Pages

Minggu, 21 Juli 2013

TASAWUF AKHLAKI DAN IRFANI


TASAWUF
AKHLAKI DAN IRFANI
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah :  AKHLAK
Dosen Pengampu :  ROSIDI, M. SI



Logo-IAIN-Walisongo-Semarang.jpg

Di susun oleh :
Yuliana Muryani        123911294
Ani Harisun                123911208
Malik                           123911215
Mashuri                      123911217
Siti Partinah                123911300


PROGRAM DUAL MODE SYSTEM - FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
 SEMARANG
2013


TASAWUF AKHLAKI DAN IRFANI

A.       PENDAHULUAN
Para ahli ilmu tasawuf pada umumnya membagi tasawuf tasawuf menjadi tiga bagian, pertama tasawuf akhlaki, tasawuf Irfani, dan tasawuf Falsafi. Pada dasarnya ketiga tasawuf tersebut bertujuannya sama, yaitu mendekatkan diri kepada Allah, dengan cara membersihkan diri dari perbuatan tercela dan menghiasi dengan diri dengan perbuatan terpuji .Adapula yang membagi tasawuf kedalam tasawuf ‘Amali, tasawuf Falsafi dan tasawuf ‘Ilmi.[1] 
Namun dalam makalah ini hanya akan membahas tasawuf akhlaki dan irfani saja, dengan perumusan masalah sebagai berikut:
a.       Pengertian Tasawuf Akhlaki dan Irfani
b.      Tokoh – tokoh Tasawuf Akhlaki
c.       Tokoh – tokoh Tasawuf Irfani.
Semoga dengan mempelajari tentang berbagai macam aliran tasawuf, pengetahuan kita tentang agama Islam juga semakin bertambah dan dapat bermanfaat untuk kita semua.

B.        PENGERTIAN TASAWUF AKHLAKI DAN IRFANI
a.      Pengertian Tasawuf Akhlaki.
Menurut Amin Syukur, ada dua aliran dalam tasawuf, pertama aliran tasawuf sunni yaitu bentuk tasawuf yang memagari dirinya dengan Al-Qur'an dan Al-Hadits secara ketat serta mengaitkan akhwal (keadaan), maqomat (tingkat kesadaran rohani) mereka pada pada dua sumber tersebut. Kemudian yang kedua adalah aliran tasawuf falsafi yaitu memahami tasawuf berdasarkan dalil naqli (Alqur'an dan Assunah) dan masih menggunakan alat Bantu aqli filsafati .
Tasawuf akhlaqi adalah tasawuf yang berkonstrasi pada teori-teori perilaku, akhlaq atau budi pekerti atau perbaikan akhlaq. Dengan metode-metode tertentu yang telah dirumuskan, tasawuf seperti ini berupaya untuk menghindari akhlaq mazmunah dan mewujudkan akhlaq mahmudah.[2] Tasawuf seperti ini dikembangkan oleh ulama’ lama sufi.
Dalam pandangan para sufi berpendapat bahwa untuk merehabilitasi sikap mental yang tidak baik diperlukan terapi yang tidak hanya dari aspek lahiriyah. Oleh karena itu pada tahap-tahap awal memasuki kehidupan tasawuf, seseorang diharuskan melakukan amalan dan latihan kerohanian yang cukup berat tujuannya adalah mengusai hawa nafsu, menekan hawa nafsu, sampai ke titik terendah dan -bila mungkin- mematikan hawa nafsu sama sekali. Oleh karena itu dalam tasawuf akhlaqi mempunyai tahap sistem pembinaan akhlak yang disusun sebagai berikut:
1. Takhalli
Takhalli merupakan langkah pertama yang harus di lakukan oleh seorang sufi. Takhalli adalah usaha mengosongkan diri dari perilaku dan akhlak tercela. Salah satu dari akhlak tercela yang paling banyak menyebabkan akhlak jelek antara lain adalah kecintaan yang berlebihan kepada urusan duniawi.
2. Tahalli
Tahalli adalah upaya mengisi dan menghiasi diri dengan jalan membiasakan diri dengan sikap, perilaku, dan akhlak terpuji. Tahapan tahalli dilakukan kaum sufi setelah mengosongkan jiwa dari akhlak-akhlak tercela. Dengan menjalankan ketentuan agama baik yang bersifat eksternal (luar) maupun internal (dalam). Yang disebut aspek luar adalah kewajiban-kewajiban yang bersifat formal seperti sholat, puasa, haji dll. Dan adapun yang bersifat dalam adalah seperti keimanan, ketaatan dan kecintaan kepada Tuhan
 3. Tajalli
Untuk pemantapan dan pendalaman materi yang telah dilalui pada fase tahalli, maka rangkaian pendidikan akhlak selanjutnya adalah fase tajalli. Kata tajalli bermakna terungkapnya nur ghaib. Agar hasil yang telah diperoleh jiwa dan organ-organ tubuh –yang telah terisi dengan butir-butir mutiara akhlak dan sudah terbiasa melakukan perbuatan-perbuatan yang luhur- tidak berkurang, maka, maka rasa ketuhanan perlu dihayati lebih lanjut. Kebiasaan yang dilakukan dengan kesadaran optimum dan rasa kecintaan yang mendalam dengan sendirinya akan menumbuhkan rasa rindu kepada-Nya.
b.      Pengertian Tasawuf Irfani.
Secara etimologis, kata Irfani berasal dari bahasa arab adalah bentuk mashdar (infinitif) dari kata ‘arafa yang berarti tahu/ mengetahui. Seakar pula dengan kata Ma’ruf  (Keba-jikan) dan Ma’rifat (pengetahuan).[3]
Dalam kalangan sufi al-irfan berarti al-kasyf dan al-ilham. Dilihat dari segi maknanya dapat dilihat bahwasannya sistem pengetahuan irfani adalah sebuah sistem pengetahuan dimana sumber pengetahuannya adalah intuisi. Suatu pengetahuan diperoleh secara langsung tanpa perantara dan proses pembuktian. Pengetahuan tercipta dalam kalbu sedemikian rupa setelah kalbu memperoleh pembersihan melalui mujahadah dan latihan spiritual sehingga tirai yang menutupi kalbu terhadap kebenaran tersebut itu menjadi terbuka.
Sebagai sebuah ilmu, ‘irfan memiliki dua aspek yakni aspek praktis dan aspek teoritis. Aspek praktisnya adalah bagian menjelaskan hubungan dan penaggungjwaban manusia terhadap dirinya, dunia dan Tuhan. Sebagai ilmu praktis, bagian ini menyerupai etika. Bagian praktis ini juga di sebut syar wa suluk (perjalanan rohani). Bagian ini menjelaskan bagaimana seorang penempuh rohani (salik) yang ingin mencapai tujuan puncak kemanusiaan, yakni tauhid, harus mengawali perjalanan, menempuh tahapan-tahapan (maqam) perjalanannya secara berturutan, dan keadaan jiwa (hal) yang bakal dialami sepanjang perjalanannya tersebut.
          C. Ramli Bihar Anwar mengatakan, Irfan muncul untuk pertama kalinya sebagai reaksi atas praktik-praktik tasawuf tertentu dalam dunia Syiah yang dianggap telah menyimpang dari syariat. Karena itu, di dalam ’irfan sangat mementingkan syariat sebagai dasar bertasawuf.[4]
          Irfan secara etimologi bermakna pengetahuan, sebab itu irfan dan tasawuf Islam menunjukkan suatu bentuk pengetahuan, bahwa perjalanan sair suluk (riyâdhâ) seorang hamba kepada Allah SWT akan meniscayakan suatu bentuk pengetahuan yang lebih hakiki dari pada pengetahuan konsepsi (tashawwur) dan afrimasi (tashdiq) panca indra dan akal. Sebab itu bentuk pengetahuan irfani adalah hudhuri (presentif), bahkan bentuk pengetahuan hudhuri yang memiliki derajat tinggi.
Para sufi adalah urafa (jamak dari arif), yakni mereka yang memperoleh pengetahuan hakiki ontologis.
          Menurut Rosihan Anwar dan Mukhtar Solihin, kerangka irfani yaitu lingkup perjalanan menuju Allah untuk memperoleh pengenalan (ma’rifat) yang berlaku di kalangan sufi secara rasa (rohaniah).[5] Manusia tidak akan tahu banyak mengenai penciptaan-Nya apabila belum melakukan perjalanan menuju Allah walaupun ia adalah orang yang beriman secara aqliyah. Hal ini karena adanya perbedaan yang dalam antara iman secara aqliyah atau logis teoritis (al- iman al-aqli an-Nazhari) dan iman secara rasa (al-iman asy-syu’ri ad-dzauqi). Lingkup irfani ini tidak dapat dicapai dengan mudah atau secara spontanitas, tetapi melalui proses yang panjang.
C.       TOKOH – TOKOH TASAWUF AKHLAKI
Tasawuf Akhlaki merupakan tasawuf yang berorientasi pada perbaikan akhlak’ mencari hakikat kebenaran yang mewujudkan menusia yang dapat ma’rifah kepada Allah. Tasawuf Akhlaki, biasa disebut juga dengan istilah tasawuf sunni. Tasawuf Akhlaki ini dikembangkan oleh ulama salaf as-salih.[6] Berikut ini adalah contoh para sufi beserta ajarannya yang termasuk dalam tasawuf akhlaqi.
1.   Hasan Al-Bashri 
Nama lengkapnya Hasan al-Bashri adalah Abu Sa'id al Hasan bin Yasar. Ia adalah seorang yang masyhur dikalangan tabi'in, ia lahir di Madinah pada tahun 21 H/632 M dan wafat pada tahun 110 H/ 728 M.
Abu Naim Al-Ashbahani menyimpulkan pandangan tasawuf Hasan al Bashri sebagai berikut, " takut (khouf) dan pengharapan (roja') tidak akan dirundung kemuraman dan keluhan, tidak pernah tidur tenang karena selalu mengingat Allah”. Pandangan tasawufnya yang lain adalah anjuran kepada setiap orang untuk senantiasa bersedih hati dan takut kalau tidak mampu melaksanakan seluruh perintah Allah dan menjauhi seluruh larangan-Nya. Sa'roni berkata, "demikian takutnya sehingga seakan-akan ia merasa bahwa neraka itu hanya dijadikan untuknya (Hasan al-Basri) .


2.   Al-Muhasibi
Al-haris bin Asad Al Muhasibi, beliau lahir pada tahun 165 H di Bashroh, wafat pada tahun 243 H/857 M. Beliau menempuh jalan tasawuf karena hendak keluar dari keraguan yang dihadapinya tatkala ia mengamati madzhab-madzhab yang dianut umat Islam, ada sekelompok orang yang tahu tentang keakhiratan. Sebagian besar dari mereka adalah orang-orang yang mencari ilmu karana kesombongan yang motivasi tentang keduniaan. Pandangan al Muhasibi tentang ma'rifat sangatlah berhati-hati terutama dalam menjelaskan batasan agama dan tidak mendalami batin agama yang dapat mengaburkan pengertian lahirnya dan menyebabkan keraguan.
Dalam ajaran Al-Muhasibi, khauf dan roja' menempati posisi penting dalam perjalanan seorang membersihkan jiwa, beliau jaga mengatakan bahwa khauf dan roja' dapat dilakukan sempurna bila berpegang teguh pada Al-quran dan As-sunnah, dan al Muhasibi mengatakan bahwa ma'rifat harus ditempuh melalui jalan tasawuf yang mendasarkan pada kitab dan sunnah .
3.   Al-Quroisyi
Nama lengkap Al-quroisyi adalah 'Abdul Karim bin Hawazin lahir tahun 376 di Istiwa, kawasan Nisyafu yang merupakan salah satu pusat ilmu pengetahuan pada massanya. Beliau juga orang yang mampu mengompromikan syari'at dengan hakikat, beliau wafat tahun 465 H.
Seandainya karya Al-Quroisyi dikaji secara mendalam akan tampak jelas bagaimana Al-Quroisyi cenderung mengembalikan tasawuf ke landasan doktrin-doktrin ahlus Sunnah yaitu dengan mengikuti para sufi sunni abad ketiga dan keempat hijriyah. Ma'rifat menurut Al-Quroisyi adalah seorang yang sudah mengenal Allah dan pengamalannya itu sudah pada keyakinan yang kuat .
4.       Al-Ghozali
Nama lengkapnya adalah Abu Hamid Muhammad bin Muhammad bin Muhammad bin Ta'us Ath-Thusi Asy-Syafi'i Al-Ghozali. Beliau dilahirkan di Khurrosan, Iran pada tahun 450 H/1058 M, dan menghebuskan nafasnya pada tanggal 19 Desember 1111 Masehi.
Di dalam tasawufnya, Al-Ghozali memilih tasawuf sunni yang berdasarkan Al-Quran dan As-Sunnah Nabi ditambah dengan doktrin Ahlus Sunnah Wal Jama'ah.
Menurut Al-Ghozali, jalan menuju tasawuf dapat dicapai dengan cara mematahkan hambatan-hambatan jiwa, serta membersihkan diri dari moral yang tercela, sehingga kalbu terlepas dari segala sesuatu selain Allah dan selalu mengingat Allah . 

D.             TOKOH – TOKOH TASAWUF  IRFANI
Tasawuf ‘Irfani adalah tasawuf yang berusaha menyikap hakikat kebenaran atau ma’rifah diperoleh dengan tidak melalui logika atau pembelajaran atau pemikiran tetapi melalui pemberian Tuhan (mauhibah). Ilmu itu diperoleh karena si sufi berupaya melakukan tasfiyat al-Qalb. Dengan hati yang suci seseorang dapat berdialog secara batini dengan Tuhan sehingga pengetahuan atau ma’rifah dimasukkan Allah ke dalam hatinya, hakikat kebenaran tersingkap lewat ilham (intuisi).
Berikut ini adalah beberapa contoh para sufi beserta ajarannya yang termasuk dalam tasawuf 'Irfani: 
1.      Robi'ah Al-Adawiyah
Nama lengakap Robi'ah Al-Adawiah bin isma'il Al-Adawiah Al-Bashriyah Al-qoisiah. Ia diperkirakan lahir pada tahun 95 H/713 M di suatu perkampungan dekat kota Bashroh (Irak) dan wafat di kota itu pada tahun 185 H/801 M. Beliau dilahirkan sebagai putri keempat dari keluarga yang sangat miskin.
Ajaran tasawuf yang dibawanya dikenal dengan istilah Al-Mahabbah. Paham ini merupakan kelanjuatan zuhud yang dikembangkan oleh Hasan Al-Bashri, yaitu takut dan pengharapan dinaikkan oleh Robi'ah menjadi zuhud karena cinta yang suci murni itu lebih tinggi dari pada takut dan pengharapan . 
Salah satu syair Rabi’ah yang menggambarkan perasaan cintanya kepada Allah adalah:
“Aku mengabdi kepada Tuhan bukan karena takut kepada neraka, bukan pula karena ingin masuk surga. Tetapi Aku mengabdi karena cintaku kepada-Nya. Tuhanku jika engkau kupuja karena takut kepada neraka, bakarlah aku didalamnya, dan jika kupuja karena mengharapkan surga, jauhkan aku dari padanya, tetapi jika kupuja semata-mata karena engkau, maka janganlah sembunyikan kecantikan-Mu yang kekal itu dari diriKu.
2.      Dzun Al-Nun Al-Mishri
Nama lengkapnya Abu Al-faidh Tsauban bin Ibrohim. Ia dilahirkan di Ikhmim, dataran tinggi Mesir pada tahun 180 H/796 M dan wafat pada tahun 246 H/856 M. Dzun Al-Nun Al-Mishri adalah nama julukan bagi seorang sufi yang tinggal di sekitar pertengahan abad ketiga Hijriyah.
Dzun Nun Al-Misri merupakan sufi pertama yang mencetuskan faham ma’rifah. Sesungguhnya ma'rifat hakiki bukanlah ilmu tentang keesaan Tuhan, sebagai yang dipercayai orang mukmin, bukan pula ilmu-ilmu burhan dan nazhar milik para hakim, mutakalimin, dan ahli balaghah tetapi ma'rifat kepada tuhan yang khusus di miliki oleh para wali Allah. Ma'rifat sebenarnya adalah bahwa Allah menyinari hatimu dengan cahaya ma'rifat yang murni seperti matahari tak dapat dilihat kecuali dengan cahayanya
3.      Abu Yazid Al-Bustami
Nama lengkapnya adalah Abu Yazid Thaifur bin Isa bin Surusyan Al-bustami. Ia lahir di daerah Bustam (Persia) tahun 874-947 M. Nama kecilnya At-Taifur.
Ajaran tasawuf terpenting Abu Yazid adalah fana' dan baqa'.  Dari segi bahasa fana' berasal dari kata faniya yang berarti musnah atau lenyap. Dalam istilah tasawuf, adakalanya diartikan sebagai kaadaan moral yang luhur. Pencapaian Abu Yazid ketahap fana' dapat dicapai setelah meninggalkan segala keinginan selain keinginan kepada Allah seperti tampak dalam ceritanya.
Adapun baqa', berasal dari kata baqiya. Arti dari segi bahasa adalah tetap,  sedangkan berdasarkan istilah tasawuf berari mendirikan sifat-sifat terpuji kepada Allah.
4.      Abu Manshur Al-Hallaj.
Nama lengkap Al-Hallaj adalah Abu Al-Mughist Al-Husain bin Manshur bin Muhammad Al-Baidhawi. Ia lahir di Baidha, sebuah kota kecil di wilayah Persia, pada tahun 244 H/255M. Ia tumbuh dewasa di kota Wasith, dekat Bagdad. Pada usia 16 tahun ia belajar pada seorang sufi terkenal saat itu, yaitu Sahl bin ‘Abdullah Tusturi di Ahwaz. Dua tahun kemudian ia pergi ke Bashrah dan berguru kepada ‘Amr Al-Makki yang juga seorang sufi. Pada tahun 878 M, ia masuk ke kota Bagdad dan belajar kepada Al-Junaid. Setelah itu ia pergi mengembara dari satu negeri ke negeri lain untuk menambah penegtahuan dan pengalaman dalam ilmu tasawuf. Ia digelari Al-Hallaj karena penghidupannya yang di peroleh dari memintal wol.
Di antara ajaran tasawuf Al-Hallaj yang paling terkenal adalah al-hulul dan wahdat asy-syuhud yang kemudian melahirkan paham wihdat al-wujud (kesatuan wujud) yang dikembang Ibn ‘Arabi. Al-Hallaj memang pernah mengaku bersatu dengan Tuhan (hulul). Kata al-hulul, berdasarkan pengertian bahasa, berarti menempati suatu tempat. Adapun menurut istilah ilmu tasawuf, al-hulul berarti paham yang mengatakan bahwa Tuhan memilih tubuh-tubuh manusia tertentu untuk mngambil tempat di dalamnya setelah sifat-sifat kemanusiaan yang ada dalam tubuh itu dilenyapkan.




E.        PENUTUP
a.       Kesimpulan
                     Dari uraian sebelumnya dapat kita simpulkan bahwasanya Tasawuf Akhlaki adalah tasawuf yang mengarah pada perilaku/akhlak yang dimiliki seseoprang yang berlandaskan al-Qur’an dan Hadits. Sedangkan Tasawuf Irfani adalah tasawufnya mengandalkan hati karena hati dapat mengetahui hakikat ma’rifat serta tidak melalui logika atau pembelajaran atau pemikiran tetapi melalui pemberian Tuhan (mauhibah).
                       Tokoh-tokoh dari pendiri Tasawuf Akhlaki antara lain : Hasan Al-Bashri, Al- Muhasibi, Al-Quroisyi dll. Sedangkan tokoh dari Tasawuf Irfani antara lain : Robi’ah Al-Adawiyah, Dzun al-Nun al-Mishri dll.

b.      Penutup
                     Demikian makalah ini kami sajikan, semoga bermanfaat untuk menambah pengetahuan kita tentang kekayaan dari agama Islam, sehingga kita semakin bangga hidup sebagai umat dari Nabi Muhammmad SAW. 
                     Adapun kritik dan saran yang membangun sangatlah kami nantikan demi kebaikan dari penulis. Terima kasih.








DAFTAR PUSTAKA


Rosihon, Anwar. 2009. Akhlak Tasawuf, Bandung:Pustaka Setia
Rosihan dkk,Anwar. 2000. Ilmu Tasawuf. Bandung: CV.Pustaka Setia.
Bihar Anwar, C.Ramli. Bertasawuf Tanpa Tarekat: Aura Tasawuf Positif, Jakarta:   Penerbit IIMAN
Rahman. Fazlur, Islam. 1984. Terjemahan oleh Ahsin Muhammad dari Islam. Bandung: Pustaka.
Nata M.A, Prof. Dr. H. Abudin. 2003. Akhlak Tasawuf, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. cet. Kelima
Noorsyam. 1984.  Filsafat Pendidikan dasar dan Dasar Filsafat Pendidikan Pancasila. Usaha Nasional. Surabaya.
Simuh. 1997. Tasawuf dan Perkembangannya dalam Islam. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Dr. Solihin, Mukhtar. M. Ag. 1996. Ilmu Tasawuf. Gema insani pres: Jakarta



[1] Fazlur Rahman, Islam, Terjemahan oleh Ahsin Muhammad dari Islam, (Bandung: Pustaka, 1984), h. 195.


[2] Nata M.A, Prof. Dr. H. Abudin, Akhlak Tasawuf, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003, cet. Kelima
[3] Noorsyam, filsafat Pendidikan dasar dan Dasar Filsafat Pendidikan Pancasila, (Usaha Nasional, Surabaya : 1984), hal 34

[4] C.Ramli Bihar Anwar, 2002, Bertasawuf Tanpa Tarekat: Aura Tasawuf Positif, Jakarta, hal : 69
[5] Rosihan Anwar dan Mukhtar Solihin, Ilmu Tasawuf, Bandung: CV.Pustaka Setia, 2000, hal : 69
[6] Nata M.A, Prof. Dr. H. Abudin, Akhlak Tasawuf, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2003, cet. Kelima. Hal. 93

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Apa komentar dan masukan anda dengan blog ini ?

Followers