat madzhab-nya. Beliau berkata:
ترى بعض الناس اذا وجد حديثا يوافق مذهبه فرح به وانقاد له و سلم                                        

“Engkau lihat sendiri, sebagian orang ketika mendapatkan hadits yang sesuai dengan pendapat madzhab-nya, ia gembira. Ia pun patuh pada hadits tersebut dan menerima dengan senang hati”.
و ان وجد حديثا صحيحا سالما من معارضة والنسخ مؤيدا لمذهب غير امامه فتح له باب الاحتمالات البعيدة وضرب عنه الصفح و العارض و يلتمس لمذهب إمامه أوجها من الترجيح مع مخالفته للصحابة و التابعين والنص الصريح                                 

“Namun ketika ia menemukan hadits shahih, tidak bertentangan dengan dalil lain, tidak mansukh, dan cocok dengan pendapat imam madzhab yang lain, ia pun mencari kemungkinan-kemungkinan lain yang jauh. Lalu membuat seolah hadits tersebut bertentangan dengan dalil lain. Kemudian merumuskan poin-poin tarjih yang menguatkan pendapat madzhab-nya walaupun bertolak belakang dengan pendapat sahabat Nabi, pendapat para tabi’in serta nash yang sharih (tegas)”

2.Taqlid dengan Melihat
                                     
Yang dimaksudkan dengan taqlid dengan melihat disini atau menilik adalah bertaqlid sambil bertanya, berguru atau belajar, kalau masih bingung ini wajib hukumnya dalam agama          Allah 
  berfirman dalam al-Qur'an surat an-Nahl: 43.                                               
وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ إِلا رِجَالا نُوحِي إِلَيْهِمْ فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لا تَعْلَمُونَ (النحل: 43Artinya: “Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu, kecuali orang-orang lelaki yang Kami beri wahyu kepada mereka; maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui.” (Qs. An-Nahl: 43)                                 

E.Taqlid dan Amaliyah Muqallid
                                 
Amaliyah  para orang awam yang tidak memiliki sarana penelitian untuk mencari dalil untuk mengistimbadkan hukum dari padanya, Maka diharuskan menganbil pendapat para mujtahid, sebab setiap orang yang tidak mengetahui suatu hukum perbuatan dan tidak mampu berijtihad wajib menanyakan kepada seseorang yang ahli, seperti halnya firman Allah :                                                                   
فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لا تَعْلَمُونَ (النحل: 43                      (
“Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahuinya”

Jika tidak dengan cara demikian, kemungkinan seseorang akan kesulitan dalam mengamalkan dan memberikan beban kepada para mukallaf dalam mengistimbadkan suatu hukum, merupakan pemaksaan , oleh karna itu suatu rahmat lantaran tuhan memerintahkan mereka mengikuti para ulama dan tidak mewajibkan mengadakan penelitian dan berijtihad karna ketidak mampuan.
Apabila seorang muqallid bertaqlid suatu masalah kepada seorang mujtahid lalu mengamalkannya, tiba-tiba ia mencabut apa yang ditaqlidkannya untuk beralih taqlid kepada mujtahid lainnya, maka yang demikian itu tidak dibenarkan sebab mencabut taqlid setelah mengamalkan adalah batal menurut pendapat yang disepakati para ulama.
                                       

III.KESIMPULAN
 
Dari pembahasan diatas, dapat disimpulkan bahwa:
                                                                           
1.  Taqlid adalah mengambil dan beramal dengan perkataan mujtahid dengan suatu perkataan tanpa mengetahui dalilnya, sedangkan hukum bertaqlid ada tiga : 1. diharamkan 2. diwajibkan
 3. dibolehkan                                                                                                                                                 
2. Taqlid dalam masalah aqidah tidak diperbolehkan, karena Allah mencela orang-orang yang bertaklid dalam aqidah sebagaimana firman Allah yang terdapat dalam Al-Qur’an surat al-baqarah ayat 170
 Oleh karena itu, keimanan atau aqidah seorang muslim harus dibangun berdasarkan proses berfikir mandiri, tidak sekedar ikut-ikutan (taqlid), atau mengikuti perasaan hati. Iman harus dibangun berdasarkan proses berfikir. Mayoritas ulama telah sepakat, bahwa taqlid dalam masalah aqidah hukumnya haram. Imam Ahmad dalam sebuah riwayat menyatakan: “Tanda kedangkalan ilmu seseorang adalah taqlid dalam masalah aqidah.”
3. Syari’ah meliputi syari’ah ibadah dan syari’ah muamalah. Dalam syari’ah ibadah taqlid diharamkan, karena menyangkut keimanan seseorang dan keimanan harus dimiliki seseorang dengan berfikir mandiri tidak sekedar ikut-ikutan. Dalam syari’ah muamalah, taqlid diperbolehkan asal yang bermanfaat bagi kemaslahatan umat.
4.Klasifikasi taqlid ada dua macam, yaitu:                                   
1.Taqlid buta, artinya taqlid yang tidak mau menerima perubahan, andai kata sesuatu yang ditaqlidkan itu sudah jelas melanggar agama. 
Mereka berpendapat bahwa itulah yang benar, sedang yang lain itu salah semuanya. 2.  Taqlid dengan Meliha maksudnya melihat adalah bertaqlid sambil bertanya, berguru atau belajar, kalau masih bingung ini wajib hukumnya               

5. Apabila seorang muqallid bertaqlid suatu masalah kepada seorang mujtahid lalu mengamalkannya, tiba-tiba ia mencabut apa yang ditaqlidkannya untuk beralih taqlid kepada mujtahid lainnya, maka yang demikian itu tidak dibenarkan sebab mencabut taqlid setelah mengamalkan adalah batal menurut pendapat yang disepakati para ulama.                                       

IV.PENUTUP
 
Demikian pembahasan makalah yang kami susun, semoga dapat bermanfaat bagi pembaca dan pemakalah sendiri.Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam makalah ini. 
Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan dalam pembuatan makalah selanjutnya agar lebih baik dan benar                                         






DAFTAR PUSTAKA
                                                                 

Drs. H. Mu’in, dkk, Ushul Fiqh II, Jakarta, Departemen Agama, 1986
Alaiddin Koto, Ilmu Fiqih dan Ushul Fiqih, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004)
Ahmad, Idris, Dasar Pokok Hukum Islam dan Aqidah Ahlussunnah wal Jama’ah, (Jakarta:                  ---------- Pustaka Azam, 1969 )                 .                                                                http://restuandrian.blogspot.com/2011/12/pengertian-dan-hukum-taqlid.html,
---------- (Semarang Kamis, 11- 4-2013)
http://galery.myquran.org/forum/index.php?topic=84092.0 ( Semarang. Jum’at, 19-4-2013)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Apa komentar dan masukan anda dengan blog ini ?

Followers