TASAWUF
AKHLAKI DAN IRFANI
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : AKHLAK
Dosen Pengampu :
ROSIDI, M. SI
Di
susun oleh :
Yuliana
Muryani 123911294
Ani
Harisun 123911208
Malik
123911215
Mashuri
123911217
Siti
Partinah 123911300
PROGRAM DUAL MODE SYSTEM - FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2013
TASAWUF AKHLAKI DAN IRFANI
A.
PENDAHULUAN
Para
ahli ilmu tasawuf pada umumnya membagi tasawuf tasawuf menjadi tiga bagian,
pertama tasawuf akhlaki, tasawuf Irfani, dan tasawuf Falsafi. Pada dasarnya
ketiga tasawuf tersebut bertujuannya sama, yaitu mendekatkan diri kepada Allah,
dengan cara membersihkan diri dari perbuatan tercela dan menghiasi dengan diri
dengan perbuatan terpuji .Adapula yang membagi tasawuf kedalam
tasawuf ‘Amali, tasawuf Falsafi dan tasawuf ‘Ilmi.[1]
Namun
dalam makalah ini hanya akan membahas tasawuf akhlaki dan irfani saja, dengan
perumusan masalah sebagai berikut:
a. Pengertian
Tasawuf Akhlaki dan Irfani
b. Tokoh
– tokoh Tasawuf Akhlaki
c. Tokoh
– tokoh Tasawuf Irfani.
Semoga
dengan mempelajari tentang berbagai macam aliran tasawuf, pengetahuan kita
tentang agama Islam juga semakin bertambah dan dapat bermanfaat untuk kita
semua.
B.
PENGERTIAN
TASAWUF AKHLAKI DAN IRFANI
a.
Pengertian
Tasawuf Akhlaki.
Menurut Amin Syukur, ada dua aliran
dalam tasawuf, pertama aliran tasawuf sunni yaitu bentuk tasawuf yang memagari
dirinya dengan Al-Qur'an dan Al-Hadits secara ketat serta mengaitkan akhwal
(keadaan), maqomat (tingkat kesadaran rohani) mereka pada pada dua sumber tersebut.
Kemudian yang kedua adalah aliran tasawuf falsafi yaitu memahami tasawuf
berdasarkan dalil naqli (Alqur'an dan Assunah) dan masih menggunakan alat Bantu
aqli filsafati .
Tasawuf akhlaqi adalah tasawuf yang
berkonstrasi pada teori-teori perilaku, akhlaq atau budi pekerti atau perbaikan
akhlaq. Dengan metode-metode tertentu yang telah dirumuskan, tasawuf seperti
ini berupaya untuk menghindari akhlaq mazmunah dan mewujudkan akhlaq mahmudah.[2]
Tasawuf seperti ini dikembangkan oleh ulama’ lama sufi.
Dalam pandangan para sufi berpendapat bahwa
untuk merehabilitasi sikap mental yang tidak baik diperlukan terapi yang tidak
hanya dari aspek lahiriyah. Oleh karena itu pada tahap-tahap awal memasuki
kehidupan tasawuf, seseorang diharuskan melakukan amalan dan latihan kerohanian
yang cukup berat tujuannya adalah mengusai hawa nafsu, menekan hawa nafsu,
sampai ke titik terendah dan -bila mungkin- mematikan hawa nafsu sama sekali. Oleh
karena itu dalam tasawuf akhlaqi mempunyai tahap sistem pembinaan akhlak yang
disusun sebagai berikut:
1.
Takhalli
Takhalli
merupakan langkah pertama yang harus di lakukan oleh seorang sufi. Takhalli
adalah usaha mengosongkan diri dari perilaku dan akhlak tercela. Salah satu
dari akhlak tercela yang paling banyak menyebabkan akhlak jelek antara lain
adalah kecintaan yang berlebihan kepada urusan duniawi.
2.
Tahalli
Tahalli
adalah upaya mengisi dan menghiasi diri dengan jalan membiasakan diri dengan
sikap, perilaku, dan akhlak terpuji. Tahapan tahalli dilakukan kaum sufi
setelah mengosongkan jiwa dari akhlak-akhlak tercela. Dengan menjalankan
ketentuan agama baik yang bersifat eksternal (luar) maupun internal (dalam).
Yang disebut aspek luar adalah kewajiban-kewajiban yang bersifat formal seperti
sholat, puasa, haji dll. Dan adapun yang bersifat dalam adalah seperti keimanan,
ketaatan dan kecintaan kepada Tuhan
3.
Tajalli
Untuk
pemantapan dan pendalaman materi yang telah dilalui pada fase tahalli, maka
rangkaian pendidikan akhlak selanjutnya adalah fase tajalli. Kata tajalli
bermakna terungkapnya nur ghaib. Agar hasil yang telah diperoleh jiwa dan
organ-organ tubuh –yang telah terisi dengan butir-butir mutiara akhlak dan
sudah terbiasa melakukan perbuatan-perbuatan yang luhur- tidak berkurang, maka,
maka rasa ketuhanan perlu dihayati lebih lanjut. Kebiasaan yang dilakukan dengan
kesadaran optimum dan rasa kecintaan yang mendalam dengan sendirinya akan
menumbuhkan rasa rindu kepada-Nya.
b.
Pengertian
Tasawuf Irfani.
Secara etimologis,
kata Irfani berasal dari bahasa arab adalah bentuk mashdar (infinitif)
dari kata ‘arafa yang berarti tahu/ mengetahui. Seakar pula dengan
kata Ma’ruf (Keba-jikan) dan Ma’rifat (pengetahuan).[3]
Dalam kalangan
sufi al-irfan berarti al-kasyf dan al-ilham.
Dilihat dari segi maknanya dapat dilihat bahwasannya sistem pengetahuan irfani adalah
sebuah sistem pengetahuan dimana sumber pengetahuannya adalah intuisi. Suatu
pengetahuan diperoleh secara langsung tanpa perantara dan proses pembuktian.
Pengetahuan tercipta dalam kalbu sedemikian rupa setelah kalbu memperoleh
pembersihan melalui mujahadah dan latihan spiritual sehingga tirai yang
menutupi kalbu terhadap kebenaran tersebut itu menjadi terbuka.
Sebagai
sebuah ilmu, ‘irfan memiliki dua aspek yakni aspek praktis dan aspek teoritis.
Aspek praktisnya adalah bagian menjelaskan hubungan dan penaggungjwaban manusia
terhadap dirinya, dunia dan Tuhan. Sebagai ilmu praktis, bagian ini menyerupai
etika. Bagian praktis ini juga di sebut syar wa suluk (perjalanan rohani).
Bagian ini menjelaskan bagaimana seorang penempuh rohani (salik) yang ingin
mencapai tujuan puncak kemanusiaan, yakni tauhid, harus mengawali perjalanan,
menempuh tahapan-tahapan (maqam) perjalanannya secara berturutan, dan keadaan
jiwa (hal) yang bakal dialami sepanjang perjalanannya tersebut.
C. Ramli Bihar Anwar mengatakan, Irfan muncul untuk pertama kalinya sebagai reaksi atas praktik-praktik tasawuf tertentu dalam dunia Syiah yang dianggap telah menyimpang dari syariat. Karena itu, di dalam ’irfan sangat mementingkan syariat sebagai dasar bertasawuf.[4]
Irfan secara etimologi bermakna pengetahuan, sebab itu irfan dan tasawuf Islam menunjukkan suatu bentuk pengetahuan, bahwa perjalanan sair suluk (riyâdhâ) seorang hamba kepada Allah SWT akan meniscayakan suatu bentuk pengetahuan yang lebih hakiki dari pada pengetahuan konsepsi (tashawwur) dan afrimasi (tashdiq) panca indra dan akal. Sebab itu bentuk pengetahuan irfani adalah hudhuri (presentif), bahkan bentuk pengetahuan hudhuri yang memiliki derajat tinggi.
Para sufi adalah urafa (jamak dari arif), yakni mereka yang memperoleh pengetahuan hakiki ontologis.
Menurut Rosihan Anwar dan Mukhtar Solihin, kerangka irfani yaitu lingkup perjalanan menuju Allah untuk memperoleh pengenalan (ma’rifat) yang berlaku di kalangan sufi secara rasa (rohaniah).[5] Manusia tidak akan tahu banyak mengenai penciptaan-Nya apabila belum melakukan perjalanan menuju Allah walaupun ia adalah orang yang beriman secara aqliyah. Hal ini karena adanya perbedaan yang dalam antara iman secara aqliyah atau logis teoritis (al- iman al-aqli an-Nazhari) dan iman secara rasa (al-iman asy-syu’ri ad-dzauqi). Lingkup irfani ini tidak dapat dicapai dengan mudah atau secara spontanitas, tetapi melalui proses yang panjang.
C. Ramli Bihar Anwar mengatakan, Irfan muncul untuk pertama kalinya sebagai reaksi atas praktik-praktik tasawuf tertentu dalam dunia Syiah yang dianggap telah menyimpang dari syariat. Karena itu, di dalam ’irfan sangat mementingkan syariat sebagai dasar bertasawuf.[4]
Irfan secara etimologi bermakna pengetahuan, sebab itu irfan dan tasawuf Islam menunjukkan suatu bentuk pengetahuan, bahwa perjalanan sair suluk (riyâdhâ) seorang hamba kepada Allah SWT akan meniscayakan suatu bentuk pengetahuan yang lebih hakiki dari pada pengetahuan konsepsi (tashawwur) dan afrimasi (tashdiq) panca indra dan akal. Sebab itu bentuk pengetahuan irfani adalah hudhuri (presentif), bahkan bentuk pengetahuan hudhuri yang memiliki derajat tinggi.
Para sufi adalah urafa (jamak dari arif), yakni mereka yang memperoleh pengetahuan hakiki ontologis.
Menurut Rosihan Anwar dan Mukhtar Solihin, kerangka irfani yaitu lingkup perjalanan menuju Allah untuk memperoleh pengenalan (ma’rifat) yang berlaku di kalangan sufi secara rasa (rohaniah).[5] Manusia tidak akan tahu banyak mengenai penciptaan-Nya apabila belum melakukan perjalanan menuju Allah walaupun ia adalah orang yang beriman secara aqliyah. Hal ini karena adanya perbedaan yang dalam antara iman secara aqliyah atau logis teoritis (al- iman al-aqli an-Nazhari) dan iman secara rasa (al-iman asy-syu’ri ad-dzauqi). Lingkup irfani ini tidak dapat dicapai dengan mudah atau secara spontanitas, tetapi melalui proses yang panjang.
C.
TOKOH
– TOKOH TASAWUF AKHLAKI
Tasawuf Akhlaki merupakan tasawuf yang berorientasi
pada perbaikan akhlak’ mencari hakikat kebenaran yang mewujudkan menusia yang
dapat ma’rifah kepada Allah. Tasawuf Akhlaki, biasa disebut juga dengan istilah
tasawuf sunni. Tasawuf Akhlaki ini dikembangkan oleh ulama salaf as-salih.[6] Berikut
ini adalah contoh para sufi beserta ajarannya yang termasuk dalam tasawuf
akhlaqi.
1.
Hasan Al-Bashri
Nama lengkapnya Hasan al-Bashri adalah Abu Sa'id al
Hasan bin Yasar. Ia adalah seorang yang masyhur dikalangan tabi'in, ia lahir di
Madinah pada tahun 21 H/632 M dan wafat pada tahun 110 H/ 728 M.
Abu Naim Al-Ashbahani menyimpulkan pandangan tasawuf Hasan al Bashri sebagai berikut, " takut (khouf) dan pengharapan (roja') tidak akan dirundung kemuraman dan keluhan, tidak pernah tidur tenang karena selalu mengingat Allah”. Pandangan tasawufnya yang lain adalah anjuran kepada setiap orang untuk senantiasa bersedih hati dan takut kalau tidak mampu melaksanakan seluruh perintah Allah dan menjauhi seluruh larangan-Nya. Sa'roni berkata, "demikian takutnya sehingga seakan-akan ia merasa bahwa neraka itu hanya dijadikan untuknya (Hasan al-Basri) .
Abu Naim Al-Ashbahani menyimpulkan pandangan tasawuf Hasan al Bashri sebagai berikut, " takut (khouf) dan pengharapan (roja') tidak akan dirundung kemuraman dan keluhan, tidak pernah tidur tenang karena selalu mengingat Allah”. Pandangan tasawufnya yang lain adalah anjuran kepada setiap orang untuk senantiasa bersedih hati dan takut kalau tidak mampu melaksanakan seluruh perintah Allah dan menjauhi seluruh larangan-Nya. Sa'roni berkata, "demikian takutnya sehingga seakan-akan ia merasa bahwa neraka itu hanya dijadikan untuknya (Hasan al-Basri) .
2.
Al-Muhasibi
Al-haris bin Asad Al Muhasibi, beliau lahir pada
tahun 165 H di Bashroh, wafat pada tahun 243 H/857 M. Beliau menempuh jalan
tasawuf karena hendak keluar dari keraguan yang dihadapinya tatkala ia
mengamati madzhab-madzhab yang dianut umat Islam, ada sekelompok orang yang
tahu tentang keakhiratan. Sebagian besar dari mereka adalah orang-orang yang
mencari ilmu karana kesombongan yang motivasi tentang keduniaan. Pandangan al Muhasibi
tentang ma'rifat sangatlah berhati-hati terutama dalam menjelaskan batasan
agama dan tidak mendalami batin agama yang dapat mengaburkan pengertian
lahirnya dan menyebabkan keraguan.
Dalam ajaran Al-Muhasibi, khauf dan roja' menempati posisi penting dalam perjalanan seorang membersihkan jiwa, beliau jaga mengatakan bahwa khauf dan roja' dapat dilakukan sempurna bila berpegang teguh pada Al-quran dan As-sunnah, dan al Muhasibi mengatakan bahwa ma'rifat harus ditempuh melalui jalan tasawuf yang mendasarkan pada kitab dan sunnah .
Dalam ajaran Al-Muhasibi, khauf dan roja' menempati posisi penting dalam perjalanan seorang membersihkan jiwa, beliau jaga mengatakan bahwa khauf dan roja' dapat dilakukan sempurna bila berpegang teguh pada Al-quran dan As-sunnah, dan al Muhasibi mengatakan bahwa ma'rifat harus ditempuh melalui jalan tasawuf yang mendasarkan pada kitab dan sunnah .
3.
Al-Quroisyi
Nama lengkap Al-quroisyi adalah 'Abdul Karim bin
Hawazin lahir tahun 376 di Istiwa, kawasan Nisyafu yang merupakan salah satu
pusat ilmu pengetahuan pada massanya. Beliau juga orang yang mampu mengompromikan
syari'at dengan hakikat, beliau wafat tahun 465 H.
Seandainya karya Al-Quroisyi dikaji secara mendalam akan tampak jelas bagaimana Al-Quroisyi cenderung mengembalikan tasawuf ke landasan doktrin-doktrin ahlus Sunnah yaitu dengan mengikuti para sufi sunni abad ketiga dan keempat hijriyah. Ma'rifat menurut Al-Quroisyi adalah seorang yang sudah mengenal Allah dan pengamalannya itu sudah pada keyakinan yang kuat .
Seandainya karya Al-Quroisyi dikaji secara mendalam akan tampak jelas bagaimana Al-Quroisyi cenderung mengembalikan tasawuf ke landasan doktrin-doktrin ahlus Sunnah yaitu dengan mengikuti para sufi sunni abad ketiga dan keempat hijriyah. Ma'rifat menurut Al-Quroisyi adalah seorang yang sudah mengenal Allah dan pengamalannya itu sudah pada keyakinan yang kuat .
4.
Al-Ghozali
Nama
lengkapnya adalah Abu Hamid Muhammad bin Muhammad bin Muhammad bin Ta'us Ath-Thusi
Asy-Syafi'i Al-Ghozali. Beliau dilahirkan di Khurrosan, Iran pada tahun 450
H/1058 M, dan menghebuskan nafasnya pada tanggal 19 Desember 1111 Masehi.
Di dalam tasawufnya, Al-Ghozali memilih tasawuf sunni yang berdasarkan Al-Quran dan As-Sunnah Nabi ditambah dengan doktrin Ahlus Sunnah Wal Jama'ah.
Menurut Al-Ghozali, jalan menuju tasawuf dapat dicapai dengan cara mematahkan hambatan-hambatan jiwa, serta membersihkan diri dari moral yang tercela, sehingga kalbu terlepas dari segala sesuatu selain Allah dan selalu mengingat Allah .
Di dalam tasawufnya, Al-Ghozali memilih tasawuf sunni yang berdasarkan Al-Quran dan As-Sunnah Nabi ditambah dengan doktrin Ahlus Sunnah Wal Jama'ah.
Menurut Al-Ghozali, jalan menuju tasawuf dapat dicapai dengan cara mematahkan hambatan-hambatan jiwa, serta membersihkan diri dari moral yang tercela, sehingga kalbu terlepas dari segala sesuatu selain Allah dan selalu mengingat Allah .
D.
TOKOH
– TOKOH TASAWUF IRFANI
Tasawuf ‘Irfani adalah tasawuf yang
berusaha menyikap hakikat kebenaran atau ma’rifah diperoleh dengan tidak
melalui logika atau pembelajaran atau pemikiran tetapi melalui pemberian Tuhan
(mauhibah). Ilmu itu diperoleh karena si sufi berupaya melakukan tasfiyat
al-Qalb. Dengan hati yang suci seseorang dapat berdialog secara batini dengan
Tuhan sehingga pengetahuan atau ma’rifah dimasukkan Allah ke dalam hatinya,
hakikat kebenaran tersingkap lewat ilham (intuisi).
Berikut ini adalah beberapa contoh para
sufi beserta ajarannya yang termasuk dalam tasawuf 'Irfani:
1. Robi'ah
Al-Adawiyah
Nama lengakap Robi'ah
Al-Adawiah bin isma'il Al-Adawiah Al-Bashriyah Al-qoisiah. Ia diperkirakan
lahir pada tahun 95 H/713 M di suatu perkampungan dekat kota Bashroh (Irak) dan
wafat di kota itu pada tahun 185 H/801 M. Beliau dilahirkan sebagai putri
keempat dari keluarga yang sangat miskin.
Ajaran tasawuf yang
dibawanya dikenal dengan istilah Al-Mahabbah. Paham ini merupakan kelanjuatan
zuhud yang dikembangkan oleh Hasan Al-Bashri, yaitu takut dan pengharapan
dinaikkan oleh Robi'ah menjadi zuhud karena cinta yang suci murni itu lebih
tinggi dari pada takut dan pengharapan .
Salah satu syair Rabi’ah yang menggambarkan
perasaan cintanya kepada Allah adalah:
“Aku
mengabdi kepada Tuhan bukan karena takut kepada neraka, bukan pula karena ingin
masuk surga. Tetapi Aku mengabdi karena cintaku kepada-Nya. Tuhanku jika engkau
kupuja karena takut kepada neraka, bakarlah aku didalamnya, dan jika kupuja
karena mengharapkan surga, jauhkan aku dari padanya, tetapi jika kupuja
semata-mata karena engkau, maka janganlah sembunyikan kecantikan-Mu yang kekal
itu dari diriKu.
2. Dzun
Al-Nun Al-Mishri
Nama lengkapnya Abu
Al-faidh Tsauban bin Ibrohim. Ia dilahirkan di Ikhmim, dataran tinggi Mesir
pada tahun 180 H/796 M dan wafat pada tahun 246 H/856 M. Dzun Al-Nun Al-Mishri
adalah nama julukan bagi seorang sufi yang tinggal di sekitar pertengahan abad
ketiga Hijriyah.
Dzun Nun Al-Misri merupakan sufi pertama yang
mencetuskan faham ma’rifah. Sesungguhnya ma'rifat hakiki
bukanlah ilmu tentang keesaan Tuhan, sebagai yang dipercayai orang mukmin,
bukan pula ilmu-ilmu burhan dan nazhar milik para hakim, mutakalimin, dan ahli
balaghah tetapi ma'rifat kepada tuhan yang khusus di miliki oleh para wali
Allah. Ma'rifat sebenarnya adalah bahwa Allah menyinari hatimu dengan cahaya
ma'rifat yang murni seperti matahari tak dapat dilihat kecuali dengan cahayanya
3. Abu
Yazid Al-Bustami
Nama lengkapnya adalah
Abu Yazid Thaifur bin Isa bin Surusyan Al-bustami. Ia lahir di daerah Bustam
(Persia) tahun 874-947 M. Nama kecilnya At-Taifur.
Ajaran tasawuf
terpenting Abu Yazid adalah fana' dan baqa'. Dari segi bahasa fana' berasal dari kata
faniya yang berarti musnah atau lenyap. Dalam istilah tasawuf, adakalanya
diartikan sebagai kaadaan moral yang luhur. Pencapaian Abu Yazid ketahap fana'
dapat dicapai setelah meninggalkan segala keinginan selain keinginan kepada
Allah seperti tampak dalam ceritanya.
Adapun baqa', berasal
dari kata baqiya. Arti dari segi bahasa adalah tetap, sedangkan berdasarkan istilah tasawuf berari
mendirikan sifat-sifat terpuji kepada Allah.
4. Abu Manshur Al-Hallaj.
Nama lengkap Al-Hallaj adalah Abu Al-Mughist Al-Husain bin Manshur bin
Muhammad Al-Baidhawi. Ia lahir di Baidha, sebuah kota kecil di wilayah Persia,
pada tahun 244 H/255M. Ia tumbuh dewasa di kota Wasith, dekat Bagdad. Pada usia
16 tahun ia belajar pada seorang sufi terkenal saat itu, yaitu Sahl bin
‘Abdullah Tusturi di Ahwaz. Dua tahun kemudian ia pergi ke Bashrah dan berguru
kepada ‘Amr Al-Makki yang juga seorang sufi. Pada tahun 878 M, ia masuk ke kota
Bagdad dan belajar kepada Al-Junaid. Setelah itu ia pergi mengembara dari satu
negeri ke negeri lain untuk menambah penegtahuan dan pengalaman dalam ilmu
tasawuf. Ia digelari Al-Hallaj karena penghidupannya yang di peroleh dari
memintal wol.
Di antara ajaran tasawuf Al-Hallaj yang paling terkenal adalah al-hulul
dan wahdat asy-syuhud yang kemudian melahirkan paham wihdat al-wujud (kesatuan
wujud) yang dikembang Ibn ‘Arabi. Al-Hallaj memang pernah mengaku bersatu dengan
Tuhan (hulul). Kata al-hulul, berdasarkan pengertian bahasa, berarti menempati
suatu tempat. Adapun menurut istilah ilmu tasawuf, al-hulul berarti paham yang
mengatakan bahwa Tuhan memilih tubuh-tubuh manusia tertentu untuk mngambil
tempat di dalamnya setelah sifat-sifat kemanusiaan yang ada dalam tubuh itu
dilenyapkan.
E.
PENUTUP
a.
Kesimpulan
Dari uraian sebelumnya
dapat kita simpulkan bahwasanya Tasawuf Akhlaki adalah tasawuf yang mengarah
pada perilaku/akhlak yang dimiliki seseoprang yang berlandaskan al-Qur’an dan
Hadits. Sedangkan Tasawuf Irfani adalah tasawufnya mengandalkan hati karena
hati dapat mengetahui hakikat ma’rifat serta tidak melalui
logika atau pembelajaran atau pemikiran tetapi melalui pemberian Tuhan
(mauhibah).
Tokoh-tokoh dari pendiri Tasawuf
Akhlaki antara lain : Hasan Al-Bashri, Al- Muhasibi,
Al-Quroisyi dll. Sedangkan tokoh dari Tasawuf Irfani antara lain : Robi’ah
Al-Adawiyah, Dzun al-Nun al-Mishri dll.
b.
Penutup
Demikian
makalah ini kami sajikan, semoga bermanfaat untuk menambah pengetahuan kita
tentang kekayaan dari agama Islam, sehingga kita semakin bangga hidup sebagai
umat dari Nabi Muhammmad SAW.
Adapun
kritik dan saran yang membangun sangatlah kami nantikan demi kebaikan dari
penulis. Terima kasih.
DAFTAR PUSTAKA
Rosihon,
Anwar. 2009. Akhlak Tasawuf,
Bandung:Pustaka Setia
Rosihan dkk,Anwar. 2000. Ilmu Tasawuf. Bandung: CV.Pustaka Setia.
Bihar
Anwar, C.Ramli. Bertasawuf Tanpa Tarekat:
Aura Tasawuf Positif, Jakarta:
Penerbit IIMAN
Rahman.
Fazlur, Islam. 1984. Terjemahan oleh
Ahsin Muhammad dari Islam. Bandung: Pustaka.
Nata
M.A, Prof. Dr. H. Abudin. 2003. Akhlak
Tasawuf, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. cet. Kelima
Noorsyam.
1984. Filsafat Pendidikan dasar dan
Dasar Filsafat Pendidikan Pancasila. Usaha Nasional. Surabaya.
Simuh.
1997. Tasawuf dan Perkembangannya dalam
Islam. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Dr. Solihin, Mukhtar. M.
Ag. 1996. Ilmu Tasawuf. Gema insani pres: Jakarta
[1] Fazlur Rahman, Islam, Terjemahan
oleh Ahsin Muhammad dari Islam, (Bandung: Pustaka, 1984), h. 195.
[2] Nata
M.A, Prof. Dr. H. Abudin, Akhlak Tasawuf, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2003, cet. Kelima
[3] Noorsyam, filsafat Pendidikan dasar dan Dasar
Filsafat Pendidikan Pancasila, (Usaha Nasional, Surabaya : 1984), hal 34
[4] C.Ramli
Bihar Anwar, 2002, Bertasawuf Tanpa Tarekat: Aura Tasawuf Positif, Jakarta, hal
: 69
[5] Rosihan
Anwar dan Mukhtar Solihin, Ilmu Tasawuf, Bandung: CV.Pustaka Setia, 2000, hal :
69
[6] Nata M.A, Prof. Dr. H. Abudin, Akhlak Tasawuf,
Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2003, cet. Kelima. Hal. 93
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Apa komentar dan masukan anda dengan blog ini ?