Pages

Minggu, 21 Juli 2013

korelasi tarekat dan tasawuf


KORELASI TAREKAT DAN TASAWUF
MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Akhlak
Dosen pengampu : Rosyidi, M.S.I
LOGO IAIN
 










Di susun oleh :
Kelompok 6
                                 Ana Rubaiah                    (123911207)
                          Ridwan                             (123911225)
                          Sri Sofiyati                       (123911286)
                          Siti Rofi’ah                      (123911284)
                          Sudarsono                        (123911289)

FAKULTAS TARBIYAH
IAIN WALISONGO SEMARANG
2013
BAB I

A.      Pendahuluan
Tasawuf adalah salah satu cabang ilmu yang menekankan dimensi atau aspek spiritual dari Islam. Spiritualitas ini dapat mengambil bentuk yang beraneka didalamnya. Dalam kaitannya dengan manusia, tasawuf lebih menekankan aspek rohaninya ketimbang aspek jasmaninya. Dalam kaitannya dengan kehidupan, ia lebih menekankan akhirat ketimbang kehidupan dunia fana. Ahli tasawuf percaya bahwa dunia spiritual lebih hakiki dan real dibanding dengan dunia jasmani.
Manusia memiliki dua rumah, satu rumah jasadnya yaitu dunia, dan yang lain rumah rohnya yaitu akhirat. Tetapi karena hakikat manusia terletak pada rohnya, maka manusia merasa terasing di dunia ini, karena alam rohanilah tempat roh atau jiwa manusia sesungguhnya. Perasaan terasing inilah yang kemudian memicu sebuah “pencarian mistik” (mystical quest) dari seorang manusia, dan dengan itu pula manusia memulai perjalanan spiritualnya menuju Tuhannya. Inilah yang kita sebut “tarekat” (thariqoh). Namun, karena Tuhan sebagai “tujuan akhir perjalanan manusia” bersifat rohani, manusia harus berjuang menembus rintangan-rintangan materi agar rohnya menjadi suci. Itulah sebabnya kata “tasawuf” dikatakan berasal dari “shafa”, yang artinya kesucian, yakni kesucian jiwa dari kotoran-kotoran atau pengaruh-pengaruh jasmani.  

B.       Rumusan masalah
Adapun masalah-masalah yang akan kami bahas dalam makalah ini adalah:
1.    Korelasi tarekat dan tasawuf
2.    Kode etik tarekat
3.    Suluk dalam tarekat





BAB II
PEMBAHASAN

A.      Korelasi Tarekat Dan Tasawuf
1.         Pengertian Tarekat
Tarekat merupakan bentuk praktis dari tasawuf. Tarekat mengalami perkembangan makna, dari makna pokok ke makna psikologis, sampai makna secara keorganisasian. Tarekat bisa dipahami dalam dua pengertian: pertama, kata “tarekat” berasal dari bahasa Arab, yakni thoriqoh yang secara harfiah berarti “jalan” sebagai makna pokok. Kata tersebut semakna dengan kata syari’ah, shirath, sabil, dan minhaj. Adapun secara istilah, tarekat mengandung arti “jalan menuju Allah guna mendapatkan ridho-Nya dengan cara menaati ajaran-Nya. Kedua, dalam pengertian persaudaraan suci dimana berkumpul sejumlah murid dan seorang guru, yang dibantu oleh mursyid-mursyid (guru) lainnya. Tarekat kemudian dipahami sebagai jalan spiritual yang ditempuh seorang sufi.
Selain tarekat sering juga digunakan kata “suluk” yang artinya juga perjalanan spiritual, dan orangnya disebut “salik”. Tetapi,  kata tarekat juga dipakai untuk merujuk sebuah kelompok persaudaraan atau ordo spiritual yang biasanya didirikan oleh seorang sufi besar seperti Abd al-Qodir jilani, Sadzili, Jalal al-Din Rumi, dan lain-lainnya. Nama tarekat tersebut biasanya dinisbahkan kepada nama-nama pendirinya, atau julukan yang diberikan oleh para pengikutnya. Karena itu, kita mengenal tarekat Qadiriyah, Sadziliyah, atau Maulawiyah yang dinisbahkan kepada julukan “Maulana” (guru kami) yang diberikan murid-murid Rumi kepadanya.

2.         Korelasi Tarekat Dan Tasawuf
Istilah tarekat (thariqoh) dalam tasawuf sering dihubungkan dengan dua istilah lain, yakni syari’ah (syari’at) dan haqiqoh (hakikat). Ketiga istilah tersebut dipakai untuk menggambarkan peringkat penghayatan kegamaan seorang muslim. Penghayatan keagamaan peringkat awal disebut syari’at, peringkat kedua disebut tarekat, sementara peringkat tertinggi adalah hakikat.
Pada perkembangannya, kata tarekat mengalami pergeseran makna. Jika pada mulanya tarekat berarti jalan yang ditempuh oleh seorang sufi dalam mendekatkan diri kepada Allah maka pada tahun selanjutnya istilah tarekat digunakan untuk menunjuk pada suatu metode psikologis yang dilakukan oleh guru tasawuf (mursyid) kepada muridnya untuk mengenal Tuhan secara mendalam. Melalui metode psikologis tersebut, murid dilatih mengamalkan syari’at dan latihan-latihan keruhaniahan secara ketat sehingga ia mencapai pengetahuan yang sebenarnya tentang Tuhan.
Pada mulanya, suatu tarekat hanya berupa “ jalan atau metode yang ditempuh oleh seorang sufi secara individual”. Kemudian para sufi itu mengajarkan penglamannya kepada murid-muridnya, baik secara individual maupun kolektif. Dari sini, terbentuklah suatu tarekat, dalam pengertian “jalan menuju Tuhan di bawah bimbingan seorang guru”. Setelah suatu tarekat memiliki anggota yang cukup banyak maka tarekat tersebut kemudian dilembagakan dan menjadi sebuah organisasi tarekat. Pada tahap ini, tarekat dimaknai sebagai “organisasi sejumlah orang yang berusaha mengikuti kehidupan tasawuf”.
Dalam tarekat yang sudah melembaga itu, tercakup semua aspek ajaran islam ditambah peran serta seorang syaikh. Akan tetapi, semua itu memerlukan tuntunan dan bimbingan seorang syaikh melalui baiat. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa, tasawuf adalah sebuah usaha untuk mendekatkan diri kepada Allah. Sedangkan tarekat adalah cara dan jalan yang ditempuh seorang dalam usahanya mendekatkan diri kepada Allah. Gambaran ini menunjukkan bahwa tarekat adalah tasawuf yang telah berkembang dengan variasi tertentu, sesuai dengan spesifikasi yang diberikan seorang guru kepada muridnya.

3.         Kode Etik Tarekat
v  Guru tarekat
Dalam sebuah tarekat sufi, seorang guru tarekat, atau biasa juga disebut syaikh, murod, atau mursyid, memiliki peranan penting dan bahkan mutlak. Jika para ulama sebagai pewaris nabi mengajarkan ilmu lahir maka para mursyid tarekat menjadi pewaris nabi dalam hal mengajarkan penghayatan keagamaan yang bersifat batin.
Seorang guru tarekat harus mempunyai sebuah “kode etik guru tarekat” agar bisa disebut Guru Tarekat. Diantaranya yaitu, seorang Syaikh atau mursyid harus menguasai ilmu syari’at dan ilmu hakikat secara mendalam dan lengkap. Pemikiran, perkataan, dan perilakunya harus mencerminkan akhlak terpuji. Dalam membimbing penyembuhan murid-muridnya, seorang mursyid dibantu oleh beberapa wakil yang disebut khalifah, atau badal. Dalam tradisi tarekat Qodiriyah-Naqsyabandiyah, para wakil mursyid biasa disebut Walkin Talkin. Ini dikaitkan dengan salah satu fungsi utama mursyid tarekat yakni memberikan talkin kepada calon murid yang akan mengikuti latihan kehidupan tarekat.
v  Murid atau salik tarekat
Menurut Ibn arabi, seorang murid tarekat dihadapan gurunya hendaklah bersikap bagaikan mayat yang berada ditangan orang yang memandikanya.¹ Dari sini, kemudian muncul sederet etika murid tarekat terhadap gurunya. Yang meliputi:
1)        Murid tidak boleh berprasangka buruk atau ragu terhadap gurunya;
2)        Murid tidak boleh duduk pada tempat yang biasa diduduki oleh gurunya;
3)        Murid tidak boleh memakai suatu barang yang biasa dipakai oleh gurunya;
4)        Apabila sang guru menyuruh muridnya mengerjakan sesuatu hendaklah ia segera mengerjakannya;
5)        Murid tidak boleh mengajukan usul apapun jika ia tidak atau belum memahami jenis pekerjaan itu;
6)        Jika murid melihat gurunya berjalan ke suatu arah, ia tidak boleh bertanya ke mana gurunya pergi;
7)        Murid tidak boleh menikahi janda gurunya ketika gurunya telah bercerai atau meninggal dunia; dan
8)        Murid yang berani melawan gurunya dalam sebuah tarekat dipandang telah melawan Allah.
 

¹Prof. Dr. Nur Syam, M. Si, Tasawuf Kultural, hlm. 67.
Penghormatan dan ketaatan seorang murid kepada mursyid merupakan komponen penting dalam tarekat. Menurut Ibn Arabi, seorang murid yang tidak hormat dan tidak taat kepada sang guru maka hancurlah adab-nya kepada nabi Muhammad. Sebab, Syaikh adalah wakil Nabi Muhammad dalam kepemimpinan ruhani sampai kehadirat Allah. Dalam Al Qur’an dijelaskan bahwa orang yang beriman tidak mengajukan pertanyaan apapun kepada nabi tentang berbagai hal yang jika diterangkan justru akan mendatangkan kesukaran bagi mereka.²
Oleh karena itu, para murid dalam sebuah tarekat harus memelihara adab kepada gurunya. Mereka tidak boleh berdiskusi, menyanggah, atau mempertanyakan pesan-pesan gurunya. Adab kepada guru ini dimaksudkan agar seorang murid memeroleh limpahan berkah dari sang guru guna meningkatkan maqom- nya. Sebab limpahan berkah itu adalah atas izin Allah, yang hanya dikaruniakan kepada murid yang berkhidmat atau mengabdi kepada gurunya secara tulus.

B.       Suluk Dalam Tarekat
1.      Pengertian Suluk
Suluk biasanya dipahami sebagai upaya atau ikhtiar seseorang untuk mendapatkan makrifat tentang Allah dan mendekatkan diri kepada-Nya, yang dilakukan dengan cara yang telah ditetapkan oleh Allah dan Rosul-Nya. Dalam dunia tarekat, suluk merupakan bagian dari sistem atau cara mendekatkan diri kepada Allah, yang apabila diilustrasikan: suluk adalah perahunya, tarekat adalah samudranya, dan hakikat adalah mutiaranya.³
Suluk juga bisa diartikan sebagai “cara” atau “metode” dalam tarekat untuk mencapai suatu tingkatan tertinggi dalam tasawuf yaitu tingkatan makrifat. Suluk merupakan kegiatan dzikir yang dilanjutkan dengan tafakur (merenung) dengan bentuk Riyadhah (melatih rohani), untuk memperoleh tingkatan maqom dan kondisi tertentu dalam suatu kegiatan tarekat.
 

² QS. Al-maidah [5]: 101
³ Muhammad Nurul Ibad, Suluk Jalan Terbatas “Gus Miek”, hlm. 5.
2.      Suluk Dalam Tarekat
Tarekat itu bisa dilihat dari dua sisi, yaitu: Amaliah (suluk) dan perkumpulan (organisasi). Sisi Amaliah (suluk) merupakan latihan kejiwaan (rohaniah) baik dilakukan seorang atau bersama-sama, dengan aturan-aturan tertentu untuk mencapai tingkat kerohanian tertentu. Meskipun kedua istilah (tarekat dan suluk) ini ada perbedaannya, namun jika dilihat dari amalannya (prakteknya) pengertian antara suluk dan tarekat itu sama. Tetapi kalau dilihat dari segi organisasi (perkumpulannya) tentu saja antara tarekat dan suluk itu berbeda. Kalau suluk itu perjalanan sufi dilihat dari amaliahnya, sedangkan tarekat adalah perjalanan sufi dilihat dari sisi perkumpulan atau komunitasnya.



















BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Sejalan dengan perkembangannya, manusia bisa tuma’ninah, tentram, dan damai dengan mensucikan hati dari kotoran dosa, mengamalkan ajaran para sufi, yang sesuai dengan tuntunan Al Qur’an dan As Sunah. Akhirnya, manusia bisa merasakan lezatnya munajat dan bermuajahah dengan Sang Kholiq, apabila telah sampai pada tingkatan tertinggi tasawuf yaitu “makrifat”. Dengan sebelumnya telah melalui tarekat-tarekat dan suluk sebagai cara dan jalan untuk menuju tingkatan tersebut. Dalam tarekat para salik harus melaksanakan kode etik sebagai murid, agar berkah Allah bisa dilimpahkan kepada salik yang menjaga adab terhadap guru tersebut.

B.   Penutup
Alhamdulillah, demikian makalah ini kami buat. Makalah ini, masih sangatlah jauh dari kesempurnaan, oleh sebab itu kami mohon bimbingan dari dosen, saran serta kritik yang membangun dari pembaca semua. Semoga makalah ini bisa bermanfaat untuk semuanya.














DAFTAR PUSTAKA

Syam, Nur. Tasawuf Kultural: fenomena shalawat wahidiyah. Yogyakarta: PT. LKS Yogyakarta, 2008.
Nashirudin, Pendidikan Tasawuf. Semarang: RaSAIL Media Group, 2010.
Nurul Ibad, Muhammad. Suluk Jalan Terbatas ”Gus Miek”. Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2009.
Kartanegara, Mulyadhi. Menyelami Lubuk Tasawuf. Jakarta: Erlangga, 2006.
Al-Kailani, Abdul Razzaq. Syaikh abdul Qodir Al jailani: Guru Para Pencari Tuhan. Bandung: PT Mizan Pustaka, 2009.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Apa komentar dan masukan anda dengan blog ini ?

Followers