Pages

Minggu, 21 Juli 2013

hukum islam di indonesia persepektif sejarah




HUKUM ISLAM DI INDONESIA PERSPEKTIF SEJARAH
MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Fiqih
Dosen Pengampu : H. Amin Farih, M.Ag


Logo-IAIN-Walisongo-Semarang.jpg




Disusun Oleh:
Masykur                        ( 123911216)
Masyhuri Alwi              (123911217)




FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
 SEMARANG
2013


HUKUM ISLAM DI INDONESIA PERSPEKTIF SEJARAH

A.     LATAR  BELAKANG MUNCULNYA TEORI
Islam telah diterima oleh bangsa Indonesia jauh sebelum penjajah datang ke Indonesia. Waktu penjajah Belanda datang ke Indonesia, (Hindia Belanda), bangsa Indonesia telah menyaksikan kenyataan bahwa di Hindia Belanda telah menganut sistem hukum, yaitu agama yang dianut di Hindia Belanda, seperti hukum islam, hindu budha, dan nasrani serta hukum adat bangsa Indonesia.
Berlakunya  hukum islam bagi sebagian besar penduduk Hindia Belanda, berkaitan dengan mnculnya kerajaan-kerajaan islam setelah runtuhnya Majapahit pada sekitar tahun 1581. Walaupun pada mulanya kedatangan Belanda yang notabene beragama Kristen protestan ke Indonesia tidak ada kitannya dengan masalah hukum (agama), namun pada perkembangan selanjutnya, berkaitan dengan kepentingan penjajah, akhirnya mereka tidak bisa menghindari persentuhan masalah hukum dengan penduduk pribumi. Berhubungan dengan masalah hukum adat di Indonesia dan hukum agama bagi masing-masing pemeluknya,munculah beberapa teori-teori hukum diantaranya adalah teori receptio in complexu dan teori receptie yang muncul sebelum kemerdekaan Indonesia. Tiga teori lainnya, yaitu teori receptie exit, receptie a contrario, dan teori eksistensi muncul setelah Indonesia merdeka.

B.     PERKEMBANGAN XXX ISLAM INDONESIA
1.      Masa Penjajahan
Indonesia masih berada dalam jajahan Belanda ketika pasukan Jepang secara bertahap memasuki wilayah Indonesia. Di bawah pimpinan Letnan Jenderal Hitoshi Imamura, Jepang mulai menduduki beberapa wilayah di Indonesia. Adapun kedatangan Jepang ke berbagai wilayah Indonesia dapat diperhatikan dalam tabel berikut ini!
No
Waktu
Keterangan
1
11 Januari 1942
Jepang menduduki di Tarakan, Kalimantan Timur.
2
23 Januari 1942
Jepang menduduki di Balikpapan, Kalimantan Timur.
3
14 Pebruari 1942
Jepang menduduki di Palembang.
4
16 Pebruari 1942
Jepang menduduki di Plaju.
5
1 Maret 1942
Jepang menduduki beberapa daerah di Pulau Jawa, 6yakni di Merak, Teluk Banten, Cirebon, dan Pasuruan.
6
5 Maret 1942
Jepang berhasil merebut Batavia dari tangan Belanda.

a.    Pendudukan Jepang di Indonesia
Pada awal kedatangannya Jepang disambut dengan simpati oleh bangsa Indonesia. Di berbagai tempat Jepang dielu-elukan sebagai pembebas bangsa Indonesia dari belenggu penjajahan Belanda. Jetapi sesungguhnya kedatangan Jepang di Indonesia memiliki maksud tertentu. Menyerahnya Belanda kepada Jepang bukan berarti bangsa Indonesia telah bebas dari belenggu penjajahan. Sebaliknya, secara resmi Jepang memulai masa pendudukannya di Indonesia.
Jepang ingin mengambil kekayaan alam yang ada di Indonesia dan sekaligus ingin mencari tenaga manusia Indonesia untuk persiapan perang menghadapi sekutu. Untuk itu, Jepang berusaha keras untuk mendapatkan simpati dari rakyat Indonesia, terutama para pemimpin pergerakan nasional. Untuk itu Jepang memberi kesempatan kepada bangsa Indonesia untuk:  (a) memperbolehkan rakyat Indoneia untuk mengibarkan bendera Merah Putih, (b) memperbolehkan rakyat Indonesia untuk menyanyikan lagu Indonesia Raya, dan (c) memperbolehkan rakyat Indonesia untuk menggunakan Bahasa Indonesia dalam kehidupan sehari hari, menggantikan Bahasa Belanda.
b.    Pengerahan Tenaga Romusha
Sikap manis Jepang terhadap bangsa Indonesia tidak bertahan lama. Bahkan lama  kelamaan tentara Jepang menunjukkan sikap yang bengis dan kejam. Semua hasil bumi  Indonesia seperti beras, jagung, singkong, telur, dan ternak diambil secara sewenang-wenang oleh Jepang. Semuanya digunakan untuk memenuhi kebutuhan tentara Jepang.  Akibatnya bangsa Indonesia mengalami bencana kelaparan. Selain itu, bangsa Indonesia  juga mengalami kekurangan pakaian. Karena sulitnya mencari pakaian, rakyat Indonesia  membuat pakaian dari bahan karung goni, daun rumbia, dan sejenisnya yang serba  compang-camping.
Penderitaan  bangsa  Indonesia  semakin  meningkat  pada  saat  Jepang  menerapkan  rhomusa, yakni kerja paksa yang diterapkan oleh pemerintah pendudukan Jepang.  Rakyat Indonesia dipaksa mengerjakan pekerjaan berat, seperti membangun jalan raya,  membangun jembatan, membangun lapangan udara, membangun benteng pertahanan,  dan sebagainya. rakyat Indonesia dipaksa bekerja keras tanpa upah sedikitpun. Tidak  sedikit  di antara rakyat Indonesia yang mati kelaparan atau terserang penyakit.
c.    Organisasi-organisasi Bentukan Jepang
Jepang membentuk beberapa organisasi yang digunakan untuk menarik simpati bangsa  Indonesia. Adapun organisasi-organisasi bentukan Jepang antara lain Gerakan Tiga A,  Pusat Tenaga Rakyat (Putera), Pembantu Prajurit (Heiho), dan Pembela Tanah Air (Peta).  Gerakan Tiga A didirikan pada tanggal 29 April 1942 dengan ketua MR. Syamsuddin,  dibantu oleh K. Sutan Pamuncak dan Muhammad Saleh. Semboyan Gerakan Tiga A adalah: Jepang pemimpin Asia, Jepang Pelindung Asia, dan Jepang Cahaya Asia. Akan  tetapi organisasi ini kurang mendapat sambutan dari kalangan bangsa Indonesia.
Pusat Tenaga Rakyat  (Putera) dibentuk pada tanggal  9 Maret  1943. organisasi ini  dipimpin oleh beberapa tokoh pergerakan nasional Indonesia, seperti Ir. Soekarno, Drs.  Moeh. Hatta, Ki Hajar Dewantoro, dan K.H. Mas Mansur. Oleh para pemimpin bangsa  Indonesia, organisasi ini dimanfaatkan untuk mengobarkan semangat kemerdekaan.  Itulah sebabnya, pada tanggal 8 Januari 1944 Putera dibubarkan oleh Jepang, dan diganti  dengan organisasi baru yang bernama Perhimpunan Jawa atau Jawa Hokokai.
Untuk membantu Jepang dalam menghadapi pasukan sekutu, pada tanggal 16 Juni 1943  Perdana Menteri Jepang Hideki Tojo mengumumkan bhwa rakyat Indonesia diberi kesempatan untuk ikut serta dalam kegiatan politik dan pemerintahan. Sebagai tindak  lanjutnya, tentara Jepang membentuk Heiho (Pembantu Prajurit) dari kalangan bangsa Indonesia. Mereka diberi latihan militer di Tangerang. Setelah dianggap cukup pasukan heiho dikirim ke berbagai medan pertempuran menghadapi kekuatan sekutu. Selain itu Jepang juga membentuk organisasi semi militer lain, seperti Barisan Pembantu Polisi (Keibodan), Barisan pemuda (Seinendan), Perhimpunan Wanita (Fujinkai), dan sebagainya.
Pada tanggal 3 Oktober 1943 Jepang membentuk tentara Pembela Tanah Air (Peta). Banyak pemuda Indonesia yang mendaftarkan diri menjadi anggota Peta. Mereka mendapatkan latihan militer yang dipusatkan di Bogor. Tentara Peta dibentuk untuk mempertahankan tanah air Indonesia dari ancaman pasukan sekutu. Di dalam Peta terdapat lima jenis pangkat, yaitu Daidanco (Komandan Batalion), Cudanco (Komandan Kompi), Shodanco (Komandan Peleton), Bundancho (Komandan Regu), dan Giyuhei (Komandan Sukarela).

d.   Perlawanan Rakyat Indonesia terhadap Pendudukan Jepang
Pemerintah pendudukan Jepang yang kejam telah menimbulkan penderitaan lahir batin  bagi bangsa Indonesia. Kelaparan, kemiskinan, penyakit, dan kematian terjadi di mana-mana. Para pemuda yang menjadi anggota romusha banyak yang tidak kembali dan tidak diketahui nasibnya. Penderitaan tersebut telah menimbulkan semangat perlawanan dikalangan bangsa Indonesia. Tokoh-tokoh bangsa bangkit mempimpin pemberontakan menghadapi  kekejaman  bangsa  dan  kebengisan  yang  dilakukan  oleh  pemerintah pendudukan Jepang. 
2.      Masa Kemerdekaan
a.    Pernyataan proklamasi
Pada hari Jumat tanggal 17 Agustus 1945 tepat pukul 10.00 WIB di Pegangsaan Timur No. 56 Jakarta dibacakan teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia oleh Ir. Soekarno didampingi Drs. Moh. Hatta dan dilanjutkan dengan pengibaran bendera merah putih oleh S. Suhud dan Cudanco Latief Hendradiningrat dan diiringi dengan nyanyian lagu Indonesia Raya dan diteruskan oleh sambutan Walikota Suwiryo dan Dr. Mawardi. Setelah upacara selesai masing-masing meninggalkan tempat. Proklamasi berlangsung secara sederhana, namun penuh khidmat dan dihadiri oleh ±1.000 orang terdiri dari para pemimpin bangsa, kelompok pemuda para pejuang dan rakyat yang mengetahui peristiwa tersebut.
Pernyataan proklamasi memiliki arti yang sangat penting bagi bangsa Indonesia. Proklamasi merupakan titik puncak perjuangan pergerakan kemerdekaan, lepas dari belenggu penjajahan asing dan lainnya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dengan proklamasi, bangsa Indonesia dapat menentukan hidupnya sendiri sesuai dengan harkat dan martabat, serta sendi-sendi kehidupan bangsa Indonesia. Dengan demikian proklamasi membawa perubahan yang besar dalam kehidupan bangsa Indonesia.
b.    Perumusan teks proklamasi
Atas jasa Ahmad Soebarjo pertemuan diadakan di rumah Laksamana Muda Maeda di Jalan Imam Bonjol No.1 Jakarta untuk membicarakan pelaksanaan proklamasi. Menjelang pagi tanggal 17 Agustus 1945 teks proklamasi dirumuskan oleh Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta, dam Ahmad Soebarjo yang disaksikan oleh Sayuti Melik, Sukarni, B.M Diah, dan Sudiro. Naskah proklamasi yang ditulis tanggan oleh Soekarno dibacakan di hadapan peserta rapat. Setelah mendapat persetujuan ini dan siapa yang menandatangani teks tersebut kemudian diketik oleh Sayuti Melik dengan beberapa perubahan yang kemudian ditandatangani oleh Soekarno-Hatta atas nama bangsa Indonesia. Disetujui pula bahwa proklamasi diadakan di rumah Soekarno di Jalan Pegangsaan Timur No.56 Jakarta.
c.    Penataan kehidupan ekonomi pemerintahan Indonesia
Bangsa Indonesia yang perlu berbenah diri dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dengan tujuan mensejahterakan kehidupan rakyat. Adapun upaya pemerintah dalam menata kehidupan berbangsda dan bernegara adalah sebagai berikut:
1)   Kondisi ekonomi Awal Kemerdekaan
Pada awal kemerdekaaan kehidupan ekonomi bangsa Indonesia sangat memprihatinkan hal ini disebabkan karena:
a)    Mewarisi sistem ekonomi Jepang
b)   Adanya inflasi yang disebabkan beredarnya uang Jepang yang tidak terkendali
c)    Kas negara kosong
d)   Tidak seimbangnya pemasukan dan pengeluaran negara.
e)    Blokade ekonomi oleh Belanda sebab perhitungan Belanda bahwa dengan senjata ekonomi akan dapat merobohkan RI.
Dalam rangka membangun kepercayaan rakyat dan membangun ekonomi yang sehat pemerintah Republik Indonesia melakukan tindakan-tindakan sebagai berikut:
a)    Menetapkan tiga mata uang De Javasche Bank, mata uang pemerintah Hindia Belanda dan mata uang penduduk Jepang.
b)   Untuk mengatasi kesulitan moneter dengan persetujuan BP-KNIP, Menteri Keuangan Ir. Surachman melaksanakan pinjaman nasional yang akan dibayarkan kembali selambat-lambatnya 40 tahun.
c)    Pada tanggal 1 Oktober 1946 pemerintah mengeluarkan uang kertas yang Oeang Repoeblik Indonesia atau ORI. Hal ini disebabakan tanggal 6 Maret 1946, Panglima Sekutu mengumumkan berlakunya uang NICA (Netherlands Indies Civil Administration) di daerah-daerah yang diduduki Serikat sebagai pengganti uang Jepang.
d)   Pembentukan Bank Negara Indonesia pada tanggal 1 November 1946 yang bertugas untuk mengatur nilai tukar ORI dengan valuta asing yang ada di Indonesia.
2)   Menembus Blokade Ekonomi
Dalam usahanya untuk menembus blokade ekonomi musuh Pemerintah RI melakukan berbagai usaha untuk mematahkan blokade ekonomi tersebut. Usahanya antara lain :
a)        Memberikan batuan beras kepada pemerintah India yang saat itu sedang dilanda kelaparan dengan didasarkan kepada segi kemanusiaan. Namun, secara politik tindakan tersebut menegaskan kehadiran Republik Indonesia di dunia.
b)        Mengadakan hubungan dagang langsung dengan luar negeri, antara lain dengan perusahaan swasta Amerika yaitu BTC (Banking and Trading Corporation) suatu badan perdagangan semi pemerintah yang dipimpin oleh Sumitro Djoyohadikusumo.
c)        Mengalihkan kegiatan perdagangan dari pulau Jawa ke pulau Sumatera. Misalnya, hasil karet dari Sumatera di ekspor ke wilayah Singapura.
d)       Membentuk perwakilan resmi di Singapura pada tahun 1947 dengan nama Indonesia Office (indof) yang bertugas memperjuangkan kepentingan luar negeri Indonesia, menembus blokade Belanda dan perdagangan barter. Badan ini digunakan oleh pemerintah Indonesia untuk menembus blokade ekonomi oleh Belanda
e)        Konsep Ketahanan ekonomi.
3.      Masa Orde Lama
a)      Demokrasi Liberal (1950 – 1959)
Dalam proses pengakuan kedaulatan dan pembentukan kelengkapan negara, ditetapkan pula sistem demokrasi yang dipakai yaitun sistem demokrasi liberal. Dalam sistem demokrasi ini presiden hanya bertindak sebagai kepala negara. Presiden hanya berhak mengatur formatur pembentukan kabinet. Oleh karena itu, tanggung jawab pemerintah ada pada kabinet. Presiden tidak boleh bertindak sewenang-wenang. Adapun kepala pemerintahan dipegang oleh perdana menteri.
Dalam sistem demokrasi ini, partai-partai besar seperti Masyumi,Pni,dan PKI mempunyai partisipasi yang besar dalam pemerintahan. Dibentuklah kabinet-kabinet yang bertanggung jawab kepada parlemen (Dewan Perwakilan Rakyat ) yang merupakan kekuatan-kekuatan partai besar berdasarkan UUDS 1950.
Setiap kabinet yang berkuasa harus mendapat dudkungan mayoritas dalam parlemen (DPR pusat). Bila mayoritas dalam parlemen tidak mendukung kabinet, maka kabinet harus mengemblikan mandat kepada presiden. Setelah itu, dibentuklah kabinet baru untuk mengendalikan pemerintahan selanjutnya. Dengan demikian satu ciri penting dalam penerapan sistem Demokrasi Liberal di negara kita adalah silih bergantinya kabinet yang menjalankan pemerintahan.
Kabinet yang pertama kali terbentuk pada tanggal 6 september 1950 adalah kabinet Natsir. Sebagai formatur ditunjuk Mohammad Natsir sebagai ketua Masyumi yang menjadi partai politik terbesar saat itu. Program kerja Kabinet Natsir pada masa pemerintahannya secara garis besar sebagai berikut ;
1)   Menyelenggarakan pemilu untuk konstituante dalam waktu singkat.
2)   Memajukan perekonomian, keeshatan dan kecerdasan rakyat.
3)   Menyempurnakan organisasi pemerintahan dan militer.
4)   Memperjuangkan soal Irian Barat tahun 1950.
5)   Memulihkan keamanan dan ketertiban.
Dalam menjalankan kebijakannya, kabinet ini banyak memenuhi hambatan terutama dari tubuh parlemen sendiri. Bentuk negara yang belum sempurna dengan beberapa daerah masih berada ditangan pemerintahan Belanda memperuncing masalah yang ada dalam kabinet tersebut. Perbedaan politik antara presiden dan kabinet tersebut menyebabkan kedekatan antara presiden dengan golongan oposisi (PNI). Hal itu menentang sistem politik yang telah berlaku sebelumnya, bahwa presiden seharusnya memiliki sikap politik yang sealiran dengan parlemen. Secara berturut-turut setelah kejatuhan kabinet Natsir, selama berlakunya sistem Demokrasi Liberal, presiden membentuk kabinet-kabinet baru hingga tahun 1959.
Pada masa Demokrasi Liberal ini juga berhasil menyelenggarakan pemilu I yang dilakukan pada 29 september 1955 dengan agenda pemilihan 272 anggota DPR yang di lantik pada 20 Maret 1956. Pemilu pertama tersebut juga telah berhasil badan konstituante (sidang pembuat UUD). Selanjutnya badan konstituante memiliki tugas untuk merumuskan UUD baru. Dalam badan konstituante sendiri, terdiri berbagai macam partai, dengan dominasi partai-partai besar seperti NU,PKI,Masyumi dan PNI. Dari nama lembaga tersebut dapatlah diketahui bahwa lembaga tersebut bertugas untuk menyusun konstitusi. Konstituante melaksanakan tugasnya ditengah konflik berkepanjangan yang muncul diantara pejabat militer, pergolakan daerah melawan pusat dan kondisi ekonomi tak menentu.
b)      Demokrasi Terpimpin (1959 – 1965)
1)      Sistem politik Demokrasi Terpimpinat
Kekacauan terus menerus dalam kesatuan negara Republik Indonesia yang disebabkan oleh begitu banyaknya pertentangan terjadi dalam sistem kenegaraan ketika diberlakukannya sistem demokrasi liberal. Pergantian dan berbagai respon dari dari daerah dalam kurun waktu tersebut memaksa untuk dilakukannya revisi terhadap sistem pemerintahan. Ir.Soekarno selaku presiden memperkenalkan konsep kepemimpinan baru yang dinamakan demokrasi terpimpin. Tonggak bersejarah diberlakukannya sistem demokrasi terpimpin adalah dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959.
Peristiwa tersebut mengubah tatanan kenegaraan yang telah terbentuk sebelumya. Satu hal pokok yang membedakan antara sistem Demokrasi Liberal dan Demokrasi Terpimpin adalah kekuasaan Presiden. Dalam Demokrasi Liberal, parlemen memiliki kewenangan yang terbesar terhadap pemerintahan dan pengambilan keputusan negara. Sebaliknya, dalam sistem Demokrasi Terpimpin presiden memiliki kekuasaan hampir seluruh bidang pemerintahan.
Dengan diberlakukannya Dekrit Presiden 1959 terjadi pergantian kabinet dari Kabinet Karya (pimpinan Ir.Djuanda) yang dibubarkan pada 10 juli 1959 dan digantikan dengan pembentukan Kabinet Kerja yang dipimpin oleh Ir.Soekarno sebagai perdana menteri dan Ir.Djuanda sebagai menteri pertama. Kabinet ini  yang memiliki program khusus yang berhubungan dengan masalah keamanan,sandang pangan, dan pembebasan Irian Barat. Pergantian institusi pemerintahan anatara lain di MPR (pembentukan MPRS), pemebntukan DPR-GR dan pembentukan DPA.
Perkembangan dalam sistem pemerintahan selanjutnya adalah pernetapan GBHN pertama. Pidato Presiden pada acara upacara bendera tanggal 17 agustus 1959 berjudu”Penemuan Kembali Revolusi Kita ”dinamakan Manifestasi Politik Republik Indonesia (Manipol), yang berintikan USDEK (UUD 1945,Sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Kepribadian Indonesia). Institusi negara selanjutnya adalah mengitegrasikan sejumlah badan eksekutif seperti MPRS, DPRS, DPA, Depernas, dan Front Nasional dengan tugas sebgai menteri dan ikut serta dalam sidang-sidang kabinet tertentu yang selanjutnya ikut merumuskan kebijaksanaan pemerintahan dalam lembaga masing-masing.
Dalam Demokrasi Terpimpin presiden mendapat dukungan dari tiga kekuatan besar yaitu Nasionalis, Agama dan Komunis. Ketiganya menjadi kekuatan presiden dalam mempertahankan kekuasaannya. Kekuasaan mutlak presiden pada masa itu telah menjadikan jabatan tersebut sebagai pusat legitimasi yang penting bagi lainnya. Presiden sebagai penentu kebijakan utama terhadap masalah-masalah dalam negeri maupun luar negeri .
2)      Gerakan 30 September 1965
Salah satu momen sejarah yang mungkin paling membekas dalam perjalanan sejarah Indonesia adalah Peristiwa Gerakan 30 September 1965. Peristiwa tersebut sampai saat ini masih menimbulkan kontrofersi dalam pengungkapan fakta yang sebenarnya. Berbagai versi tentang gerakan 30 S tersebut telah dikemukakan diantaranya;
Peristiwa G 30 S versi Pemerintah Orde Baru yakni peristiwa 30 S merupan suatu tindakan makar yang dilakukan oleh PKI terhadap pemerintah Indonesia yang sah. Tindakan kudeta tersebut dilakukan untuk merebut kekuasaan dari Ir.Soekarno selaku Penguasa Tertinggi Angkatan Bersenjata dan Presiden seumur hidupberdasarkan konsep Demokrasi Terpimpin. Cara penggulingan tahun 1965 tersebut adalah dengan menyatukan sejumlah organisasi onderbouw yang masih tersisa pascaperistiwa 1948.
4.      Masa Orde Baru
a)    Lahirnya Orde Baru
Akibat adanya pemberontakan Gerakan 30 September  timbullah reaksi  dari berbagai Parpol,Ormas,Mahasiswa dan kalangan pelajar. Pada tanggal 8 Oktober 1965 partai politik seperti IPTKI, NU, Partai Kristen Indonesia, dan organisasi massa lainnya melakukan apel kebulatan tekad untuk mengamankan Pancasila dan menuntut pembubaran PKI serta ormas-ormasnya. Pada tanggal 23 Oktober 1965 parpol yang anti komunis membentuk Front Pancasila dan diikuti oleh pembentukan KAMI ( Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia ), KAPI ( Ksatuan Aksi Pelajar Indonesia ), dan lain-lain. Pada tanggal 10 Januari 1966 KAMI mencetuskan TRITURA ( Tiga Tuntutan Rakyat ) “Bubarkan PKI dan ormas-ormasnya,Bersihkan kabinet dari unsur PKI,dan turunkan harga-harga”
b)   Kebijakan Politik Orde Baru
Rezim Orde Baru memiliki kekuasaan penuh mengendalikan kehidupan politik masa itu. Kebijakan politik yang diterapkan dalam masa Orde Baru dapat dilihat dari awal lahirnya Orde Baru. Pemberangusan hak-hak berpolitik bagi eks anggota PKI dan keluarganya, merupakan salah satu kebijakan yang mengundang kontroversi dari masyarakat. Pemerintah Orde Baru memberikan kesempatan politik hanya kepada golongan tertentu saja. Menjelang dilaksanakannya pemilu pada tahun 197, jumlah partai yang menjadi peserta, tidak sebanyak partai politik di tahun 1955. Dari hasil pemilu tersebut para wakil-wakil partai menduduki 360 kursi ditambah 100 kursi lagi yang anggota-anggotanya diangkat oleh Presiden sehingga anggota DPR berjumlah 460 orang. Dari susunan kursi DPR yang semacam ini maka DPR selalu mendukung kebijakan yang diambil oleh pemerintah. Untuk pemiliu-pemilu selanjutnya tahun 1977,1982,1987,1992, hingga 1997 pemerintah menyederhanakan jumlah partai politik yang ada. Hal ini dilakukan sesuai dengan Undang-Undang nomor 3 tahun 1975 . Partai Persatuan Pembangunan merupakan fusi dari partai-partai islam seperti NU, Parmusi, PSSI, dan PERTI. Sedangkan Partai Demokrasi Indonesia adalah fusi dari PNI, Partai Katolik, Partai Murba, IPKI, dan Parkindo, hanya Golkar yang tidak mempunyai fusi partai manapun.
c)    Menguatnya Peran Negara dan Dampaknya
Pemegang pemerintahan di Orde Baru adalah kalangan militer. Kekuasaan sentralistik yang digunakan oleh pemerintah Orde Baru menunjukkan berbagai akibatnya di akhir pemerintahan Orde Baru. Kekuasaan militer hampir di seluruh bidang pembangunan.
Pada akhir tahu 90-an dengan runtuhnya rezim Orde Baru dan seiring dengan era reformasi terbuka kesempatan bagi rakyat untuk menentanng kekuasaan yang otoriter itu . operasi militer mengerikan yang selam 10 tahun tertutup rapat dari pengetahuan publikpun terbongkar. Presiden Soeharto dan rezimnya menyadari bahwa, kemenangan mereka dapat tercapai antara lain berkat dukungan tokoh-tokoh islam termasuk ormas-ormasnya simpatisan masyumi. Tetapi ketika muncul tuntutan dari tokoh-tokoh masyumi yang baru bebas dari tahanan rezim Orde Lama, untuk merehabilitasi partainya, Soeharto tegas menolak dengan alasan ”yuridis, ketatanegaraan, dan psikologi “. Bahkan Soeharto dengan nada yang agak marah, mengaskan, Ia menolak setiap keagamaan dan akan menindak setiap usaha eksploitasi masalah agama untuk maksud-maksud kegiatan politik yang tidak pada tempatnya. Dalam kata lain, pemerintahan Orde Baru yang didominasi militer tidak menyukai kebangkitan politik islam.
d)   Jatuhnya Pemerintahan Orde Baru.
Pemerintah Orde Baru selama 32 tahun, ternyata tidak konsisten dan konsekuen terhadap tekad awalnyamuncul Orde Baru. Pada awalnya Orde Baru bertekad melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen dalam tatanan bermasyarakat, berbangsa, dan bertanah air. Latar belakang munculnya tuntutan Soeharto agar mundur dari jabatannya atau yang menjadi titik awal berakhirnya Orde Baru.
1)        Adanya krisis politik di mana setahun sebelum pemilu 1997, kehidupan politik Indonesia mulai memanas. Pemerintah yang didukung Golkar berusaha memepertahankan kemenangan mutlak yang telah dicapai dalam lima pemilu sebelumnya. PPP begitupun PDI ataupun Golkar dianggapa tidak mampu lagi memenuhi aspirasi politik masyarakat.
2)        Adanya krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada pertengahan Juli 1997. Sebenarnya krisis ini juga terjadi dibeberapa negara di Asia namun Indonesialah yang merasakan dampak yang paling buruk. Hal ini disebabkan karena pondasi perekonomian Indonesia rapuh, praktik KKN, dan monopoli ekonomi mewarnai pembangunan ekonomi Indonesia.
3)        Adanya krisis Sosial, bersamaan dengan krisis ekonomi kekerasan di masyarakat semakin meningkat. Melonjaknya angka pengangguran. Kesenjangan ekonomi menyebabkan kecemburuan sosial di tengah masyarakat. Gerakan moral dalam aksi damai menuntut reformasi mulai ditunggangi berbagai kepentingan individu dan kelompok.
4)        Pelaksanaan hukum di masa Orde Baru terdapat banyak ketidakadilan. Misalnya kekuasaan kehakiman yang dinyatakan dalam pasal 24 UUD 1945 bahwa kehakiman memilik kekuasaan yang merdeka dan terlepas dari kekuasaan pemerintahan. Namun pada kenyataannya kekuasaan kehakiman berada di bawah kekuasaan eksekutif.
Kronologi jatuhnya pemerintahan Orde Baru berawal dari terpilihnya kembali Soeharto sebagai presiden melalui sidang umum MPR yang berlangsung tanggal 1 – 11  Maret 1998, ternyata tidak menimbulkan dampak positif yang berarti bagi upaya pemulihan kondisi ekonomi bangsa justeru memperparah gejolak krisis. Dan gelombang aksi mahasiswa silih berganti menyuarakan beberapa agenda reformasi.
Keberhasilan Pemerintahan Orde Baru dalam melaksanakan pembangunan ekonomi, harus diakui sebagai suatu prestasi besar bagi bangsa Indonesia. Di tambah dengan meningkatnya sarana dan prasarana fisik infrastruktur yang dapat dinikmati oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Namun, keberhasilan ekonomi maupun infrastruktur Orde Baru kurang diimbangi dengan pembangunan mental ( character building ) para pelaksana pemerintahan (birokrat), aparat keamanan maupun pelaku ekonomi (pengusaha / konglomerat). Kalimaksnya, pada pertengahan tahun 1997, korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) yang sudah menjadi budaya (bagi penguasa, aparat dan penguasa)
5.      Masa Reformasi
Banyak hal yang mendorong timbulnya reformasi pada masa pemerintahan Orde Baru, terutama terletak pada ketidakadilan di bidang politik, ekonomi dan hukum. Tekad Orde Baru pada awal kemunculannya pada tahun 1966 adalah akan melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen dalam tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
a)    Krisis Politik
Demokrasi yang tidak dilaksanakan dengan semestinya akan menimbulkan permasalahan politik. Ada kesan kedaulatan rakyat berada di tangan sekelompok tertentu, bahkan lebih banyak di pegang oleh para penguasa. Dalam UUD 1945 Pasal 2 telah disebutkan bahwa “Kedaulatan adalah ditangan rakyat dan dilaksanakan sepenuhnya oleh MPR”. Pada dasarnya secara de jore (secara hukum) kedaulatan rakyat tersebut dilakukan oleh MPR sebagai wakil-wakil dari rakyat, tetapi secara de facto (dalam kenyataannya) anggota MPR sudah diatur dan direkayasa, sehingga sebagian besar anggota MPR itu diangkat berdasarkan ikatan kekeluargaan (nepotisme).
Gerakan reformasi juga menuntut agar dilakukan pembaharuan terhadap lima paket undang-undang politik yang dianggap menjadi sumber ketidakadilan, di antaranya :
-             UU No. 1 Tahun 1985 tentang Pemilihan Umum
-             UU No. 2 Tahun 1985 tentang Susunan, Kedudukan, Tugas dan Wewenang DPR / MPR
-             UU No. 3 Tahun 1985 tentang Partai Politik dan Golongan Karya.
-             UU No. 5 Tahun 1985 tentang Referendum
-             UU No. 8 Tahun 1985 tentang Organisasi Massa.
Perkembangan ekonomi dan pembangunan nasional dianggap telah menimbulkan ketimpangan ekonomi yang lebih besar. Monopoli sumber ekonomi oleh kelompok tertentu, konglomerasi, tidak mempu menghapuskan kemiskinan pada sebagian besar masyarakat Indonesia. Kondisi dan situasi Politik di tanah air semakin memanas setelah terjadinya peristiwa kelabu pada tanggal 27 Juli 1996. Peristiwa ini muncul sebagai akibat terjadinya pertikaian di dalam internal Partai Demokrasi Indonesia (PDI).
Krisis politik sebagai faktor penyebab terjadinya gerakan reformasi itu, bukan hanya menyangkut masalah sekitar konflik PDI saja, tetapi masyarakat menuntut adanya reformasi baik didalam kehidupan masyarakat, maupun pemerintahan Indonesia. Di dalam kehidupan politik, masyarakat beranggapan bahwa tekanan pemerintah pada pihak oposisi sangat besar, terutama terlihat pada perlakuan keras terhadap setiap orang atau kelompok yang menentang atau memberikan kritik terhadap kebijakan-kebijakan yang diambil atau dilakukan oleh pemerintah. Selain itu, masyarakat juga menuntut agar di tetapkan tentang pembatasan masa jabatan Presiden.
b)   Krisis Hukum
Pelaksanaan hukum pada masa pemerintahan Orde Baru terdapat banyak ketidakadilan. Sejak munculnya gerakan reformasi yang dimotori oleh kalangan mahasiswa, masalah hukum juga menjadi salah satu tuntutannya. Masyarakat menghendaki adanya reformasi di bidang hukum agar dapat mendudukkan masalah-masalah hukum pada kedudukan atau posisi yang sebenarnya.
c)    Krisis Ekonomi
Krisi moneter yang melanda Negara-negara di Asia Tenggara sejak bulan Juli 1996, juga mempengaruhi perkembangan perekonomian Indonesia. Ekonomi Indonesia ternyata belum mampu untuk menghadapi krisi global tersebut. Krisi ekonomi Indonesia berawal dari melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat.
Ketika nilai tukar rupiah semakin melemah, maka pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 0% dan berakibat pada iklim bisnis yang semakin bertambah lesu. Kondisi moneter Indonesia mengalami keterpurukan yaitu dengan dilikuidasainya sejumlah bank pada akhir tahun 1997. Sementara itu untuk membantu bank-bank yang bermasalah, pemerintah membentuk Badan Penyehatan Perbankan Nasional (KLBI). Ternyata udaha yang dilakukan pemerintah ini tidak dapat memberikan hasil, karena pinjaman bank-bank bermasalah tersebut semakin bertambah besar dan tidak dapat di kembalikan begitu saja.
Krisis moneter tidak hanya menimbulkan kesulitan keuangan Negara, tetapi juga telah menghancurkan keuangan nasional. Faktor lain yang menyebabkan krisis ekonomi yang melanda Indonesia tidak terlepas dari masalah utang luar negeri. Utang Luar Negeri Indonesia Utang luar negeri Indonesia menjadi salah satu faktor penyebab munculnya krisis ekonomi. Namun, utang luar negeri Indonesia tidak sepenuhnya merupakan utang Negara, tetapi sebagian lagi merupakan utang swasta. Utang yang menjadi tanggungan Negara hingga 6 februari 1998 mencapai 63,462 miliar dollar Amerika Serikat, utang pihak swasta mencapai 73,962 miliar dollar Amerika Serikat. Akibat dari utang-utang tersebut maka kepercayaan luar negeri terhadap Indonesia semakin menipis. Keadaan seperti ini juga dipengaruhi oleh keadaan perbankan di Indonesia yang di anggap tidak sehat karena adanya kolusi dan korupsi serta tingginya kredit macet.
d)   Krisis Kepercayaan
Demontrasi di lakukan oleh para mahasiswa bertambah gencar setelah pemerintah mengumumkan kenaikan harga BBM dan ongkos Elang Mulia Lesmana, Heri Hartanto, Hendriawan Lesmana, dan Hafidhin Royan.
Tragedi Trisakti itu telah mendorong munculnya solidaritas dari kalangan kampus dan masyarakat yang menantang kebijakan pemerintahan yang dipandang tidak demokratis dan tidak merakyat.
Soeharto kembali ke Indonesia, namun tuntutan dari masyarakat agar Presiden Soeharto mengundurkan diri semakin banyak disampaikan. Rencana kunjungan mahasiswa ke Gedung DPR / MPR untuk melakukan dialog dengan para pimpinan DPR / MPR akhirnya berubah menjadi mimbar bebas dan mereka memilih untuk tetap tinggal di gedung wakil rakyat tersebut sebelum tuntutan reformasi total di penuhinya. Tekanan-tekanan para mahasiswa lewat demontrasinya agar presiden Soeharto mengundurkan diri akhirnya mendapat tanggapan dari Harmoko sebagai pimpinan DPR / MPR. Maka pada tanggal 18 Mei 1998 pimpinan DPR/MPR mengeluarkan pernyataan agar Presiden Soeharto mengundurkan diri.
Presiden Soeharto mengadakan pertemuan dengan tokoh-tokoh agama, tokoh-tokoh masyarakat di Jakarta. Kemudian Presiden mengumumkan tentang pembentukan Dewan Reformasi, melakukan perubahan kabinet, segera melakukan Pemilihan Umum dan tidak bersedia dicalonkan kembali sebagai Presiden.
Dalam perkembangannya, upaya pembentukan Dewan Reformasi dan perubahan kabinet tidak dapat dilakukan. Akhirnya pada tanggal 21 Mei 1998 Presiden Soeharto menyatakan mengundurkan diri/berhenti sebagai Presiden Republik Indonesia dan menyerahkan Jabatan Presiden kepada Wakil Presiden Republik Indonesia, B.J. Habibie dan langsung diambil sumpahnya oleh Mahkamah Agung sebagai Presiden Republik Indonesia yang baru di Istana.
C.    PEMBAHASAN
1.       Teori Receptio in Complexu

Teori Receptio in Complexu ini, dipelopori oleh Lodewijk Willem Christian van den Berg tahun 1845-1925. Teori receptio in Complexu menyatakan bahwa bagi setiap penduduk berlaku hukum agamanya masing-masing. Bagi orang Islam berlaku penuh hukum Islam sebab ia telah memeluk agama Islam. Teori Receptio in Complexu ini telah diberlakukan di zaman VOC sebagaimana terbukti dengan dibuatnya berbagai kumpulan hukum untuk pedoman pejabat dalam menyeleaikan urusan-urusan hukum rakyat pribumi yang tinggal di dalam wilayah kekuasaan VOC yang kemudian dikenal sebagai Nederlandsch Indie. Cotohnya, Status Batavia yang saat ini desebut Jakarta 1642 pada menyebutkan bahwa sengketa warisan antara pribumi yang beragama islam harus diselesaikan dengan mempergunakan hukum islam, yakni hukum yang dipergunakan oleh rakyat sehari-hari. Untuk keperluan ini, D.W Freijer menyusun buku yang memuat hukum perkawinan dan hukum kewarisan islam.
2.       Teori Receptie
Teori Receptie dipelopori oleh Christian Snouck Hurgronje dan Cornelis van Volenhoven pada tahun 1857-1936. Teori ini dijadikan alat oleh Snouck Hurgronye agar orang-orang pribumi jangan sampai kuat memegang ajaran Islam dan hukum adat, jika mereka berpegang terhadap ajaran dan hukum Islam, dikhawatirkan mereka akan sulit menerima dan dipengaruhi dengan mudah oleh budaya barat. Teori ini bertentangan dengan Teori Reception in Complexu. Menurut teori recptie, hukum islam tidak secara otomatis berlaku bagi orang islam. Hukum islam berlaku bagi orang islam jika sudah diterima atau diresepsi oleh hukum adat mereka. Oleh karena itu, hukum adatlah yang menentukan berlaku tidaknya hukum islam. Sebagai contoh teori recptie saat ini di Indonesia diungkapkan sebagai berikut.
Hukum islam yang bersumber dari Al-qur’an dan Al-hadits hanya sebagian kecil yang mmpu dilaksanakan oleh orang islamdi Indonesia. Hukum pidana islam yang bersumber dari Al-Qur’an danAl- hadits tidak mempunyai tempat eksekusi bila hukum yang dimaksud tidak diundangkan di Indonesia. Oleh karena itu, hukum pidana islam belum pernah berlaku kepada pemeluknya secara hukum ketatanegaraan di Indonesia sejak merdeka sampai saat ini. Selain itu, hukum islam baru dapat berlaku bagi pemeluknya secara yuridis formal bila telah diundangkan di Indonesia. Teori ini berlaku hingga tiba di zaman kemerdekaan Indonesia.
3.       Teori Receptie Exit
Teori Receptie Exit diperkenalkan oleh Prof. Dr. Hazairin, S.H. Menurutnya setelah Indonesia merdeka, tepatnya setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dan Undang-Undang Dasar 1945 dijadikan Undang-Undang Negara Republik Indonesia, semua peraturan perundang-undangan Hindia Belanda yang berdasarkan teori receptie bertentangan dengan jiwa UUD ’45. Dengan demikian, teori receptie itu harus exit alias keluar dari tata hukum Indonesia merdeka.
Teori Receptie bertentangan dengan Al-Qur’an danAl-Hadits.Secara tegas UUD ’45 menyatakan bahwa “Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa” dan “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.” Demikiandinyatakan dalam pasal 29 (1) dan (2). Menurut teori recptie exit, pemberlakuan hukum islam tidak harus didasarkan pada hukum adat. Pemahaman demikian kebih dipertegas lagi, antara lain dengan berlakunya UU No. 1 tahun 1974tentang perkawinan, yang memberlakukan hukum islam bagi orang islam (pasal 2 ayat 1), UU No. 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama,Instruksi presiden No. 1 tahun 1991 tentang Kompulasi Hukum Islam di Indonesia (KHI).  
4.       Teori Receptie A Contrario
Teori Receptie Exit yang diperkenalkan oleh Hazairin dikembangkan oleh Sayuti Thalib, S.H. dengan memperkenalkan Teori Receptie A Contrario. Teori Receptie A Contrario yang secara harfiah berarti lawan dari Teori Receptie menyatakan bahwa hukum adat berlaku bagi orang Islam kalau hukum adat itu tidak bertentangan dengan agama Islam dan hukum Islam. Sebagai contoh, umpamanya di Aceh, masyarakatnya menghendaki agar soal-soal perkawinan dan soal warisan diatur berdasarkan hukum islam. Apabila ada ketentuan adat boleh saja dipakai Selama itu tidak bertentangan dengan hukum islam. Dengan demikian, dalam Teori Receptie A Contrario, hukum adat itu baru berlaku kalau tidak bertentangan dengan hukum Islam. Inilah Sayuti Thalib dengan teori reception a contrario.
5.       Teori Eksistensi
Sebagai kelanjutan dari Teori Receptie Exit dan Teori Recepio Contrario, menurut Ichtijanto S.A, muncullah teori eksistensi. Teori eksistensi adalah teori yang menerangkan adanya hukum islam dan hukum Nasional Indonesia. Menurut teori ini, eksistensi atau keberadaan hukum islam dan hukum nasional itu ialah:
a.    Ada, dalam arti hukum islam berada dalam hukum nasional sebagai bagian yang integral darinya.
b.    Ada, dalam arti adanya kemandiriannya yang diakui berkekuatan hukum nasional dan sebagai hukum nasional.
c.    Ada dalam hukum nasional, dalam arti norma hukum islam sebagai penyaring baahan-bahan hukum nasional Indonesia.
Berdasarkan teori eksistensi diatas, mka keberadaan hukum islam dalam tata hukum nasional, merupakan suatu kenyataan yang tidak dapat dibantah adanya. Bahkan lebih dari itu, hukum islam merupakan bahan utama dari hukum nasional.

D.    KESIMPULAN
Pluralitas agama, sosial dan budaya di Indonesia tidak cukup menjadi alasan untuk membatasi implementasi hukum Islam hanya sebagai hukum keluarga. Dalam bidang muamalah (ekonomi syari’ah) misalnya, hukum perbankan dan perdagangan dapat diisi dengan konsep hukum Islam. Terlebih kegiatan di bidang ekonomi syari’ah di Indonesia dalam perkembangannya telah mengalami pertumbuhan yang signifikan, namun banyak menyisakan permasalahan karena belum terakomodir secara baik dalam regulasi formil yang dijadikan rujukan oleh Pengadilan Agama sebagai lembaga yang berwenang menyelesaikan persoalan tersebut.
Kebebasan beragama adalah hak setiap manusia. Hak yang melekat pada manusia karena ia adalah manusia. Hak untuk menyembah Tuhan diberikan oleh Tuhan, tidak ada seorang pun yang boleh mencabutnya. Negara pun tidak berhak merampas hak tersebut dari setiap individu. Pengakuan hak kebebasan beragama yang melekat dalam setiap individu tersebut dinyatakan dengan gamblang dalam deklarasi universal HAM Pasal 1 dan 18.

































DAFTAR PUSTAKA


Daud Ali Mohammad. 1999. Hukum Islam Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam di Indonesia. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Hamka. 1976. Sejarah Umat Islam. Jakarta: Bulan Bintang.

Suepomo. 1977. Bab-Bab Tentang Hukum Adat. Jakarta: Pradnya Paramita.

Direktur Jenderal Pendidikan Islam. Konsep Dasar Ilmu Pengetahuan Sosial Untuk Madrasah Ibtidaiyah. Jakarta: Direktur Jenderal Pendidikan Islam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Apa komentar dan masukan anda dengan blog ini ?

Followers