Pages

Minggu, 21 Juli 2013

jihad


JIHAD

MAKALAH

Disusun guna memenuhi tugas
Mata Kuliah: Fiqh
Dosen Pengampu: Amin Farih M.Ag

 








Disusun oleh :
Mustaqimah                        (123911298)
Munawaroh             (123911297)
Siti Nur Hidayah     (123911299)


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2013


I.              PENDAHULUAN
Sering kita mendengar kata JIHAD , dan diartikan sebagai "Perang Suci" . Hal ini tidak dapat disalahkan , namun makna kata "Perang" disini sering di-baur-kan dengan pengertian perang dalam arti fisik . Ini yang harus diluruskan .
Jihad dalam bahasa Arab bermakna "berjuang" atau "berusaha keras" , dan ini dapat diberlakukan bagi siapa saja , baik muslim maupun bukan muslim. Untuk itu dimakalah ini saya akan membahas apa itu jihad, terorisme, dan apa-apa yang berkaitan dengan keduanya, serta suatu usaha dalam meluruskan berbagai pemahaman yang keliru dalam memahami permasalahan diatas.

II.           RUMUSAN MASALAH
A.  Apa Pengertian Jihad?
B.  Bagaiamana Fungsi Jihad dalam Islam?
C.  Bagaimana Reformulasi jihad di Indonesia?
D.  Apamacam-macam jihad?
E.   Bagaimana jihad dan terorisme (konsep dan praktek)?
F.   Bagaiamana Aplikasi jihad di Indonesia?

III.        PEMBAHASAN
A.  Pengertian Jihad
Secara etimologi, jihad adalah kepayahan, kesulitan, atau mencurahkan segala daa dan upaya, yaitu mencurahkan segala upaya dan kemampuan untuk memperoleh suatu perkara yang berat lagi sulit.
Ar-Raghib Al-Ashbahany (w.502 H) berkata, jihad adalah bersungguh-sungguh dan mengerahkan seluruh kemampuan dalam melawan musuh dengan tangan, lisan atau apa saja yang ia mampu. (Dzulqarnain M. Sanusi, antara jihad dan terorisme, Pustaka As-Sunnah, Makassar, cet.3, 2010, hal. 53).[1]                                                                                                                                    
Empat Imam Madzhab dan lainnya telah sepakat bahwa jihad fii sabiilillaah hukumnya adalah fardhu kifayah, apabila sebagian kaum Muslimin melaksanakannya, maka gugur (kewajiban) atas yang lainnya. Kalau tidak ada yang melaksanakan-nya maka berdosa semuanya. Para ulama menyebutkan bahwa jihad menjadi fardhu ‘ain pada tiga kondisi: Pertama: Apabila pasukan Muslimin dan kafirin (orang-orang kafir) bertemu dan sudah saling berhadapan di medan perang, maka tidak boleh seseorang mundur atau berbalik. Kedua: Apabila musuh menyerang negeri Muslim yang aman dan mengepungnya, maka wajib bagi penduduk negeri untuk keluar memerangi musuh (dalam rangka mempertahankan tanah air), kecuali wanita dan anak-anak. Ketiga: Apabila Imam meminta satu kaum atau menentukan beberapa orang untuk berangkat perang, maka wajib berangkat. Dalilnya adalah surat at-Taubah ayat 38-39.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا مَا لَكُمْ إِذَا قِيلَ لَكُمُ انْفِرُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ اثَّاقَلْتُمْ إِلَى الأرْضِ أَرَضِيتُمْ بِالْحَيَاةِ الدُّنْيَا مِنَ الآخِرَةِ فَمَا مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا فِي الآخِرَةِ إِلا قَلِيلٌ (٣٨)إِلا تَنْفِرُوا يُعَذِّبْكُمْ عَذَابًا أَلِيمًا وَيَسْتَبْدِلْ قَوْمًا غَيْرَكُمْ وَلا تَضُرُّوهُ شَيْئًا وَاللَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ (٣٩)

38. Hai orang-orang yang beriman, Apakah sebabnya bila dikatakan kepadamu: "Berangkatlah (untuk berperang) pada jalan Allah" kamu merasa berat dan ingin tinggal di tempatmu? Apakah kamu puas dengan kehidupan di dunia sebagai ganti kehidupan di akhirat? Padahal kenikmatan hidup di dunia ini (dibandingkan dengan kehidupan) diakhirat hanyalah sedikit.
39. jika kamu tidak berangkat untuk berperang, niscaya Allah menyiksa kamu dengan siksa yang pedih dan digantinya (kamu) dengan kaum yang lain, dan kamu tidak akan dapat memberi kemudharatan kepada-Nya sedikitpun. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.

B.  Fungsi Jihad dalam Islam
Jihad merupakan puncak kekuatan dan kemuliaan Islam. Orang yang berjihad akan menempati kedudukan yang tinggi di syurga.
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ عَنِ النَّبِىِّ - صلى الله عليه وسلم - قَالَ انْتَدَبَ اللَّهُ لِمَنْ خَرَجَ فِى سَبِيلِهِ لاَ يُخْرِجُهُ إِلاَّ إِيمَانٌ بِى وَتَصْدِيقٌ بِرُسُلِى أَنْ أُرْجِعَهُ بِمَا نَالَ مِنْ أَجْرٍ أَوْ غَنِيمَةٍ ، أَوْ أُدْخِلَهُ الْجَنَّةَ ، وَلَوْلاَ أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمَّتِى مَا قَعَدْتُ خَلْفَ سَرِيَّةٍ ، وَلَوَدِدْتُ أَنِّى أُقْتَلُ فِى سَبِيلِ اللَّهِ ثُمَّ أُحْيَا ، ثُمَّ أُقْتَلُ ثُمَّ أُحْيَا ، ثُمَّ أُقْتَلُ
“Dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Allah menggembirakan hati orang yang berperang di jalan Allah, yakni orang yang berperang semata-mata karena iman kepada Allah dan Rasul-Nya, bahwa ia akan kembali membawa kemenangan dan ghanimah, atau dimasukkan ke dalam surga. Andaikata tidak menyulitkan umatku, niscaya aku akan selalu ikut berperang. Aku ingin mati terbunuh di jalan Allah, kemudian hidup kembali dan terbunuh, kemudian hidup lagi dan terbunuh pula".
Secara umum, hakikat jihad mempunyai makna yang sangat luas yaitu berjihad melawan hawa nafsu, syaitan, dan orang-orang fasik dari kalangan ahli bid’ah dan maksiat.
Sedangkan menurut syara’, jihad adalah mencurahkan seluruh kemampuan untuk memerangi orang kafir. Sehingga dapat disimpulkan, jihad itu merangkumi empat bahagian
1.  Jihad melawan hawa nafsu? memperbaiki diri. (baca:Dzul Qornain M. Sanusi: 66) meliputi empat masalah iaitu:-
a)    Berjihad melawan hawa nafsu dalam mencari dan mempelajari kebenaran agama yang haq.
b)   berjihad melawan hawa nafsu dalam mengamalkan ilmu yang telah didapatkan.
c)    berjihad melawan hawa nafsu dalam mendakwahkan ilmu dan agama yang haq.
d)   berjihad melawan hawa nafsu dengan bersabar dalam mencari ilmu, beramal dan dalam berdakwah.
2.   Jihad melawan syaitan yang dapat dilakukan dengan dua cara:
a)    dengan menolak syubhah dan keraguan yang dapat mencederai keimanan
b)   dengan menolak keinginan-keinginan hawa nafsu yang merosak.
3.  Berjihad melawan orang-orang fasik, pelaku kezaliman, pelaku bid’ah dan pelaku kemungkaran
Melihat dari difinisi jihad diatas, maka jihad itu sendiri berfungsi untuk membentengi diri kita umat Islam dari pengaruh-pengaruh yang negatif. Bukan untuk menyengsarakan orang lain.
C.  Reformulasi Jihad di Indonesia
Jika meng-artikan Jihad sebagai "perjuangan membela agama" , maka lebih tepat bahwa ber-Jihad adalah: "perjuangan menegakkan syariat Islam" . Sehingga berjihad harus -lah dilakukan setiap saat , 24 jam sehari , sepanjang tahun , seumur hidup .
Jihad bisa ber-arti ber-juang "Menyampaikan atau menjelaskan kepada orang lain kebenaran Ilahi Atau bisa ber-jihad dalam diri kita sendiri" , Bisa saja ber-jihad adalah : "Memaksakan diri untuk bangun pagi dan shalat Subuh , walau masih mengantuk dan dingin dan memaksakan orang lain untuk shalat subuh dengan menyetel TOA mesjid dan memperdengarkan shalat subuh." dlsb .
Ini akan lebih bermanfaat dn dapat membawa dampak yang positif bagi masyarakat.




D.  Macam-macam Jihad
Jihad fi sabilillah (jihad dijalan Allah) , dalam syariat islam, tidak hanya bermakna memerangi orang-orang kafir saja, akan tetapi, meliputi beberapa hal :
1.      Jihaadun nafs ‘jihad dalam memperbaiki diri sendiri’.
2.      Jihaadusy syaithaan ‘jihad melawan syaitan’.
3.      Jihaadul kuffar wal munaafiqiin ‘jihad melawan orang-orang kafir dan munafiq’.
4.      Jihaad arbaabuzh zhalmi wal bida’ wal munkaraat ‘jihad menghadapi orang-orang zhalim, ahli bid’ah, dan pelaku kemungkaran’.
Dalam hal ini yang akan kita bahas adalah tentang jihad nafs dan jihad melawan syaitan. Pentingnya jihaadun nafs telah diterangkan dalam sebuah hadits:
اَلْمُجَاهِدُ مَنْ جَاهَدَ نَفْسَهُ فِي طَاعَةِ اللهِ
“seorang mujahid adalah orang yang berjihad memperbaiki dirinya dalam ketaatan kepada Allah”.
Perang Badar
حَدَّثَنَا هَنَّادُ بْنُ السَّرِيِّ حَدَّثَنَا ابْنُ الْمُبَارَكِ عَنْ عِكْرِمَةَ بْنِ عَمَّارٍ حَدَّثَنِي سِمَاكٌ الْحَنَفِيُّ قَالَ سَمِعْتُ ابْنَ عَبَّاسٍ يَقُولُ حَدَّثَنِي عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ قَالَ لَمَّا كَانَ يَوْمُ بَدْرٍ ح و حَدَّثَنَا زُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ وَاللَّفْظُ لَهُ حَدَّثَنَا عُمَرُ بْنُ يُونُسَ الْحَنَفِيُّ حَدَّثَنَا عِكْرِمَةُ بْنُ عَمَّارٍ حَدَّثَنِي أَبُو زُمَيْلٍ هُوَ سِمَاكٌ الْحَنَفِيُّ حَدَّثَنِي عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عَبَّاسٍ قَالَ حَدَّثَنِي عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ قَالَ لَمَّا كَانَ يَوْمُ بَدْرٍ نَظَرَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَى الْمُشْرِكِينَ وَهُمْ أَلْفٌ وَأَصْحَابُهُ ثَلَاثُ مِائَةٍ وَتِسْعَةَ عَشَرَ رَجُلًا فَاسْتَقْبَلَ نَبِيُّ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْقِبْلَةَ ثُمَّ مَدَّ يَدَيْهِ فَجَعَلَ يَهْتِفُ بِرَبِّهِ اللَّهُمَّ أَنْجِزْ لِي مَا وَعَدْتَنِي اللَّهُمَّ آتِ مَا وَعَدْتَنِي اللَّهُمَّ إِنْ تُهْلِكْ هَذِهِ الْعِصَابَةَ مِنْ أَهْلِ الْإِسْلَامِ لَا تُعْبَدْ فِي الْأَرْضِ فَمَا زَالَ يَهْتِفُ بِرَبِّهِ مَادًّا يَدَيْهِ مُسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةِ حَتَّى سَقَطَ رِدَاؤُهُ عَنْ مَنْكِبَيْهِ فَأَتَاهُ أَبُو بَكْرٍ فَأَخَذَ رِدَاءَهُ فَأَلْقَاهُ عَلَى مَنْكِبَيْهِ ثُمَّ الْتَزَمَهُ مِنْ وَرَائِهِ وَقَالَ يَا نَبِيَّ اللَّهِ كَفَاكَ مُنَاشَدَتُكَ رَبَّكَ فَإِنَّهُ سَيُنْجِزُ لَكَ مَا وَعَدَكَ فَأَنْزَلَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ { إِذْ تَسْتَغِيثُونَ رَبَّكُمْ فَاسْتَجَابَ لَكُمْ أَنِّي مُمِدُّكُمْ بِأَلْفٍ مِنْ الْمَلَائِكَةِ مُرْدِفِينَ } فَأَمَدَّهُ اللَّهُ بِالْمَلَائِكَةِ قَالَ أَبُو زُمَيْلٍ فَحَدَّثَنِي ابْنُ عَبَّاسٍ قَالَ بَيْنَمَا رَجُلٌ مِنْ الْمُسْلِمِينَ يَوْمَئِذٍ يَشْتَدُّ فِي أَثَرِ رَجُلٍ مِنْ الْمُشْرِكِينَ أَمَامَهُ إِذْ سَمِعَ ضَرْبَةً بِالسَّوْطِ فَوْقَهُ وَصَوْتَ الْفَارِسِ يَقُولُ أَقْدِمْ حَيْزُومُ فَنَظَرَ إِلَى الْمُشْرِكِ أَمَامَهُ فَخَرَّ مُسْتَلْقِيًا فَنَظَرَ إِلَيْهِ فَإِذَا هُوَ قَدْ خُطِمَ أَنْفُهُ وَشُقَّ وَجْهُهُ كَضَرْبَةِ السَّوْطِ فَاخْضَرَّ ذَلِكَ أَجْمَعُ فَجَاءَ الْأَنْصَارِيُّ فَحَدَّثَ بِذَلِكَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ صَدَقْتَ ذَلِكَ مِنْ مَدَدِ السَّمَاءِ الثَّالِثَةِ فَقَتَلُوا يَوْمَئِذٍ سَبْعِينَ وَأَسَرُوا سَبْعِينَ قَالَ أَبُو زُمَيْلٍ قَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ فَلَمَّا أَسَرُوا الْأُسَارَى قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِأَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ مَا تَرَوْنَ فِي هَؤُلَاءِ الْأُسَارَى فَقَالَ أَبُو بَكْرٍ يَا نَبِيَّ اللَّهِ هُمْ بَنُو الْعَمِّ وَالْعَشِيرَةِ أَرَى أَنْ تَأْخُذَ مِنْهُمْ فِدْيَةً فَتَكُونُ لَنَا قُوَّةً عَلَى الْكُفَّارِ فَعَسَى اللَّهُ أَنْ يَهْدِيَهُمْ لِلْإِسْلَامِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا تَرَى يَا ابْنَ الْخَطَّابِ قُلْتُ لَا وَاللَّهِ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا أَرَى الَّذِي رَأَى أَبُو بَكْرٍ وَلَكِنِّي أَرَى أَنْ تُمَكِّنَّا فَنَضْرِبَ أَعْنَاقَهُمْ فَتُمَكِّنَ عَلِيًّا مِنْ عَقِيلٍ فَيَضْرِبَ عُنُقَهُ وَتُمَكِّنِّي مِنْ فُلَانٍ نَسِيبًا لِعُمَرَ فَأَضْرِبَ عُنُقَهُ فَإِنَّ هَؤُلَاءِ أَئِمَّةُ الْكُفْرِ وَصَنَادِيدُهَا فَهَوِيَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا قَالَ أَبُو بَكْرٍ وَلَمْ يَهْوَ مَا قُلْتُ فَلَمَّا كَانَ مِنْ الْغَدِ جِئْتُ فَإِذَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَبُو بَكْرٍ قَاعِدَيْنِ يَبْكِيَانِ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَخْبِرْنِي مِنْ أَيِّ شَيْءٍ تَبْكِي أَنْتَ وَصَاحِبُكَ فَإِنْ وَجَدْتُ بُكَاءً بَكَيْتُ وَإِنْ لَمْ أَجِدْ بُكَاءً تَبَاكَيْتُ لِبُكَائِكُمَا فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَبْكِي لِلَّذِي عَرَضَ عَلَيَّ أَصْحَابُكَ مِنْ أَخْذِهِمْ الْفِدَاءَ لَقَدْ عُرِضَ عَلَيَّ عَذَابُهُمْ أَدْنَى مِنْ هَذِهِ الشَّجَرَةِ شَجَرَةٍ قَرِيبَةٍ مِنْ نَبِيِّ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَنْزَلَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ { مَا كَانَ لِنَبِيٍّ أَنْ يَكُونَ لَهُ أَسْرَى حَتَّى يُثْخِنَ فِي الْأَرْضِ إِلَى قَوْلِهِ فَكُلُوا مِمَّا غَنِمْتُمْ حَلَالًا طَيِّبًا } فَأَحَلَّ اللَّهُ الْغَنِيمَةَ لَهُمْ
“Telah menceritakan kepadaku Umar bin Khattab dia berkata, "Saat terjadi perang Badr, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam melihat pasukan orang-orang Musyrik berjumlah seribu pasukan, sedangkan para sahabat beliau hanya berjumlah tiga ratus Sembilan belas orang. Kemudian Nabi Allah shallallahu 'alaihi wasallam menghadapkan wajahnya ke arah kiblat sambil menengadahkan tangannya, beliau berdoa: "Ya Allah, tepatilah janji-Mu kepadaku. Ya Allah, berilah apa yang telah Engkau janjikan kepadaku. Ya Allah, jika pasukan Islam yang berjumlah sedikit ini musnah, nescaya tidak ada lagi orang yang akan menyembah-Mu di muka bumi ini.” Demikianlah, beliau senantiasa berdoa kepada Rabbnya dengan mengangkat tangannya sambil menghadap ke kiblat, sehingga selendang beliau terlepas dari bahunya. Abu Bakar lalu mendatangi beliau seraya mengambil selendang dan menaruhnya di bahu beliau, dan dia selalu menyertai di belakang beliau." Abu Bakar kemudian berkata, "Ya Nabi Allah, cukuplah kiranya anda bermunajat kepada Allah, kerana Dia pasti akan menepati janji-Nya kepada anda." Lalu Allah menurunkan ayat: '((ingatlah), ketika kamu memohon pertolongan kepada Tuhanmu, lalu diperkenankan-Nya bagimu: "Sesungguhnya Aku akan mendatangkan bala bantuan kepada kamu dengan seribu malaikat yang datang berturut-turut) ' (Surah Al Anfaal: 9), Allah lalu membantunya dengan tentera Malaikat." Abu Zumail berkata, "Ibnu Abbas menceritakan kepadaku, dia katakan, "Pada hari itu, ketika seorang tentara Islam mengejar tentara Musyrikin yang berada di hadapannya, tiba-tiba terdengar olehnya bunyi suara cemeti di atas kepala seorang Musyrik itu, dan suara seorang penunggang kuda berkata, "Majulah terus wahai Haizum!. Tanpa diduga, seorang Musyrik yang berada di hadapannya telah mati terkapar dengan hidungnya bengkak, dan mukanya terbelah seperti bekas pukulan cambuk serta seluruh tubuhnya menghijau. Lalu tentera Muslim itu datang melaporkan peristiwa yang baru saja dialaminya kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, maka beliau bersabda: "Kamu benar, itu ialah pertolongan Allah dari langit ketiga." Pada hari itu, tentara kaum Muslimin dapat membunuh tujuh puluh tentera kaum Musyrikin, dan berhasil menawan tujuh puluh orang tawanan." Abu Zumail melanjutkan, "Ibnu Abbas berkata, "Tatkala tawanan telah mereka tahan, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bertanya kepada Abu Bakar dan Umar: "Bagaimanakah pendapat kalian mengenai tawanan ini?" Abu Bakar menjawab, "Wahai Nabi Allah, mereka itu ialah anak-anak paman dan masih keluarga kita, aku berpendapat, sebaiknya kita pungut tebusan daripada mereka. Dengan begitu, kita akan menjadi kuat terhadap orang-orang kafir, semoga Allah menunjuki mereka supaya masuk Islam." Kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berkata: "Bagaimanakah pendapatmu wahai Ibnul Khattab?" Aku menjawab, "Tidak, demi Allah wahai Rasulullah, aku tidak setuju dengan pendapat Abu Bakar. Menurutku, berilah aku kesempatan untuk memenggal leher mereka, berilah kesempatan kepada Ali supaya memenggal leher 'Uqail, dan berilah kesempatan kepadaku supaya memenggal leher si pulan -maksudnya saudaranya sendiri, kerana mereka ialah para pemimpin kaum kafir dan pembesar-pembesar mereka." Akan tetapi Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menyetujui pendapat Abu Bakar dan tidak menyutujui pendapatku. Di keesokan harinya, aku menemui Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, aku dapati beliau sedang duduk menangis berdua dengan Abu Bakar, lalu aku berkata, "Ceritakanlah kepadaku, apa sebabnya anda berdua menangis? Jika bisa menangis maka aku akan menangis, jika tidak bisa maka aku akan pura-pura menangis untuk kalian." Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Aku menangis kerana tebusan yang dipungut sahabatmu terhadap para tawanan itu, lebih murah daripada harga kayu ini." -iaitu kayu yang berada dekat Nabi Allah shallallahu 'alaihi wasallam- Lalu Allah Azza wa jalla menurunkan ayat: "…Tidak pantas bagi seorang Nabi mempunyai seorang tawanan sebelum dia dapat melumpuhkan musuhnya di muka bumi ini…-hingga firman Nya- maka makanlah olehmu sebahagian harta rampasan) ' (Al Nafaal: 67-69). Kerana itulah Allah menghalalkan harta rampasan buat mereka.” (Hadis Sahih Muslim)
Perang Uhud
عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ إِسْحَاقَ ، قَالَ : وَ ” خَرَجَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ حِينَ صَلَّى الْجُمُعَةَ ، فَأَصْبَحَ بِالشِّعْبِ مِنْ أُحُدٍ ، فَالْتَقَوْا يَوْمَ السَّبْتِ فِي النِّصْفِ مِنْ شَوَّالٍ سَنَةَ ثَلاثٍ
Dari Muhammad bin Ishak berkata: Rasulullah (s.a.w) keluar ke Uhud pada hari Jumaat selepas solat Jumaat. Pada keesokan pagi Nabi (s.a.w) sudah bersiap di satu laluan dari laluan Uhud. Nabi berperang pada hari Sabtu pada pertengahan bulan Syawal pada tahun ke-3”
Perang Khondaq
رَأَيْتُ النَّبيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ الْخَنْدَقِ وَهُوَ يَنْقُلُ التُّرَابَ حَتَّى وَارَى التُّرَابُ شَعْرَ صَدْرِهِ وَكَانَ رَجُلاً كَثِيْرَ الشَّعْرِ وَهُوَ يَرْتَجِزُ بِرَجَزِ عَبْدِ اللهِ: اللَّهُمَّ لَوْ لاَ أَنْتَ مَا اهْتَدَيْنَا وَلاَ تَصَدَّقْنَا وَلاَ صَلَّيْنَا فَأَنْزِلَنْ سَكِيْنَةً عَلَيْنَا وَثَبَّتِ اْلأَقْدَامَ إِنْ لاَقَيْنَا إِنَّ اْلأَعْدَاءَ قَدْ بَغَوْا عَلَيْنَا إِذَا أَرَادُوا فِتْنَةً أَبَيْنَا يَرْفَعُ بِهَا صَوْتَهُ
“Saya melihat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pada peristiwa Khandaq sedang mengangkut tanah sampai tanah itu menutupi bulu dada beliau. Dan beliau adalah laki-laki yang lebat bulu dadanya. Ketika itu beliau melantunkan syair Abdullah bin Rawahah sambil menyaringkan suaranya: “Ya Allah kalau bukan karena Engkau niscaya kami tidak mendapat petunjuk Tidak bersedekah dan tidak pula shalat. Maka turunkanlah ketenangan atas kami. Dan kokohkan kaki kami ketika bertemu (musuh). Sesungguhnya musuh-musuh telah mendzalimi kami. Bila mereka menginginkan fitnah, tentu kami menolaknya”
Jihad memperbaiki diri  yang pertama yaitu dengan mempelajari ilmu syariat, yakni Al-Qur’an dan hadits, sesuai dengan pemahaman salaf. Kemudian mengamalkan ilmu yang telah dipelajari. Selanjutnya, mendakwahkan ilmu tersebut, dan yang terakhir adalah bersabar terhadap diri ketika mendapat cobaan dalam menjalani jihad bin nafs sebelumnya. Sedang jihad melawan syaitan, ini erat kaitannya dengan jihad nafs. Maka, merupakan sebuah keharusan untuk menjadikan syaitan sebagai musuh yang nyata bagi kita, dan bagaimana kita harus mencurahkan segala kemampuan dalam berperang dan berjihad melawan syaitan tersebut, karena mereka tak pernah letih untuk memerangi seorang hamba dalam selang beberap tarikan nafas (Dzulqarnain, hlm. 70 ). Dengan uraian diatas, dapat kita pahami bahwa untuk melakukan jihad tidak harus dengan memerangi orang kafir, terlebih pada jaman sekarang ini orang muslim dan non muslim mampu hidup berdampingan dalam masyarakat. Maka, yang terpenting adalah bagaimana kita akan memperbaiki diri dan bagaimana kita akan melawan syaitan alias hawa nafsu kita, itulah jihad yang perlu kita lakukan sekarang ini.
Arti kata Jihad sering disalah pahami oleh yang tidak mengenal prinsip-prinsip Din Islam sebagai 'perang suci' (holy war); istilah untuk perang adalah Qital, bukan Jihad.
Jihad dalam bentuk perang dilaksanakan jika terjadi fitnah yang membahayakan eksistensi ummat (antara lain berupa serangan-serangan dari luar).
Pada dasar kata arti jihad adalah "berjuang" atau "ber-usaha dengan keras" , namun bukan harus berarti "perang dalam makna "fisik" . jika sekarang jihad lebih sering diartikan sebagai "perjuangan untuk agama", itu tidak harus berarti perjuangan fisik .
E.  Jihad dan Terorisme (konsep dan praktek)
Belum ada pengertian secara pasti apa itu terorisme dan belum ditemukan definisi tentang terorisme oleh kalangan ulama terdahulu, akan tetapi banyak pendapat-pendapat yang memberikan definisi tantang terorisme. Karena terorisme telah menjadi banyak perbincangan pada saat ini, tidak terkecuali di Indonesia.
   Menurutr PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa), terorisme adalah[2] perbuatan-perbuatan yang membahayakan jiwa manusia yang tidak berdosa, atau menghancurkan kebebasan asasi, atau melanggar kehormatan manusia[3].
Terorisme tidak bisa dikategorikan sebagai Jihad; Jihad dalam bentuk perang harus jelas pihak-pihak mana saja yang terlibat dalam peperangan, seperti halnya perang yang dilakukan Nabi Muhammad yang mewakili Madinah melawan Makkah dan sekutu-sekutunya. Alasan perang tersebut terutama dipicu oleh kezaliman kaum Quraisy yang melanggar hak hidup kaum Muslimin yang berada di Makkah (termasuk perampasan harta kekayaan kaum Muslimin serta pengusiran).Allah berfirman dalam AyatNya :
وَمَا لَكُمْ لا تُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَالْمُسْتَضْعَفِينَ مِنَ الرِّجَالِ وَالنِّسَاءِ وَالْوِلْدَانِ الَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا أَخْرِجْنَا مِنْ هَذِهِ الْقَرْيَةِ الظَّالِمِ أَهْلُهَا وَاجْعَل لَنَا مِنْ لَدُنْكَ وَلِيًّا وَاجْعَل لَنَا مِنْ لَدُنْكَ نَصِيرًا (٧٥)
”Mengapa kamu tidak mau berperang di jalan Allah dan (membela) orang-orang yang lemah baik laki-laki, wanita-wanita maupun anak-anak yang semuanya berdoa: "Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami dari negeri ini (Mekah) yang zalim penduduknya dan berilah kami pelindung dari sisi Engkau, dan berilah kami penolong dari sisi Engkau !".(QS An-Nisa’ :75)
Perang yang mengatasnamakan penegakan Islam namun tidak mengikuti Sunnah Rasul tidak bisa disebut Jihad. Sunnah Rasul untuk penegakkan Islam bermula dari dakwah tanpa kekerasan, hijrah ke wilayah yang aman dan menerima dakwah Rasul, kemudian mengaktualisasikan suatu masyarakat Islami (Ummah) yang bertujuan menegakkan Kekuasaan Allah di muka bumi.
"Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak (pula) kepada hari kemudian dan mereka tidak mengharamkan apa yang telah diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya dan tidak beragama dengan agama yang benar (agama Allah<-islam), (yaitu orang-orang) yang diberikan Al Kitab kepada mereka, sampai mereka membayar jizyah dengan patuh sedang mereka dalam keadaan tunduk."
F.   Aplikasi Jihad di Indonesia
Berbicara tentang pengamalan jihad di Indonesia, maka kita tidak boleh melupakan sejarah dan akar budaya. Pada dasarnya kalau kita mau jujur jihadnya para ulama’ tempo dulu, taruhlah misal walisongo, beliau-beliau jihadnya tidak melalui jalan kekerasan, tetapi melalui jalan damai. Bahkan kalau kita lihat secara seksama, mereka jihad melalui budaya yang telah ada. Hal ini dapat kita lihat pada model bangunan masjid yang ada di Indonesia. Di sana kita bisa melihat sangat berbeda jauh jika kita lihat anatara masjid-masjid yang ada di Indonesia yang di bangun oleh walisongo dengan masjid-masjid yang ada di timur tengah.
Pada dasar kata arti jihad adalah "berjuang" atau "ber-usaha dengan keras" , namun tidak harus berarti "perang dalam makna "fisik" . Kalau sekarang jihad telah sering diartikan sebagai "perjuangan untuk agama" , memang bisa saja dibenarkan , walau itu tidak harus berarti perjuangan fisik . Bila meng-arti-kan jihad hanya sebagai peperangan fisik , dan extern , untuk membela agama bisa sangat ber-bahaya ,sebab akan mudah di-manfaat-kan , dan rentan terhadap fitnah . Berjihad dengan perang fisik jelas dinyatakan sebagai QITAL .
Kalau mau meng-artikan Jihad sebagai "perjuangan membela agama" , maka lebih tepat bila dikatakan bahwa ber-Jihad adalah : "perjuangan menegakkan syariat Islam". Sehingga berjihad harus -lah dilakukan setiap saat , 24 jam sehari , sepanjang tahun , seumur hidup.
a)      Jihad bisa ber-arti ber-juang "Menyampaikan atau menjelaskan kepada orang lain kebenaran Ilahi , walaupun bisa digebukin orang banyak" .
b)      Atau bisa ber-jihad dalam diri kita sendiri untuk "tidak mencuri atau men-jarah walau kita sedang lapar" .
c)      Atau -pun bisa ber-jihad dengan "Tidak ber-riya dalam keadaan banyak rakyat sedang sulit sembako" ,
d)     Bisa saja ber-jihad adalah : "Memaksakan diri untuk bangun pagi dan shalat Subuh , walau masih mengantuk dan dingin”

G.                KESIMPULAN
Jihad berbeda dengan perang. Jikalau kita mengaku muslim maka kita harus santun didalam memaknai jihad, ingatlah kita bahwa islam adalah rahmatan lil’alamin bukan rahmatan lil muslimin. Dan rasulullah juga pernah besabda yang maksudnya adalah jihad yang paling besar yaitu jihad melawan hawa nafsu. Maka dari itu kita sebagai muslim tidak boleh picik memaknai jihad hanya sekedar sebagai perang saja, tapi lebih jauh dari itu semua jihad adalah memgekang hawa nafsu kita untuk bisa menahan tidak melakukan maksiat itu juga dapat di kategorikan sebagai jihad.

H.                PENUTUP
Demikian makalah kami buat semoga membawa manfaat. Tiada kata yang paling indah yang dapat penulis katakan selain kritik dan saran pembaca selalu kunanti.




DAFTAR PUSTAKA
Dzulqarnain M. Sanusi, Antara Jihad dan Terorisme, Pustaka As-Sunnah, Makassar, cet.3, 2010
www.google.com/jihad


[1] Dzulqarnain M. Sanusi, antara jihad dan terorisme, Pustaka As-Sunnah, Makassar, cet.3, 2010, hal. 53
[2] Dzulqarnain M. Sanusi, antara jihad dan terorisme, hal. 125
[3] Ibid, hlm. 125

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Apa komentar dan masukan anda dengan blog ini ?

Followers